SINGARAJA – DPRD Buleleng dibuat meradang. Gara-garanya, salah satu rumah sakit swasta di Buleleng melakukan langkah pemulangan paksa pada pasien yang menjalani perawatan.
Pemicunya, hasil rapid test yang dilakukan pihak rumah sakit, dinyatakakan reaktif. Hal itu diungkap Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna kemarin.
Supriatna mengaku pihaknya sempat menerima pengaduan dari masyarakat, yang merasa menjadi korban pelayan di salah satu RS swasta di Buleleng.
Menurut Supriatna, warga itu semula dirawat dan sempat menjalani opname di rumah sakit tersebut.
Tim medis kemudian melakukan rapid test terhadap pasien. Ternyata hasilnya reaktif. Karena hasil itu pula, pelayanan dari rumah sakit mendadak berubah.
“Dalam kondisi sakit, sudah sempat opname beberapa hari, ternyata rapid-nya reaktif. Malah pasien ini diminta pulang paksa. Ini kan sangat menyedihkan dan tidak manusiawi sekali,” kata Supriatna.
Menurut Supriatna, meski kondisi rapid test-nya reaktif, rumah sakit tak bisa sewenang-wenang memulangkan pasien.
Sebab lembaga kesehatan, kata Supriatna, harus mengutamakan pelayanan dan keselamatan pasien.
“Kalau memang tidak mau merawat, dirujuk saja ke rumah sakit rujukan. Jangan dipulangkan paksa. Ini bukan sekali saya menerima pengaduan seperti ini. Sudah berkali-kali,” ungkap Supriatna.
Ia pun mendesak agar pemerintah segera melakukan investigasi terhadap pengaduan ini.
“Saya juga minta agar Bupati mempertimbangkan kembali izin rumah sakit swasta itu,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Buleleng dr. IGN Mahapramana yang dihubungi terpisah, mengaku belum menerima pengaduan tersebut.
Menurutnya hingga kini ia belum mendengar ada RS swasta yang menolak atau memulangkan pasien, hanya karena hasil rapid test-nya dinyatakan reaktif.
“Kami baru rapat tadi dengan manajemen rumah sakit swasta. Mereka malah sedang mempersiapkan ruangan untuk pasien terkonfirmasi positif covid,” kata Mahapramana.
Ia menegaskan bahwa informasi dari dewan belum sampai ke dirinya. Kalau toh informasi itu benar adanya, ia mengaku akan melakukan pembinaan lebih dulu.
Sebab pemerintah tak bisa langsung mencabut izin operasional rumah sakit. “Kalau toh benar ada yang tidak mau memberikan pelayanan,
akan ada pembinaan terlebih dahulu. Kalau sampai mencabut izin rumah sakit, itu terlalu jauh berpikirnya,” tukasnya.