28.1 C
Jakarta
22 November 2024, 18:24 PM WIB

Krama Pancasari Buleleng Tempuh Upaya Niskala Cegah Virus Corona

SUKASADA – Masyarakat di Desa Pancasari, punya cara sendiri dalam menangkal virus corona di wilayahnya.

Bukan hanya menempuh upaya skala, mereka juga menempuh upaya niskala. Salah satunya dengan ngiringang Sang Hyang Penyalin yang diyakini bisa menetralisir wilayah secara niskala.

Sebenarnya secara skala, aparat di Desa Pancasari sudah mengerahkan berbagai upaya untuk mencegah virus SARS-CoV-2 yang memicu penyakit covid-19.

Salah satunya dengan menyemprot disinfektan secara berkala. Para petani di desa setempat pun bahu membahu menyemprotkan disinfektan di rumah mereka.

Bila disinfektan sulit didapat, terkadang mereka menggunakan insektisida atau pestisida yang relatif lebih mudah didapat. Alat semprot pun cukup mudah ditemukan di desa ini.

Sementara secara niskala, mereka ngiringang Sang Hyang Penyalin. Pada Sabtu (4/4) petang, Sang Hyang Penyalin mesolah dan ngelawang di pemukiman warga.

Utamanya di wewidangan Banjar Adat Giri Loka. Prosesi ngelawang itu dilakukan bertepatan dengan tumpek klurut yang jatuh pada rahina saniscara kliwon krulut.

Ditambah lagi, hari itu bertepatan dengan pujawali yang dilaksanakan di Pura Taksu. Pada Sabtu petang, prosesi nyolahang dan ngelawang 

dimulai dari Pura Melanting yang terletak di tapal batas antara Kabupaten Buleleng dengan Kabupaten Tabanan.

Tepatnya di areal Bale Banjar Adat Giri Loka. Setelah dilakukan persembahyangan, dua buah rotan yang disakralkan langsung bergerak liar.

Rotan itu kemudian dibawa berkeliling wewidangan banjar adat, bahkan masuk ke dalam gang-gang sempit.

Sementara krama sudah menyiapkan canang sari lengkap dengan beras, jinah (uang seikhlasnya, Red), serta sagehan putih kuning di pintu gerbang pekarangan rumah.

Selanjutnya sekaa Sang Hyang Penyalin Puspa Mandala Giri yang nyolahang Sang Hyang Penyalin, akan memberikan tirta pada pemilik rumah. 

Tirta itu akan dipercikkan ke seluruh penjuru rumah, guna menetralisir sekaligus menangkal penyakit.

Kelian Sekaa Sang Hyang Penyalin Puspa Mandala Giri, Gede Adi Mustika mengatakan, ritual mesolah dan ngelawang itu merupakan ide spontan yang muncul menyikapi kaberebehan yang terjadi di seluruh wilayah.

Termasuk di Desa Pancasari. Ritual mesolah dan ngelawang itu pun diharapkan bisa membantu agar wabah penyakit covid-19 bisa hilang.

“Kebetulan juga hari ini (Sabtu, Red) ada pujawali di Pura Taksu. Jadi kami merasa ini momentum yang tepat untuk nyolahang Ida Sesuhunan,” kata pria yang akrab disapa Doyok itu.

lebih lanjut dijelaskan, tradisi ngelawang saat kaberebehan itu tercantum dalam Lontar Nityakala.

Disamping mesolah saat kaberebehan, Sang Hyang Penyalin yang notabene tradisi pra Hindu juga wajib dipentaskan pada sasih kaenem, yang memiliki tujuan nyomia bhuta kala.

“Bisa juga mesolah sewaktu-waktu. Tapi momentumnya harus tepat. Karena ritual ini kan esensinya nyomia bhuta kala, bukan seperti pementasan profan itu,” tegasnya.

Disisi lain Kelian Banjar Dinas Lalanglinggah Kadek Arik Arditha mengatakan, ritual itu akan melengkapi upaya skala yang telah ditempuh Satgas Gotong Royong di Desa Pancasari.

“Sejak beberapa minggu lalu kami sudah rutin menyemprot disinfektan. Tapi namanya kita orang Bali, percaya dengan skala dan niskala.

Secara skala kita nyemprot disinfektan, secara niskala ada ritual Sang Hyang Penyalin. Ini saling melengkapi,” katanya. 

SUKASADA – Masyarakat di Desa Pancasari, punya cara sendiri dalam menangkal virus corona di wilayahnya.

Bukan hanya menempuh upaya skala, mereka juga menempuh upaya niskala. Salah satunya dengan ngiringang Sang Hyang Penyalin yang diyakini bisa menetralisir wilayah secara niskala.

Sebenarnya secara skala, aparat di Desa Pancasari sudah mengerahkan berbagai upaya untuk mencegah virus SARS-CoV-2 yang memicu penyakit covid-19.

Salah satunya dengan menyemprot disinfektan secara berkala. Para petani di desa setempat pun bahu membahu menyemprotkan disinfektan di rumah mereka.

Bila disinfektan sulit didapat, terkadang mereka menggunakan insektisida atau pestisida yang relatif lebih mudah didapat. Alat semprot pun cukup mudah ditemukan di desa ini.

Sementara secara niskala, mereka ngiringang Sang Hyang Penyalin. Pada Sabtu (4/4) petang, Sang Hyang Penyalin mesolah dan ngelawang di pemukiman warga.

Utamanya di wewidangan Banjar Adat Giri Loka. Prosesi ngelawang itu dilakukan bertepatan dengan tumpek klurut yang jatuh pada rahina saniscara kliwon krulut.

Ditambah lagi, hari itu bertepatan dengan pujawali yang dilaksanakan di Pura Taksu. Pada Sabtu petang, prosesi nyolahang dan ngelawang 

dimulai dari Pura Melanting yang terletak di tapal batas antara Kabupaten Buleleng dengan Kabupaten Tabanan.

Tepatnya di areal Bale Banjar Adat Giri Loka. Setelah dilakukan persembahyangan, dua buah rotan yang disakralkan langsung bergerak liar.

Rotan itu kemudian dibawa berkeliling wewidangan banjar adat, bahkan masuk ke dalam gang-gang sempit.

Sementara krama sudah menyiapkan canang sari lengkap dengan beras, jinah (uang seikhlasnya, Red), serta sagehan putih kuning di pintu gerbang pekarangan rumah.

Selanjutnya sekaa Sang Hyang Penyalin Puspa Mandala Giri yang nyolahang Sang Hyang Penyalin, akan memberikan tirta pada pemilik rumah. 

Tirta itu akan dipercikkan ke seluruh penjuru rumah, guna menetralisir sekaligus menangkal penyakit.

Kelian Sekaa Sang Hyang Penyalin Puspa Mandala Giri, Gede Adi Mustika mengatakan, ritual mesolah dan ngelawang itu merupakan ide spontan yang muncul menyikapi kaberebehan yang terjadi di seluruh wilayah.

Termasuk di Desa Pancasari. Ritual mesolah dan ngelawang itu pun diharapkan bisa membantu agar wabah penyakit covid-19 bisa hilang.

“Kebetulan juga hari ini (Sabtu, Red) ada pujawali di Pura Taksu. Jadi kami merasa ini momentum yang tepat untuk nyolahang Ida Sesuhunan,” kata pria yang akrab disapa Doyok itu.

lebih lanjut dijelaskan, tradisi ngelawang saat kaberebehan itu tercantum dalam Lontar Nityakala.

Disamping mesolah saat kaberebehan, Sang Hyang Penyalin yang notabene tradisi pra Hindu juga wajib dipentaskan pada sasih kaenem, yang memiliki tujuan nyomia bhuta kala.

“Bisa juga mesolah sewaktu-waktu. Tapi momentumnya harus tepat. Karena ritual ini kan esensinya nyomia bhuta kala, bukan seperti pementasan profan itu,” tegasnya.

Disisi lain Kelian Banjar Dinas Lalanglinggah Kadek Arik Arditha mengatakan, ritual itu akan melengkapi upaya skala yang telah ditempuh Satgas Gotong Royong di Desa Pancasari.

“Sejak beberapa minggu lalu kami sudah rutin menyemprot disinfektan. Tapi namanya kita orang Bali, percaya dengan skala dan niskala.

Secara skala kita nyemprot disinfektan, secara niskala ada ritual Sang Hyang Penyalin. Ini saling melengkapi,” katanya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/