AMLAPURA – Masyarakat Desa Adat Padangbai, Manggis, Karangasem menggelar demo menolak upaya pensertifikatan tanah yang dilakukan pihak ASDP Pelabuhan Padangbai, kemarin.
Aksi dilakukan warga mulai dari Pura Pesamuhan menuju dermaga Padangbai tepat di pintu gerbang dermaga dengan melakukan parade budaya: nyolahang barong kat.
Para pendemo berjalan kaki sekitar 200 meter dari Pura Pesamuhan menuju pintu gerbang dermaga Padangbai.
Aksi demo dipimpin Bendesa Adat Padangbai Komang Nuriada dan Sekretaris atau Penyarikan Desa adat Padangbai I Gede Eka Parimawata.
Hadir juga beberapa tokoh Desa adat Padangbai diantaranya Perbekel Padangbai, Kelian Banjar se-Desa Adat Padangbai,
mantan Perbekel Padangbai dan mantan Bendesa Adat Padangbai serta tokoh masyarakat lainya seperti Putu Indrawan Karna.
Dalam aksi kali ini warga Padangbai tampak membawa spanduk yang berisi penolakan penyertifikatan aset Desa adat oleh ASDP Padangbai dan juga menolak pembangunan dermaga III Padangbai.
Bendesa Adat Padangbai Komang Nuriada mengatakan ada dua tuntutan yang disampaikan masyarakat Padangbai.
Pertama, Desa Adat Padangbai menolak keras penyertifikatan tanah duwe desa adat. Kedua, menolak pembagunan Dermaga III Padangbai.
Nuriada juga mengatakan kalau dua tuntutan ini tidak didengarkan pihak ASDP maka pihaknya akan turun dengan kekuatan lebih besar lagi.
“Sekarang ini baru perwakilan dari Prajuru Desa dan juga para tokoh, kalau ini juga tidak di dengarkan kami akan turun dengan jumlah masa lebih besar,” ujarnya.
Bahkan, Desa Adat Padangbai akan memukul kulkul bulus untuk mengerahkan massa kalau tuntutan mereka tidak di dengar para pihak.
“Sing main main (tidak main main red), kami akan membunyikan kulkul bulus (kentongan bertalu talu tanda bahaya, red),” ujar Jro Nuriada.
Selain itu Nuriada juga mempertanyakan sikap BPN Karangasem yang menghentikan proses penyertifikatan lahan desa adat atas nama Desa Adat Padangbai.
Karena sejatinya proses sertifikasi lahan lebih dulu dilakukan Desa adat. Namun, oleh BPN Karangasem malah dihentikan
tanpa ada alasan yang jelas karena BPN sendiri tidak pernah menyampaikan alasan penghentian pensertidikatan tersebut.
Untuk itu pihaknya juga siap berjuang dengan datang ke BPN Karangasem mempertanyakan hal ini.
Di lain sisi, pihak ASDP diam-diam sudah melakukan pengukuran lahan yang juga merupakan asset desa adat.
Pengukuran dilakukan pihak BPN. “Ini yang anah, kami mengajukan pensertifikatan di hentikan, sementara pihak ASDP melakukan pensertifikatan dilakukan tindak lanjut dengan pengukuran,” ujarnya.
Bukan hanya sampai di BPN, pihaknya juga siap berjuang sampai ke Gubernur Bali. Pihaknya juga minta berbagai pihak
menggentikan melontarkan propaganda kalau apa yang dilakukan pihak ASDP sudah mendapat persetujuan dari Perbekel dan juga Kelian Banjar.
“Ini jelas sudah ada penandatangan kalau mereka menolak penyertifikatan tersebut,” tambah Penyarikan Desa I Gede Eka Parimawata.
Nuriada menambahkan, kalau selama ini Desa Adat Padangbai sudah mendukung keberadaan Dermaga Padangbai utamanya dermaga I dan II.
Selain itu Desa Adat juga mendukung akses jalan untuk diperlebar dengan mengikhlaskan asset atau lahan tanah untuk jalan nasional.
Hal ini dilakukan untuk kepentingan ASDP tanpa kompensasi apapun. Selama ini pihak ASDP hanya janji janji melulu.
Aset Dermaga I dan II, menurut Nuriada, merupakan asset desa adat yang tercantum sebagai Klasiran Setra termasuk juga tanah untuk Dermaga III.
Pihak Desa adat beralasan penolakan pembagunan Darmaga III karena akan merusak kawasan Padangbai dan bisa menimbulkan abrasi.
Karena pengerukan untuk pembagunan dermaga akan membuat terjadinya abrasi di Pantai Padangbai.
Penolakan pembangunan Dermaga III, menurut Nuriada, karena selama ini pihak ASDP belum pernah mensosialisasikan terkait rencana pembagunan dermaga tersebut.
Namun demikian pihak Dsea adat bersedia bersinergi dengan ASDP asal tanah tersebut masuk dan disertifikatkan atas nama desa adat.
Nantinya jika mau digunakan untuk dermaga agar dilakukan MoU. Pihak PT ASDP sendiri nantinya bisa mengajukan hak guna pakai untuk lahan tersebut.
Sebelumnya Desa adat dengan pihak ASDP sempat beberapa kali melakukan pertemuan. Ini terjadi sebelum AWK datang mengaku menfasilitasi persoalan tersebut.
Namun, faktanya belakangan ini pihak ASDP diam-diam melakukan penyertifikatan lahan tersebut dengan melakukan pengukuran dan melibatkan BPN.
Dikatakan diam-diam karena pihak ASDP tidak pernah menyampaikan ke desa adat. Menurut Nuriada, lahan milik desa adat ada 3,3 haktare.
Lahan ini merupakan klasiren sema (kuburan red). Ini terbukti dengan adanya Pura Dalem di dekat pantai.
Pihak Desa adat sendiri sudah bersurat ke pihak ASDP dan juga BPN namun belum mendapat tanggapan. “Kami tetap membuka ruang komunikasi dengan pihak ASDP,” pungkasnya.