29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 3:23 AM WIB

Skema Pembayaran Pasar Banyuasri, Pemerintah Abaikan Opsi Pinjaman

SINGARAJA – Skema pinjaman daerah untuk menyelesaikan pembayaran proyek revitalisasi Pasar Banyuasri, diabaikan pemerintah.

Pemkab Buleleng lebih memilih mencari opsi lain untuk membiayai proyek tersebut. Sebab ada setumpuk persyaratan yang harus dipenuhi, bila pemerintah hendak mengambil pinjaman.

Saat ini proyek revitalisasi Pasar Banyuasri memang berpotensi gagal bayar. Anggaran yang tersisa saat ini hanya cukup untuk membayar pekerjaan termin bulan Juli.

Sementara untuk Agustus hingga Desember, belum ada anggaran yang disiapkan. Semestinya anggaran untuk pembayaran termin pekerjaan bulan Agustus hingga Desember, sudah harus dianggarkan pada APBD Perubahan 2020.

APBD Perubahan 2020 pun faktanya hingga kini belum dibahas. Bahkan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) belum diajukan.

Sekkab Buleleng Gede Suyasa mengatakan, anggaran untuk proyek revitalisasi Pasar Banyuasri terpaksa dipangkas saat refocusing anggaran.

Sebab Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) dan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) mewajibkan pemangkasan belanja modal hingga 50 persen.

“Belanja modal terbesar kita di Buleleng untuk tahun 2020 itu ada di Pasar Banyuasri. Kalau tidak dilakukan refocusing, tidak memenuhi ketentuan. Tapi kalau refocusing, resikonya seperti yang kita hadapi saat ini,” kata Suyasa.

Suyasa menyatakan pemerintah telah melakukan pembahasan sejumlah skema untuk memenuhi pembayaran proyek.

Suyasa telah meminta Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Buleleng I Putu Adiptha Ekaputra, melakukan pembicaraan dengan rekanan.

Opsi yang muncul diantaranya melakukan perpanjangan durasi pelaksanaan proyek. Rencananya proyek yang harusnya tuntas pada Desember 2020, akan menjalani adendum.

Proyek diharapkan bisa tuntas pada Januari atau Februari 2021. “Selama ini ketakutannya kan kalau durasi mundur, harga bahan bangunan mengalami kenaikan.

Tapi, kalau bisa mundur tidak sampai 4 bulan, tuntas Januari-Februari, harganya tidak naik, tentu pemerintah tidak dirugikan. Ini yang sedang dirancang untuk jadi keputusan,” imbuhnya.

Bagaimana dengan skema pinjaman daerah? Suyasa mengatakan, opsi pinjaman daerah akan menjadi alternatif terakhir.

Sebab ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi sebelum pemerintah mengajukan pinjaman. Seperti kemampuan bayar, celah fiskal di APBD, hingga sisa masa jabatan kepala daerah.

“Tapi kalau rekanan yang pinjam ke bank dan bunganya dibayar daerah, itu lain lagi skemanya,” tukas Suyasa.

Seperti diberitakan sebelumnya Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna sempat melontarkan ide agar pemerintah mengajukan pinjaman daerah.

Sehingga pemerintah memiliki cukup dana untuk membayar pekerjaan revitalisasi Pasar Banyuasri. Mengingat kebutuhan dana untuk pembayaran proyek itu mencapai Rp 56 miliar. 

SINGARAJA – Skema pinjaman daerah untuk menyelesaikan pembayaran proyek revitalisasi Pasar Banyuasri, diabaikan pemerintah.

Pemkab Buleleng lebih memilih mencari opsi lain untuk membiayai proyek tersebut. Sebab ada setumpuk persyaratan yang harus dipenuhi, bila pemerintah hendak mengambil pinjaman.

Saat ini proyek revitalisasi Pasar Banyuasri memang berpotensi gagal bayar. Anggaran yang tersisa saat ini hanya cukup untuk membayar pekerjaan termin bulan Juli.

Sementara untuk Agustus hingga Desember, belum ada anggaran yang disiapkan. Semestinya anggaran untuk pembayaran termin pekerjaan bulan Agustus hingga Desember, sudah harus dianggarkan pada APBD Perubahan 2020.

APBD Perubahan 2020 pun faktanya hingga kini belum dibahas. Bahkan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) belum diajukan.

Sekkab Buleleng Gede Suyasa mengatakan, anggaran untuk proyek revitalisasi Pasar Banyuasri terpaksa dipangkas saat refocusing anggaran.

Sebab Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) dan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) mewajibkan pemangkasan belanja modal hingga 50 persen.

“Belanja modal terbesar kita di Buleleng untuk tahun 2020 itu ada di Pasar Banyuasri. Kalau tidak dilakukan refocusing, tidak memenuhi ketentuan. Tapi kalau refocusing, resikonya seperti yang kita hadapi saat ini,” kata Suyasa.

Suyasa menyatakan pemerintah telah melakukan pembahasan sejumlah skema untuk memenuhi pembayaran proyek.

Suyasa telah meminta Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Buleleng I Putu Adiptha Ekaputra, melakukan pembicaraan dengan rekanan.

Opsi yang muncul diantaranya melakukan perpanjangan durasi pelaksanaan proyek. Rencananya proyek yang harusnya tuntas pada Desember 2020, akan menjalani adendum.

Proyek diharapkan bisa tuntas pada Januari atau Februari 2021. “Selama ini ketakutannya kan kalau durasi mundur, harga bahan bangunan mengalami kenaikan.

Tapi, kalau bisa mundur tidak sampai 4 bulan, tuntas Januari-Februari, harganya tidak naik, tentu pemerintah tidak dirugikan. Ini yang sedang dirancang untuk jadi keputusan,” imbuhnya.

Bagaimana dengan skema pinjaman daerah? Suyasa mengatakan, opsi pinjaman daerah akan menjadi alternatif terakhir.

Sebab ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi sebelum pemerintah mengajukan pinjaman. Seperti kemampuan bayar, celah fiskal di APBD, hingga sisa masa jabatan kepala daerah.

“Tapi kalau rekanan yang pinjam ke bank dan bunganya dibayar daerah, itu lain lagi skemanya,” tukas Suyasa.

Seperti diberitakan sebelumnya Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna sempat melontarkan ide agar pemerintah mengajukan pinjaman daerah.

Sehingga pemerintah memiliki cukup dana untuk membayar pekerjaan revitalisasi Pasar Banyuasri. Mengingat kebutuhan dana untuk pembayaran proyek itu mencapai Rp 56 miliar. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/