29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 3:25 AM WIB

Dekat dengan Kawah, Sejumlah Pengungsi Bertahan di Pengungsian

RadarBali.com – Sejumlah warga asal Desa Ban, Kecamatan Kubu yang kini menjadi pengungsi akibat naiknya aktifitas Gunung Agung, memilih bertahan di pengungsian.

Mereka mengaku was-was dengan kondisi Gunung Agung, karena berjarak tak seberapa dari kaldera. Di Pos Pengungsian Desa Tejakula misalnya.

Puluhan warga asal Banjar Dinas Pucang, Desa Ban, memilih merayakan Galungan di lokasi pengungsian dengan sederhana.

Mereka hanya melakukan persembahyangan dan tidak melakukan tradisi lain, seperti nampah dan menjor.

Untuk sementara waktu, para pengungsi merasa lebih aman dan nyaman berada di pengungsian.

Apalagi rumah mereka tak seberapa jauh dari kaldera Gunung Agung. Tak sampai tiga kilometer dari puncak.

“Sebenarnya pingin sekali pulang. Tapi rumah saya dekat sekali dengan puncak gunung. Cukup sembahyang di sini saja sambil menunggu aman,” kata Ketut Bentet, salah seorang pengungsi.

Lantaran merayakan galungan di pengungsian, banten yang dibuat pun seadanya. Pengungsi hanya membuat banten soda yang dipersembahkan kepada leluhur, dan canang untuk persembahyangan.

Semuanya dilakukan dari lokasi pengungsian. Bentet sendiri masih khawatir dengan kondisi di rumahnya.

Karena kondisi gempa di rumahnya pada awal-awal peningkatan aktifitas vulkanik Gunung Agung, sangat terasa.

“Gempanya keras sekali. Makanya saya mengungsi. Kalau di rumah saya tidak bisa tidur. Rasanya hampir tiap menit ada gempa. Lebih baik di pengungsian, meskipun begini,” imbuhnya.

Ada pula sejumlah pengungsi yang nekat pulang ke rumahnya. Meski rumahnya berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) II, yang berjarak sekitar enam kilometer dari kaldera.

Nyoman Tileh adalah salah satunya. Warga Banjar Dinas Pengalusan, Desa Ban itu mengaku pulang ke rumah, untuk merayakan Galungan.

Ia merasa lebih afdol apabila merayakan Galungan di rumah. Meski dengan sejumlah keterbatasan.

“Pulang dulu ke rumah sembahyangan. Sekalian cari hasil kebun. Siapa tahu ada yang bisa dijual di pengungsian. Nanti sore kembali lagi ke pengungsian,” katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, PVMBG menurunkan status Gunung Agung dari level awas menjadi level siaga, terhitung sejak pukul 16.00, Minggu (29/10) lalu.

Dampaknya, para pengungsi dari desa-desa KRB I harus kembali ke rumahnya masing-masing. 

RadarBali.com – Sejumlah warga asal Desa Ban, Kecamatan Kubu yang kini menjadi pengungsi akibat naiknya aktifitas Gunung Agung, memilih bertahan di pengungsian.

Mereka mengaku was-was dengan kondisi Gunung Agung, karena berjarak tak seberapa dari kaldera. Di Pos Pengungsian Desa Tejakula misalnya.

Puluhan warga asal Banjar Dinas Pucang, Desa Ban, memilih merayakan Galungan di lokasi pengungsian dengan sederhana.

Mereka hanya melakukan persembahyangan dan tidak melakukan tradisi lain, seperti nampah dan menjor.

Untuk sementara waktu, para pengungsi merasa lebih aman dan nyaman berada di pengungsian.

Apalagi rumah mereka tak seberapa jauh dari kaldera Gunung Agung. Tak sampai tiga kilometer dari puncak.

“Sebenarnya pingin sekali pulang. Tapi rumah saya dekat sekali dengan puncak gunung. Cukup sembahyang di sini saja sambil menunggu aman,” kata Ketut Bentet, salah seorang pengungsi.

Lantaran merayakan galungan di pengungsian, banten yang dibuat pun seadanya. Pengungsi hanya membuat banten soda yang dipersembahkan kepada leluhur, dan canang untuk persembahyangan.

Semuanya dilakukan dari lokasi pengungsian. Bentet sendiri masih khawatir dengan kondisi di rumahnya.

Karena kondisi gempa di rumahnya pada awal-awal peningkatan aktifitas vulkanik Gunung Agung, sangat terasa.

“Gempanya keras sekali. Makanya saya mengungsi. Kalau di rumah saya tidak bisa tidur. Rasanya hampir tiap menit ada gempa. Lebih baik di pengungsian, meskipun begini,” imbuhnya.

Ada pula sejumlah pengungsi yang nekat pulang ke rumahnya. Meski rumahnya berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) II, yang berjarak sekitar enam kilometer dari kaldera.

Nyoman Tileh adalah salah satunya. Warga Banjar Dinas Pengalusan, Desa Ban itu mengaku pulang ke rumah, untuk merayakan Galungan.

Ia merasa lebih afdol apabila merayakan Galungan di rumah. Meski dengan sejumlah keterbatasan.

“Pulang dulu ke rumah sembahyangan. Sekalian cari hasil kebun. Siapa tahu ada yang bisa dijual di pengungsian. Nanti sore kembali lagi ke pengungsian,” katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, PVMBG menurunkan status Gunung Agung dari level awas menjadi level siaga, terhitung sejak pukul 16.00, Minggu (29/10) lalu.

Dampaknya, para pengungsi dari desa-desa KRB I harus kembali ke rumahnya masing-masing. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/