RadarBali.com – Tunjangan transportasi bagi anggota DPRD Buleleng, terancam hanya dibayarkan separo.
Penyebabnya, pemerintah dan DPRD beda persepsi terhadap metode pembayaran tunjangan. Selain itu alokasi tunjangan anggota DPRD Buleleng juga tidak dianggarkan secara penuh.
Para anggota DPRD Buleleng kini memang mendapat tambahan tunjangan, yang berasal dari tunjangan transportasi.
Masing-masing anggota akan mendapatkan tambahan tunjangan senilai Rp 11,8 juta per bulan. Anggaran itu hanya dialokasikan bagi para anggota saja.
Sementara unsur pimpinan, baik itu ketua maupun wakil ketua, tidak mendapat tunjangan transportasi karena sudah mendapat fasilitas mobil dinas yang melekat sesuai protokoler.
Tambahan tunjangan itu pun telah diatur dalam Perda Kabupaten Buleleng Nomor 4 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administrasi Pimpinan dan Anggota DPRD Buleleng tanggal 2 Agustus 2017.
Sementara masalah nominal, diatur dalam Peraturan Bupati Buleleng Nomor 63 Tahun 2017 tertanggal 2 Oktober 2017.
Masalah pun timbul. DPRD Buleleng berasumsi bahwa tunjangan transportasi itu dibayarkan terhitung sejak perda disahkan.
Sementara pemerintah berasumsi tunjangan dibayarkan sejak perbup ditandatangani. Bahkan dalam APBD Perubahan 2017, pemerintah disebut hanya menganggarkan tunjangan itu selama tiga bulan.
Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna mengatakan, semestinya tunjangan itu dibayarkan sejak diundangkan. Hal itu juga sudah sesuai dengan hasil konsutlasi DPRD Buleleng ke Kementerian Dalam Negeri belum lama ini.
Hanya saja, anggaran yang tercantum dalam APBD Perubahan terlanjur tercantum selama tiga bulan. Dewan pun risau hal itu akan menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Bukan masalah nominal ya. Karena ini masalah hak dan kewajiban. Ini kan memang sudah aturan,” kata Supriatna saat ditemui di ruang kerjanya, siang kemarin.
Menurut Supriatna, hal itu berpotensi menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan. “Karena ini memang hak, sudah ada aturan yang mengatur.
Kalau diundangkan Agustus, tapi dianggarkan tiga bulan, ini bisa jadi temuan. Kami kalau harus dibayar tiga bulan, tidak masalah. Tapi harus ditegaskan juga, aturannya bagaimana,” imbuh politisi PDI Perjuangan itu.
Sementara itu Kabag Hukum Setda Buleleng, Bagus Gede Berata mengatakan, pemerintah masih menunggu fatwa dari Biro Hukm Pemprov Bali.
Rencananya ia akan melakukan konsultasi Rabu (8/11) besok, bersama dengan Badan Keuangan Daerah (BKD) dan Sekretariat DPRD Buleleng untuk menyamakan persepsi.
“Sementara ini belum ada keputusan. Kami maish konsultasikan dulu ke biro hukum. Memang dari keterangan teman-teman daerah lain, disarankan mengacu pada perda. Tapi kami perlu meminta fatwa, sebelum menerapkannya,” kata Berata.
Disinggung masalah alokasi tunjangan yang hanya dianggarkan selama tiga bulan, Berata mengaku tak mengetahuinya secara pasti.
“Masalah itu teknis sekali. Mungkin bisa ditanyakan besok ke BKD (Badan Keuangan Daerah, Red) seperti apa. Beliau yang lebih paham,” tandasnya.