29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:53 AM WIB

Bikin Mewek, Nenek Renta Rawat Cucu Difabel Seorang Diri

GIANYAR – Nasib Ni Wayan Kolok, 24, warga Banjar Ponggang, Desa Puhu, Kecamatan Payangan sungguh kurang beruntung.

Tubuhnya tidak tumbuh normal. Dalam keterbatasan itu, dia hanya diasuh oleh neneknya, Ni Wayan Tagel, 80. Sang nenek merawat cucunya mulai makan sehari-hari, mandi, hingga membersihkan kotoran cucunya.

Termasuk membersihkan darah haid cucunya. “Dia lahir diluar nikah. Dari kecil memang saya yang ngasuh. Ibunya pilih menikah lagi,” ujar Ni Wayan Tagel kemarin.

Ibu gadis itu, telah menikah di banjar itu juga, namun beda rumah. Setiap 3 hari sekali, rutin datang menjenguk. “Kadang kalau rambutnya panjang, dipotong sama ibunya,” jelasnya.

Sehari-hari, ketika ibunya ke tempat suaminya, sang cucu dirawat oleh neneknya. Saat Ni Wayan Kolok masih kecil, neneknya masih biasa mengajaknya kesana-kemari termasuk sembahyang ke Pura.

Namun, setelah tubuh cucunya besar, nenek yang terus menua tak sanggup lagi menggendong. Saat ini, sang nenek tambah repot. “Kalau ditinggal kasihan. Dia tidak bisa bicara, juga tidak bisa berjalan,” jelasnya.

Selain mengasuh layaknya bayi, neneknya juga sering begadang jika malam hari, terutama jika mendengar suara gamelan.

“Kalau pas ada suara gamelan, dia pasti bangun dan terus bilang aa, aa, aa, kayak mau bilang sesuatu. Karena waktu kecil, dia suka dengar dan lihat orang megambel,” kenangnya.

Mirisnya lagi, selama bertahun-tahun pondok yang ditinggali itu sempat tidak tersentuh aliran listrik.

Beruntung ada donatur yang menyumbang lampu panel tenaga surya, sehingga tiap malam minimal ada secercah cahaya dalam pondok gelap yang disekelilingnya adalah tegalan.

“Siangnya harus dijemur, kalau tidak ada matahari atau pas hujan. Malamnya lampu tidak bisa hidup, pasti gelap,” ujarnya.

Untuk air, keluarga itu memperoleh sumbangan dari warga setempat lengkap dengan meteran dan satu keran. Hanya saja, pondok ini tidak memiliki kamar mandi.

Sehingga tiap kali BAB,  si nenek harus ke kali sebelah barat rumahnya. Sementara Ni Wayan Kolok cukup dimandikan dalam ember di bawah kucuran air keran.

“Mandinya jarang, karena tyang (saya, red) nggak kuat ngangkat. Kalau pas kebetulan datang adiknya (adik tiri, anak dari ibunya yang telah menikah lagi, red) baru tyang mandikan,” jelasnya.

Sedangkan makan dan minum, masih disuapi. Kondisi Wayan Kolok pun diakui cukup sering mendapat bantuan.

Termasuk menerima bantuan dua kursi roda dan akses turun dari bale menuju halaman. “Sudah, sudah banyak yang bantu, banyak yang prihatin.

Dia dikasih kursi roda dan dibuatkan jalan turun. Tapi tyang sendiri tidak kuat ngajak cucu tyang niki naik turun,” pungkasnya.

GIANYAR – Nasib Ni Wayan Kolok, 24, warga Banjar Ponggang, Desa Puhu, Kecamatan Payangan sungguh kurang beruntung.

Tubuhnya tidak tumbuh normal. Dalam keterbatasan itu, dia hanya diasuh oleh neneknya, Ni Wayan Tagel, 80. Sang nenek merawat cucunya mulai makan sehari-hari, mandi, hingga membersihkan kotoran cucunya.

Termasuk membersihkan darah haid cucunya. “Dia lahir diluar nikah. Dari kecil memang saya yang ngasuh. Ibunya pilih menikah lagi,” ujar Ni Wayan Tagel kemarin.

Ibu gadis itu, telah menikah di banjar itu juga, namun beda rumah. Setiap 3 hari sekali, rutin datang menjenguk. “Kadang kalau rambutnya panjang, dipotong sama ibunya,” jelasnya.

Sehari-hari, ketika ibunya ke tempat suaminya, sang cucu dirawat oleh neneknya. Saat Ni Wayan Kolok masih kecil, neneknya masih biasa mengajaknya kesana-kemari termasuk sembahyang ke Pura.

Namun, setelah tubuh cucunya besar, nenek yang terus menua tak sanggup lagi menggendong. Saat ini, sang nenek tambah repot. “Kalau ditinggal kasihan. Dia tidak bisa bicara, juga tidak bisa berjalan,” jelasnya.

Selain mengasuh layaknya bayi, neneknya juga sering begadang jika malam hari, terutama jika mendengar suara gamelan.

“Kalau pas ada suara gamelan, dia pasti bangun dan terus bilang aa, aa, aa, kayak mau bilang sesuatu. Karena waktu kecil, dia suka dengar dan lihat orang megambel,” kenangnya.

Mirisnya lagi, selama bertahun-tahun pondok yang ditinggali itu sempat tidak tersentuh aliran listrik.

Beruntung ada donatur yang menyumbang lampu panel tenaga surya, sehingga tiap malam minimal ada secercah cahaya dalam pondok gelap yang disekelilingnya adalah tegalan.

“Siangnya harus dijemur, kalau tidak ada matahari atau pas hujan. Malamnya lampu tidak bisa hidup, pasti gelap,” ujarnya.

Untuk air, keluarga itu memperoleh sumbangan dari warga setempat lengkap dengan meteran dan satu keran. Hanya saja, pondok ini tidak memiliki kamar mandi.

Sehingga tiap kali BAB,  si nenek harus ke kali sebelah barat rumahnya. Sementara Ni Wayan Kolok cukup dimandikan dalam ember di bawah kucuran air keran.

“Mandinya jarang, karena tyang (saya, red) nggak kuat ngangkat. Kalau pas kebetulan datang adiknya (adik tiri, anak dari ibunya yang telah menikah lagi, red) baru tyang mandikan,” jelasnya.

Sedangkan makan dan minum, masih disuapi. Kondisi Wayan Kolok pun diakui cukup sering mendapat bantuan.

Termasuk menerima bantuan dua kursi roda dan akses turun dari bale menuju halaman. “Sudah, sudah banyak yang bantu, banyak yang prihatin.

Dia dikasih kursi roda dan dibuatkan jalan turun. Tapi tyang sendiri tidak kuat ngajak cucu tyang niki naik turun,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/