NEGARA – Sejumlah aturan daerah disinyalir tidak sinergi dengan aturan lain, baik di tingkat yang sama maupun tingkat yang lebih tinggi.
Misalnya, aturan ditingkat kabupaten dan tingkat provinsi mengenai pengenaan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah, masih menimbulkan kerancuan dalam penerapannya.
Karena itu, sekretaris kabupaten (Sekkab) Jembrana I Made Sudiada akan mendukung rencana DPRD Jembrana untuk melakukan inventarisasi dan mengkaji peraturan daerah Jembrana.
Bagian hukum dan kepala dinas yang menangani agar mengkaji Perda Jembrana yang ada. “Saya mendukung rencana itu (inventarisir) perda,
Jembrana agar tidak ada Perda yang bertentangan dengan aturan lain, maupun perda yang sudah tidak relevan,” jelasnya.
Sudiada mengakui, dari sekitar 250 lebih Perda Jembrana, perlu ada yang direvisi jika tidak sesuai dengan aturan yang lebih tinggi.
Apabila ada aturan yang dinilai sudah tidak relevan dan tidak berjalan agar dihapus agar tidak menjadi beban. Hal tersebut sejalan dengan instruksi presiden tentang Omnibus Law.
Salah satu peraturan yang saat ini masih ada kerancuan dalam penerapannya adalah pemungutan pajak air bahwa tanah.
Aturan mengenai air bawah tanah setelah kewenangan memungut pajak diserahkan pada pemerintah kabupaten menimbulkan kerancuan, tapi izin pengambilan air bawah tanah merupakan kewenangan provinsi Bali.
“Padahal kita (kabupaten) tidak ada kewenangan mengeluarkan izin. Inilah yang perlu dilakukan sinkronisasi dan diharmoniskan,” jelasnya didampingi Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah I Dewa Gde Kusuma Antara,
Disamping itu, pemungutan pajak hanya diberi kewenangan pada pengambilan air bawah tanah yang sudah berizin dari dulu.
Sedangkan yang baru tidak boleh dipungut karena tidak ada izin. Karena itu, semestinya semua diserahkan pada kabupaten
mulai dari kewenangan mengeluarkan izin hingga pemungutan retribusi, sehingga akan memudahkan untuk penerapan dan pengenaan pajaknya.
Pemungutan pajak retribusi bawah tanah hanya pada industri dan usaha penginapan. Sedangkan pengenaan pajak pengambilan dan pemanfaatan air permukaan masih kewenangan dari provinsi untuk melakukan pungutan.
Pihaknya mentargetkan pendapatan pajak dari air bawah tanah sebesar Rp 270 juta. Selama ini dalam memungut pajak air bawah tanah sistem flat.
Rata-rata pembayaran setiap usaha dan industri yang membayar pajak air bawah tanah hanya sekitar Rp 10 ribu hingga Rp 1 juta dalam sebulan.
Sebelumnya, Ketua DPRD Jembrana Ni Made Sri Sutharmi memerintahkan Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Jembrana untuk rapat kerja bersama dengan eksekutif yang membidangi hukum untuk mengkaji seluruh Perda Jembrana.
Inventarisasi pengkajian ulang seluruh perda Jembrana sehubungan dengan instruksi Presiden Joko Widodo terkait dengan UU Omnibus Law.
Perda yang masih bisa dilakukan dan yang sudah tidak konsisten dengan tahun ini, atau Perda yang bertentang dan sama dengan Perda yang lain dan perda yang menghambat investasi.
Apabila ada yang perlu direvisi makan Perda akan direvisi dan apabila ada yang perlu dihapus, maka akan dihapus agar tidak menjadi beban legislasi.