GIANYAR – Masalah perbedaan sulinggih kembali mencuat menjelang hari raya Nyepi. Upacara Tawur Agung Kasanga yang sebelumnya digelar Pemkab Gianyar bersama desa Pakraman Gianyar kali ini berjalan sendiri-sendiri.
Di hari yang sama, Rabu ini (6/3) Desa Pakraman Gianyar menggelar tawur di catus pata, Jalan Ngurah Rai Gianyar.
Sedangkan, Pemkab menggelar di perempatan Polres Gianyar. Padahal, lokasinya keduanya cukup dekat. Atas perbedaan ini, PHDI Gianyar langsung bereaksi.
Ketua PHDI Gianyar I Wayan Patra lantas menceritakan perjalanan tawur agung kasanga di Gianyar sejak era bupati Tjokorda Budi Suryawan.
“Itu kesepakatan dari dulu, dimintain tolong ke desa Pakraman. Itu tetap biaya semua dari Pemkab,” jelasnya.
Kini dengan adanya surat keputusan, arahan dan bhisama dari majelis tinggi, aturan yang lama itu disinkronkan. “Pemkab sudah baik, tapi belum terkomunikasikan dengan baik. Ini jalan tengahnya,” terangnya.
Pada tawur hari ini, maka desa Pakraman menggelar tawur di catus pata atau perempatan Gianyar.
“Karena ini asas awig-awig, maka di timur dilakukan desa Pakraman. Ini bukan dobel. Karena ada pandangan berbeda, maka masing-masing ada kewajiban,” jelasnya.
Dalam tawur agung, nantinya setiap desa Pakraman di seluruh Gianyar akan memohon Tirta di lokasi tawur.
“Besok (hari ini) kan nunas Tirta. Masyarakat dalam konten desa Gianyar, pasti minta di desa Pakraman Gianyar. Nah, di luar wilayah Gianyar, akan minta Tirta di Pemkab,” terangnya.
Diakui, akan ada sedikit perbedaan daya pandang. “Desa Pakraman bilang, desa Pakraman yang punya, namun fakta pembiayaan dari pemkab,” jelasnya.
Mengenai lokasi catus pata atau perempatan agung, Patra menilai tidak masalah bagi Pemkab menggelar di perempatan Polres Gianyar.
“Dimana saja bisa. Itu satu titik, tempat menghayati,” terangnya. Ke depannya, Patra berharap ada hirarki, yang besar mengatur yang kecil.
“Tapi bukan berarti menekan. Pemkab mengikat warganya. Jangan lupa dengan tempat, sehingga lupa dengan sesana. Keegoan desa Pakraman tidak mutlak. Saya yakin, ini sudah baik perjalanannya. Sudah berjalan masing-masing,” ungkapnya.
Untuk diketahui, upacara tawur agung ini berlangsung setiap tahun sekali. Berlangsung pada saat pangerupukan, atau sehari sebelum Nyepi.
Upacara ini termasuk Bhuta Yadnya. Setiap desa di Bali menggelar tawur agung ini dengan tujuan untuk menetralisir alam dari pengaruh negatif.