SINGARAJA – Merebaknya fenomena colek pamor di Kabupaten Buleleng, hendaknya digunakan sebagai momen untuk mulat sarira.
Fenomena itu dianggap sebagai sebuah peringatan terkait situasi dan kondisi alam yang terjadi terkini. Fenomena colek pamor sempat muncul pada Sabtu (3/11) malam lalu.
Tanda itu baru disadari warga pada Minggu (4/11) pagi. Banyak warga yang bertanya-tanya pertanda apa sebenarnya tanda tersebut. Namun, ada pula yang tak ambil pusing dengan hal tersebut.
Sulinggih dari Griya Penarungan, Ida Bhawati Hermawan Tangkas mengungkapkan, fenomena colek pamor tidak disebutkan dalam sastra agama Hindu.
Namun bila dilihat dari fenomena serupa yang terjadi bertahun-tahun silam, ia menduga fenomena itu muncul sebagai simbol peringatan.
“Fenomena ini terjadi sudah di luar jangkauan manusia, di luar akal sehat. Karena tidak mungkin dilakukan manusia. Inilah kebesaran Tuhan yang harus disikapi dengan bijaksana,” katanya.
Merujuk fenomena colek pamor tapak dara yang pernah terjadi belasan tahun silam, Ida Bhawati menyebutnya sebagai sebuah peringatan dan kesempatan bagi umat untuk mulat sarira.
Terlebih dalam beberapa bulan terakhir bencana alam terus terjadi. Untuk itu pihaknya menghimbau agar umat tidak khawatir.
“Sekarang bagaimana umat agar tetap berbenah dan peduli pada lingkungan tetap menjaga alam. Tetap menjaga hubungan harmonis dengan sesama, juga tetap ingat pada Tuhan,” tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, fenomena colek pamor merebak di Kabupaten Buleleng. Fenomena ini merebak di sejumlah desa, diantaranya di Desa Pejarakan, Desa Patas, Kelurahan Beratan, dan Desa Tejakula.
Tanda ini biasanya ditemukan pada pelinggih jro gede maupun pelinggih rong tiga di halaman rumah.