32.6 C
Jakarta
8 September 2024, 9:50 AM WIB

Dampak Pembatasan Operasional Pasar, Volume Sampah di Buleleng Turun

SINGARAJA – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng menyebut volume sampah di Kabupaten Buleleng kini mengalami penurunan.

Turunnya volume sampah itu dipicu sejumlah kebijakan yang diberlakukan selama masa pandemi covid-19. Salah satunya pembatasan jam operasional di pasar tradisional dan toko modern.

Kepala DLH Buleleng Putu Ariadi Pribadi mengatakan, sejak 14 Maret hingga 30 April lalu, volume sampah di Buleleng terus menunjukkan trend penurunan.

Biasanya dalam sehari volume sampah yang masuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bengkala mencapai 426 kubik per hari. Namun dalam 1,5 bulan terakhir, volume sampah yang masuk TPA Bengkala mencapai 403 kubik per harinya.

“Kalau dirata-ratakan itu ada penurunan 5,4 persen dari kondisi normal. Ini memang ada beberapa faktor pemicu, yang menyebabkan volume sampah turun,” kata Ariadi.

Ariadi menyebut salah satu kebijakan yang berdampak ialah pembatasan jam operasional pasar tradisional maupun toko.

Selain itu kebijakan belajar di rumah yang diterapkan di sekolah dan kampus, juga turut memengaruhi volume sampah.

“Di kantor pemerintahan juga sudah diterapkan WFH (work from home/kerja di rumah). Jadi sekarang yang masuk ke TPA Bengkala itu memang benar-benar sampah rumah tangga saja,” imbuhnya.

Meski volume sampah sudah turun, Ariadi yang juga mantan Camat Gerokgak itu mengakui pemilahan sampah di tingkat rumah tangga belum optimal.

Dampaknya, DLH Buleleng harus menempatkan personil cukup banyak di sejumlah titik untuk melakukan pemilahan sampah.

Para personil itu ditempatkan di Transfer Depo Seroja, Transfer Depo Kaliasem, dan TPA Bengkala. Mereka bertugas memilah sampah organik dan non organik.

Selanjutnya sampah organik dibawa ke composting plant di Jagaraga. Sementara sampah anorganik biasanya diambil oleh pemulung.

“Mestinya momen covid ini bisa jadi pemicu masyarakat melakukan pemilahan. Karena aktifitasnya sudah lebih banyak di rumah.

Tidak perlu seperti di Jepang yang memilah 8 jenis sampah. Pilah antara sampah organik dan anorganik saja sudah cukup,” demikian Ariadi. 

SINGARAJA – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng menyebut volume sampah di Kabupaten Buleleng kini mengalami penurunan.

Turunnya volume sampah itu dipicu sejumlah kebijakan yang diberlakukan selama masa pandemi covid-19. Salah satunya pembatasan jam operasional di pasar tradisional dan toko modern.

Kepala DLH Buleleng Putu Ariadi Pribadi mengatakan, sejak 14 Maret hingga 30 April lalu, volume sampah di Buleleng terus menunjukkan trend penurunan.

Biasanya dalam sehari volume sampah yang masuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bengkala mencapai 426 kubik per hari. Namun dalam 1,5 bulan terakhir, volume sampah yang masuk TPA Bengkala mencapai 403 kubik per harinya.

“Kalau dirata-ratakan itu ada penurunan 5,4 persen dari kondisi normal. Ini memang ada beberapa faktor pemicu, yang menyebabkan volume sampah turun,” kata Ariadi.

Ariadi menyebut salah satu kebijakan yang berdampak ialah pembatasan jam operasional pasar tradisional maupun toko.

Selain itu kebijakan belajar di rumah yang diterapkan di sekolah dan kampus, juga turut memengaruhi volume sampah.

“Di kantor pemerintahan juga sudah diterapkan WFH (work from home/kerja di rumah). Jadi sekarang yang masuk ke TPA Bengkala itu memang benar-benar sampah rumah tangga saja,” imbuhnya.

Meski volume sampah sudah turun, Ariadi yang juga mantan Camat Gerokgak itu mengakui pemilahan sampah di tingkat rumah tangga belum optimal.

Dampaknya, DLH Buleleng harus menempatkan personil cukup banyak di sejumlah titik untuk melakukan pemilahan sampah.

Para personil itu ditempatkan di Transfer Depo Seroja, Transfer Depo Kaliasem, dan TPA Bengkala. Mereka bertugas memilah sampah organik dan non organik.

Selanjutnya sampah organik dibawa ke composting plant di Jagaraga. Sementara sampah anorganik biasanya diambil oleh pemulung.

“Mestinya momen covid ini bisa jadi pemicu masyarakat melakukan pemilahan. Karena aktifitasnya sudah lebih banyak di rumah.

Tidak perlu seperti di Jepang yang memilah 8 jenis sampah. Pilah antara sampah organik dan anorganik saja sudah cukup,” demikian Ariadi. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/