26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 5:10 AM WIB

Tunggakan PDAM Naik Lima Kali Lipat, Tapi Tak Sampai Hati Menyegel

SINGARAJA – Beban piutang Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Tirta Hita Buleleng terus menggunung. Selama masa pandemi, banyak pelanggan perusahaan yang memutuskan menunda membayar kewajiban mereka. Tak pelak hal itu berdampak pada kondisi keuangan pemerintah, hingga memaksa direksi melakukan efisiensi.

 

Dirut Perumda Tirta Hita, Made Lestariana mengatakan, tunggakan pembayaran rekening air terus menggunung. Pada tahun 2019 lalu, rata-rata tunggakan pembayaran mencapai 500 orang pelanggan per bulan. Namun pada tahun 2020 lalu, saat pandemi melanda, tunggakan pembayaran mencapai 2.000 orang pelanggan per bulan.

 

Tak pelak nominal beban tunggakan juga meningkat. Jika pada tahun buku 2019, tunggakannya hanya sekitar Rp 200 juta. Tapi tahun lalu sudah mendekati angka Rp 1 miliar. Atau naik lima kali lipat.

 

“Kalau sampai sekarang ada yang sudah menunggak 10 bulan, malah ada yang sudah 12 bulan,” kata Lestariana saat ditemui kemarin (9/3).

 

Pelanggan yang menunggak pembayaran rekening semestinya dikenakan sanksi penyegelan atau pencabutan sambungan rumah. Namun pada masa pandemi, perusahaan memilih menunda memberlakukan kebijakan tersebut.

 

Perumda memilih melakukan pendekatan personal. Mulai dari mendorong pelanggan mencicil atau melakukan pembayaran secara bertahap.

 

“Tidak mungkin kami cabut sambungannya. Salah satu langkah pencegahan covid itu kan mencuci tangan secara berkala. Kalau kami cabut sambungan airnya, bagaimana mungkin mencegah covid. Jadi, ya, kami tunda saja dulu. Selama pelanggan ada itikad baik,” imbuhnya.

 

Ia mengaku peningkatan tunggakan itu sangat berdampak pada keuangan perusahaan. Dampaknya perusahaan harus menekan sejumlah biaya. Entah itu beban biaya tetap seperti listrik, beban belanja promosi, belanja sosial, hingga mengurangi kegiatan-kegiatan formal dan seremonial. Upaya itu diakui cukup membantu keberlangsungan perusahaan.

“Sejak tahun lalu, kami juga tidak menaikkan tarif. Selama pandemi masih berlangsung, kami berkomitmen tidak menaikkan tarif,” tukas Lestariana.

 

Asal tahu saja, pada tahun 2020 lalu perusahaan berhasil mengantongi laba bersih sebanyak Rp 10,9 miliar. Dari laba bersih itu, sebanyak Rp 5,75 miliar disetorkan sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Setoran PAD itu lebih banyak dibandingkan pada tahun 2019 lalu, yang berada pada angka Rp 5,17 miliar.

SINGARAJA – Beban piutang Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Tirta Hita Buleleng terus menggunung. Selama masa pandemi, banyak pelanggan perusahaan yang memutuskan menunda membayar kewajiban mereka. Tak pelak hal itu berdampak pada kondisi keuangan pemerintah, hingga memaksa direksi melakukan efisiensi.

 

Dirut Perumda Tirta Hita, Made Lestariana mengatakan, tunggakan pembayaran rekening air terus menggunung. Pada tahun 2019 lalu, rata-rata tunggakan pembayaran mencapai 500 orang pelanggan per bulan. Namun pada tahun 2020 lalu, saat pandemi melanda, tunggakan pembayaran mencapai 2.000 orang pelanggan per bulan.

 

Tak pelak nominal beban tunggakan juga meningkat. Jika pada tahun buku 2019, tunggakannya hanya sekitar Rp 200 juta. Tapi tahun lalu sudah mendekati angka Rp 1 miliar. Atau naik lima kali lipat.

 

“Kalau sampai sekarang ada yang sudah menunggak 10 bulan, malah ada yang sudah 12 bulan,” kata Lestariana saat ditemui kemarin (9/3).

 

Pelanggan yang menunggak pembayaran rekening semestinya dikenakan sanksi penyegelan atau pencabutan sambungan rumah. Namun pada masa pandemi, perusahaan memilih menunda memberlakukan kebijakan tersebut.

 

Perumda memilih melakukan pendekatan personal. Mulai dari mendorong pelanggan mencicil atau melakukan pembayaran secara bertahap.

 

“Tidak mungkin kami cabut sambungannya. Salah satu langkah pencegahan covid itu kan mencuci tangan secara berkala. Kalau kami cabut sambungan airnya, bagaimana mungkin mencegah covid. Jadi, ya, kami tunda saja dulu. Selama pelanggan ada itikad baik,” imbuhnya.

 

Ia mengaku peningkatan tunggakan itu sangat berdampak pada keuangan perusahaan. Dampaknya perusahaan harus menekan sejumlah biaya. Entah itu beban biaya tetap seperti listrik, beban belanja promosi, belanja sosial, hingga mengurangi kegiatan-kegiatan formal dan seremonial. Upaya itu diakui cukup membantu keberlangsungan perusahaan.

“Sejak tahun lalu, kami juga tidak menaikkan tarif. Selama pandemi masih berlangsung, kami berkomitmen tidak menaikkan tarif,” tukas Lestariana.

 

Asal tahu saja, pada tahun 2020 lalu perusahaan berhasil mengantongi laba bersih sebanyak Rp 10,9 miliar. Dari laba bersih itu, sebanyak Rp 5,75 miliar disetorkan sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Setoran PAD itu lebih banyak dibandingkan pada tahun 2019 lalu, yang berada pada angka Rp 5,17 miliar.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/