28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 4:13 AM WIB

Perpres Miras Dicabut, Perajin Arak Kembali Andalkan Pergub Bali

TABANAN – Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mencabut Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha dan Penanaman Modal membuat para perajin arak di Bali dan koperasi yang selama ini bergerak khusus pada penyedia bahan baku arak kesal.

Sebelumnya mereka mengaku senang dengan terbitnya Perpres yang membuka peluang penanaman modal baru di empat wilayah Provinsi di Indonesia. Termasuk Bali.

Lantaran Perpres tersebut membuat peluang bagi perajin arak untuk memproduksi arak secara legal dengan perizinan yang mudah didapat. Akan tetapi setelah ada desakan dari masyarakat, kelompok, ormas dan para tokoh masyarakat malah Jokowi mencabut lampiran III Perpres tersebut khususnya penanaman modal baru miras.

“Kami tidak jadi memproduksi arak Bali. Terpaksa kembali hanya menyediakan bahan baku arak. Di mana bahan baku disalurkan kembali ke perusahaan atau pabrik pembuat arak yang sudah memiliki izin produksi secara legal,” kata Ketua Koperasi Karya Sajeng Bali Selemadeg Timur, Ketut Loka Antara yang dikonfirmasi, Kamis (4/3) kemarin. 

Menurut Ketut Loka, sejatinya terbitnya Perpres 10 Tahun 2021 tentang miras tersebut memang cukup menggembirakan bagi perajin arak atau menjadi kabar baik untuk iklim produksi arak atau minuman sejenisnya yang diproduksi secara tradisional.

Dengan Perpres tersebut, mestinya perajin atau melalui koperasi bisa mengurus izin secara resmi produksi arak. Di sisi lain peluang investasi pun akan terbuka lebar.

“Karena arak lagi bicara bukan legal atau tidaknya nanti. Tapi bicara kualitas dan rasa. Saya yakin ketika perajin diberikan kesempatan produksi arak secara legal dari munculnya perpres tersebut. Pasti rasa tak kalah saing dengan produksi arak pabrikan. Sehingga petani arak tidak sebatas menyediakan bahan baku tetapi mengolah secara mandiri dan memproduksi arak,” ujar pria yang juga Ketua Kadin Tabanan.

Sambung dia, saat perpres itu dicabut, maka saat ini koperasi harus kembali membangun kemitraan usaha dengan produsen atau pabrikan pengolah minuman arak. Petani posisinya hanya menjadi penyedia bahan baku saja.

Bahan baku tersebut dikumpulkan di dalam sebuah koperasi. Nah bahan baku ini kemudian dibawa disalurkan kembali pabrik pembuat minuman arak.

Selain itu peluang investasi pun lenyap tertutup rapat bagi kelompok-kelompok perajin arak yang ingin memproduksi arak secara legal.

“Jadi untuk membuat (arak itu) legal, harus kerja sama dulu dengan pabrik (produsen). Baru diedarkan lewat distributor resmi dengan label atau pita cukai. Proses ini kan sangat panjang,” bebernya.

Dengan dicabutnya lampiran ketiga yang mengatur Daftar Bidang Usaha Dengan Persyaratan Tertentu khususnya pada industri minuman keras alkohol, anggur, atau malt, koperasi hanya bisa menjadi penyalur bahan baku. Dengan membeli dari perajin kemudian menjualnya kepada produsen.

Kewajiban tersebut sebagaimana kemitraan usaha yang diatur dalam Pasal 7 ayat (3) Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 01 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi atau Destilasi Khas Bali. Begitu juga dengan fungsi koperasi yang diatur pada ayat (4) dalam pasal yang sama di pergub tersebut.

“Untuk sementara kami masih mengacu kepada Pergub Bali,” pungkasnya. 

TABANAN – Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mencabut Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha dan Penanaman Modal membuat para perajin arak di Bali dan koperasi yang selama ini bergerak khusus pada penyedia bahan baku arak kesal.

Sebelumnya mereka mengaku senang dengan terbitnya Perpres yang membuka peluang penanaman modal baru di empat wilayah Provinsi di Indonesia. Termasuk Bali.

Lantaran Perpres tersebut membuat peluang bagi perajin arak untuk memproduksi arak secara legal dengan perizinan yang mudah didapat. Akan tetapi setelah ada desakan dari masyarakat, kelompok, ormas dan para tokoh masyarakat malah Jokowi mencabut lampiran III Perpres tersebut khususnya penanaman modal baru miras.

“Kami tidak jadi memproduksi arak Bali. Terpaksa kembali hanya menyediakan bahan baku arak. Di mana bahan baku disalurkan kembali ke perusahaan atau pabrik pembuat arak yang sudah memiliki izin produksi secara legal,” kata Ketua Koperasi Karya Sajeng Bali Selemadeg Timur, Ketut Loka Antara yang dikonfirmasi, Kamis (4/3) kemarin. 

Menurut Ketut Loka, sejatinya terbitnya Perpres 10 Tahun 2021 tentang miras tersebut memang cukup menggembirakan bagi perajin arak atau menjadi kabar baik untuk iklim produksi arak atau minuman sejenisnya yang diproduksi secara tradisional.

Dengan Perpres tersebut, mestinya perajin atau melalui koperasi bisa mengurus izin secara resmi produksi arak. Di sisi lain peluang investasi pun akan terbuka lebar.

“Karena arak lagi bicara bukan legal atau tidaknya nanti. Tapi bicara kualitas dan rasa. Saya yakin ketika perajin diberikan kesempatan produksi arak secara legal dari munculnya perpres tersebut. Pasti rasa tak kalah saing dengan produksi arak pabrikan. Sehingga petani arak tidak sebatas menyediakan bahan baku tetapi mengolah secara mandiri dan memproduksi arak,” ujar pria yang juga Ketua Kadin Tabanan.

Sambung dia, saat perpres itu dicabut, maka saat ini koperasi harus kembali membangun kemitraan usaha dengan produsen atau pabrikan pengolah minuman arak. Petani posisinya hanya menjadi penyedia bahan baku saja.

Bahan baku tersebut dikumpulkan di dalam sebuah koperasi. Nah bahan baku ini kemudian dibawa disalurkan kembali pabrik pembuat minuman arak.

Selain itu peluang investasi pun lenyap tertutup rapat bagi kelompok-kelompok perajin arak yang ingin memproduksi arak secara legal.

“Jadi untuk membuat (arak itu) legal, harus kerja sama dulu dengan pabrik (produsen). Baru diedarkan lewat distributor resmi dengan label atau pita cukai. Proses ini kan sangat panjang,” bebernya.

Dengan dicabutnya lampiran ketiga yang mengatur Daftar Bidang Usaha Dengan Persyaratan Tertentu khususnya pada industri minuman keras alkohol, anggur, atau malt, koperasi hanya bisa menjadi penyalur bahan baku. Dengan membeli dari perajin kemudian menjualnya kepada produsen.

Kewajiban tersebut sebagaimana kemitraan usaha yang diatur dalam Pasal 7 ayat (3) Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 01 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi atau Destilasi Khas Bali. Begitu juga dengan fungsi koperasi yang diatur pada ayat (4) dalam pasal yang sama di pergub tersebut.

“Untuk sementara kami masih mengacu kepada Pergub Bali,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/