25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:15 AM WIB

Eksistensi Catur Desa Terancam Kandas, Buleleng Serahkan ke Pemprov

SINGARAJA – Rencana Tim 9 Catur Desa Adat Dalem Tamblingan meminta pengakuan pemerintah terhadap eksistensi masyarakat adat setempat, terancam kandas.

Pemerintah Kabupaten Buleleng menolak mengeluarkan rekomendasi. Pemkab menyebut hal itu menjadi kewenangan Pemprov Bali.

Tim 9 Catur Desa kembali mendatangi Pemkab Buleleng. Tim 9 dipimpin Ketua Tim, Jro Putu Ardana.

Dari pihak pemerintah hadir Asisten Tata Pemerintahan Putu Karuna, Kabag Hukum Bagus Made Berata, serta Ketua Majelis Madya Desa Adat Buleleng Dewa Putu Budarsa.

Ditemui usai rapat, Asisten Tata Pemerintahan Setda Buleleng menyebut Tim 9 meminta agar keberadaan catur desa diakui dan dikukuhkan.

Sementara saat ini di wewidangan Catur Desa Adat Dalem Tambling, telah berdiri empat desa adat yang berbeda.

Masing-masing Desa Adat Munduk, Desa Adat Gobleg, Desa Adat Gesing, dan Desa Adat Umajero.

“Kalau secara historis, dulu memang ada. tapi berdasar perda, sekarang (empat desa) berdiri sendiri.

Permohonannya sebenarnya bagus, mau mengembalikan seperti dulu. Sekarang pun keempat desa adat ini masih kompak dalam berbagai upacara,” kata Karuna.

Solusinya, pemerintah bersama Majelis Madya Desa Adat, dan Tim 9, akan melakukan konsultasi ke Pemprov Bali.

Sebab kewenangan soal pemekaran dan penggabungan desa adat, berada di tangan Pemprov Bali.

Sementara itu, Ketua Tim 9 Catur Desa Dalem Tamblingan, Jro Putu Ardana menyebut pemahaman pemerintah terhadap keinginan Catur Desa, terkesan nyaplir.

Dalam permohonan itu, Tim 9 sama sekali tak menyentuh keberadaan empat desa adat yang kini sudah eksis.

“Kami hanya meminta pengakuan terhadap masyarakat hukum adat Dalem Tamblingan. Itu saja. Masyarakat Adat Dalem Tamblingan itu kan nyata adanya, dan masih eksis sampai sekarang,” kata Ardana.

Ia menegaskan, Catur Desa Dalem Tamblingan tak akan mengusik keberadaan desa adat. Sebab secara institusi, tidak ada keterkaitan.

“Secara wilayah, iya kami ada di empat desa adat itu. Tapi secara institusi, tidak terkait. Konteksnya untuk menguatkan eksistensi dan nilai-nilai adat yang kami yakini di dalamnya,” tukas Ardana. 

SINGARAJA – Rencana Tim 9 Catur Desa Adat Dalem Tamblingan meminta pengakuan pemerintah terhadap eksistensi masyarakat adat setempat, terancam kandas.

Pemerintah Kabupaten Buleleng menolak mengeluarkan rekomendasi. Pemkab menyebut hal itu menjadi kewenangan Pemprov Bali.

Tim 9 Catur Desa kembali mendatangi Pemkab Buleleng. Tim 9 dipimpin Ketua Tim, Jro Putu Ardana.

Dari pihak pemerintah hadir Asisten Tata Pemerintahan Putu Karuna, Kabag Hukum Bagus Made Berata, serta Ketua Majelis Madya Desa Adat Buleleng Dewa Putu Budarsa.

Ditemui usai rapat, Asisten Tata Pemerintahan Setda Buleleng menyebut Tim 9 meminta agar keberadaan catur desa diakui dan dikukuhkan.

Sementara saat ini di wewidangan Catur Desa Adat Dalem Tambling, telah berdiri empat desa adat yang berbeda.

Masing-masing Desa Adat Munduk, Desa Adat Gobleg, Desa Adat Gesing, dan Desa Adat Umajero.

“Kalau secara historis, dulu memang ada. tapi berdasar perda, sekarang (empat desa) berdiri sendiri.

Permohonannya sebenarnya bagus, mau mengembalikan seperti dulu. Sekarang pun keempat desa adat ini masih kompak dalam berbagai upacara,” kata Karuna.

Solusinya, pemerintah bersama Majelis Madya Desa Adat, dan Tim 9, akan melakukan konsultasi ke Pemprov Bali.

Sebab kewenangan soal pemekaran dan penggabungan desa adat, berada di tangan Pemprov Bali.

Sementara itu, Ketua Tim 9 Catur Desa Dalem Tamblingan, Jro Putu Ardana menyebut pemahaman pemerintah terhadap keinginan Catur Desa, terkesan nyaplir.

Dalam permohonan itu, Tim 9 sama sekali tak menyentuh keberadaan empat desa adat yang kini sudah eksis.

“Kami hanya meminta pengakuan terhadap masyarakat hukum adat Dalem Tamblingan. Itu saja. Masyarakat Adat Dalem Tamblingan itu kan nyata adanya, dan masih eksis sampai sekarang,” kata Ardana.

Ia menegaskan, Catur Desa Dalem Tamblingan tak akan mengusik keberadaan desa adat. Sebab secara institusi, tidak ada keterkaitan.

“Secara wilayah, iya kami ada di empat desa adat itu. Tapi secara institusi, tidak terkait. Konteksnya untuk menguatkan eksistensi dan nilai-nilai adat yang kami yakini di dalamnya,” tukas Ardana. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/