27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 7:20 AM WIB

Upah Pungut Sampah Plastik Dihentikan, Bank Sampah Protes

SINGARAJA – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng dikabarkan menghentikan kebijakan pengumpulan sampah plastik berupa tas kresek.

Kebijakan itu disebut sudah dihentikan sejak kurang lebih enam bulan terakhir. Sebenarnya sejak 2012 DLH Buleleng memberikan kebijakan upah pungut sampah plastik.

Sampah-sampah berupa tas kresek, sisa bungkus makanan, dan sampah plastik lain yang tak bisa didaur ulang, dikumpulkan di DLH.

Masyarakat yang membawa sampah itu, diberikan insentif upah pungut sebesar Rp 1.500 per kilogram.

Upaya ini pun dinilai cukup efektif mengurangi timbunan sampah plastik. Mengingat sebagian besar sampah plastik yang tak tertangani, berupa plastik kresek maupun sisa bungkus makanan ringan.

Terbukti di sejumlah bank sampah, banyak masyarakat yang menyetorkan sampah plastik. Kini seiring dengan dihentikannya kebijakan tersebut, bank sampah pun turut kelimpungan.

Pasalnya tidak pernah ada sosialisasi, soal penghentian kebijakan tersebut. “Setahu saya, yang saya alami sudah enam bulan ini tas kresek itu tidak diambil lagi.

Biasanya kan kami setor ke DLH. Mulai minggu ini terpaksa kami tidak ambil sampah lagi. Masyarakat banyak sih yang komplain. Tapi mau bagaimana lagi,” kata Made Panca Yasa, Ketua Bank Sampah Sawan.

Selama ini masyarakat yang membawa sampah plastik ke Bank Sampah Sawan, disebut cukup banyak.

Dalam sepekan setidaknya 10 kilogram plastik kresek, bisa dikumpulkan para nasabah di sana. Pengelola pun tak bisa berbuat banyak, selain menghentikan pengumpulan sampah jenis tersebut.

Konon kondisi ini bukan hanya dialami oleh bank sampah di Desa Sawan saja. Namun juga dialami sejumlah bank sampah lain, seperti di Desa Kalibukbuk, Desa Sari Mekar, dan Desa Selat.

Bahkan, dua desa terakhir selalu mengumpulkan sampah tas kresek dalam jumlah besar.

Sementara itu Kepala DLH Buleleng Putu Ariadi Pribadi membantah kebijakan tersebut dihentikan.

Ia menyebut pemerintah masih melakukan evaluasi terhadap Peraturan Bupati Buleleng Nomor 43 Tahun 2012 yang mengatur soal pemberian insentif upah pungut itu.

“Tidak kami berhentikan, tapi masih evaluasi. Sementara ya kami tunda dulu sampai ada evaluasi kebijakan.

Kami masih kaji bersama Inspektorat, Badan Keuangan, dan Bagian Hukum. Aturannya ini kan sudah jalan lima tahun, jadi wajar ada proses evaluasi,” kata Ariadi.

Menurutnya DLH masih mencari solusi untuk penyaluran sampah plastik tersebut pada pihak rekanan. Sebab selama ini sampah-sampah berupa tas kresek itu, masih menumpuk di TPA Bengkala.

Nantinya dalam proses evaluasi itu, DLH bersama sejumlah instansi terkait akan melakukan penyempurnaan pada poin-poin yang tercantum dalam perbup tersebut.

Apabila dianggap sudah sesuai, tak menutup kemungkinan kebijakan upah pungut sampah itu dilanjutkan kembali. 

SINGARAJA – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng dikabarkan menghentikan kebijakan pengumpulan sampah plastik berupa tas kresek.

Kebijakan itu disebut sudah dihentikan sejak kurang lebih enam bulan terakhir. Sebenarnya sejak 2012 DLH Buleleng memberikan kebijakan upah pungut sampah plastik.

Sampah-sampah berupa tas kresek, sisa bungkus makanan, dan sampah plastik lain yang tak bisa didaur ulang, dikumpulkan di DLH.

Masyarakat yang membawa sampah itu, diberikan insentif upah pungut sebesar Rp 1.500 per kilogram.

Upaya ini pun dinilai cukup efektif mengurangi timbunan sampah plastik. Mengingat sebagian besar sampah plastik yang tak tertangani, berupa plastik kresek maupun sisa bungkus makanan ringan.

Terbukti di sejumlah bank sampah, banyak masyarakat yang menyetorkan sampah plastik. Kini seiring dengan dihentikannya kebijakan tersebut, bank sampah pun turut kelimpungan.

Pasalnya tidak pernah ada sosialisasi, soal penghentian kebijakan tersebut. “Setahu saya, yang saya alami sudah enam bulan ini tas kresek itu tidak diambil lagi.

Biasanya kan kami setor ke DLH. Mulai minggu ini terpaksa kami tidak ambil sampah lagi. Masyarakat banyak sih yang komplain. Tapi mau bagaimana lagi,” kata Made Panca Yasa, Ketua Bank Sampah Sawan.

Selama ini masyarakat yang membawa sampah plastik ke Bank Sampah Sawan, disebut cukup banyak.

Dalam sepekan setidaknya 10 kilogram plastik kresek, bisa dikumpulkan para nasabah di sana. Pengelola pun tak bisa berbuat banyak, selain menghentikan pengumpulan sampah jenis tersebut.

Konon kondisi ini bukan hanya dialami oleh bank sampah di Desa Sawan saja. Namun juga dialami sejumlah bank sampah lain, seperti di Desa Kalibukbuk, Desa Sari Mekar, dan Desa Selat.

Bahkan, dua desa terakhir selalu mengumpulkan sampah tas kresek dalam jumlah besar.

Sementara itu Kepala DLH Buleleng Putu Ariadi Pribadi membantah kebijakan tersebut dihentikan.

Ia menyebut pemerintah masih melakukan evaluasi terhadap Peraturan Bupati Buleleng Nomor 43 Tahun 2012 yang mengatur soal pemberian insentif upah pungut itu.

“Tidak kami berhentikan, tapi masih evaluasi. Sementara ya kami tunda dulu sampai ada evaluasi kebijakan.

Kami masih kaji bersama Inspektorat, Badan Keuangan, dan Bagian Hukum. Aturannya ini kan sudah jalan lima tahun, jadi wajar ada proses evaluasi,” kata Ariadi.

Menurutnya DLH masih mencari solusi untuk penyaluran sampah plastik tersebut pada pihak rekanan. Sebab selama ini sampah-sampah berupa tas kresek itu, masih menumpuk di TPA Bengkala.

Nantinya dalam proses evaluasi itu, DLH bersama sejumlah instansi terkait akan melakukan penyempurnaan pada poin-poin yang tercantum dalam perbup tersebut.

Apabila dianggap sudah sesuai, tak menutup kemungkinan kebijakan upah pungut sampah itu dilanjutkan kembali. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/