GIANYAR – Tahun 2022 semua desa di Bali harus bisa mengelola sampah dari sumber. Lima desa di Bali menjadi percontohan.
Lima desa itu, yakni Desa Taro (Kecamatan Tegallalang); Desa Adat Padangtegal (Ubud); Desa Punggul (Kecamatan Abiansemal/Badung); Desa Baktiseraga (Buleleng); dan Desa Paksebali (Kecamatan Dawan/ Klungkung).
Desa Taro, Kecamatan Tegalalang yang memiliki Tempat Pembuangan Sampah Reduce Reuce Recyle (TPS3R) menjadi satu contoh pengolahan sampah terbaik di Bali.
Hal itu terungkap saat launching Keputusan Gubernur Bali Nomor 381/03-P/HK/2021 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/ Kelurahan dan Desa Adat. Dengan tema Desaku Bersih Tanpa Mengotori Desa Lain, acara yang dihadiri sejumlah pejabat teras berlangsung di Wantilan Pura Gunung Raung, Desa Taro, Jumat (9/4).
Dalam sambutannya, Koster mengungkapkan pada 2022, seluruh desa di Bali sudah siap melaksanakan pedoman ini.
“Tahun 2022 harus jalan, tidak ada alasan tidak jalan,” tegasnya.
Koster mencontohkan 5 desa, salah satunya Taro, yang melakukan pengelolaan sampah berbasis sumber secara swadaya. “Ini luar biasa, maka saya sebut pelopor. Menginisiasi, bergerak dengan caranya. Tidak manja, nggak disuruh, tapi bekerja menyelesaikan masalah. Salut saya,” ungkap Koster.
Ditegaskan Koster, kebersihan merupakan hal yang sangat esensial bagi kehidupan. Apalagi Bali sebagai destinasi pariwisata. “Ketika semua desa bisa melaksanakan pedoman ini, tahun 2023 kita bisa nyatakan Bali bersih dalam urusan sampah,” ujarnya.
Desa itu dikatakan mampu mengelola sampah berbasis sumber. Maka itu desa lain seluruh Bali melalui Musyawarah Desa, diminta untuk meniru.
“Porsikan melalui Musdes. Jadi tidak timbulkan beban baru. Itu yang dilakukan oleh 5 desa ini,” jelasnya.
Ditemui terpisah, Kepala Desa Taro, I Wayan Warka, menjelaskan pengelolaan sampah berbasis sumber ini dilakukan awal 2020. Atas inisiatif Yayasan Merah Putih Hijau (MPH) dan Kepala DLH Gianyar, Wayan Kujus Pawitra, yang mengedukasi warga Desa Taro untuk mengelola sampah.
Diperkuat dengan Peraturan Desa (perdes) turunan dari Pergub 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber. Dari Perdes selanjutnya diturunkan lagi dalam pararem dan awig-awig di masing-masing desa adat. Tujuannnya untuk bersinergi menguatkan tugas masing-masing.
“Karena desa adat juga harus bertanggungjawab terhadap warganya, supaya taat tidak lagi membuang sampah ke sembarang tempat,” jelasnya.
Dalam pararem maupun awig-awig, juga mencantumkan sanksi jika ada warga yang melanggar. “Seandainya ada warga yang membuang sampah sembarangan, sanksi pertama ditegur. Kalau masih bandel disobyahkan pada paruman adat. Ketiga, dikenakan sanksi denda 10 Kg beras,” jelasnya.
Namun seampai saat ini, tidak ada satupun warga yang kena sanksi tersebut. “Saat ini belum, dan kami berharap tidak ada yang kena sanksi. Karena bukan denda yang kami inginkan, melainkan edukasi ke masyarakat betapa pentingnya menjaga lingkungan,” jelasnya.
Salah satu bukti meningkatkan kualitas udara maupun air di wilayah Desa Taro yakni kemunculan kembali binatang kunang-kunang saat malam hari. “Menteri Pariwisata Sandiaga Uno pernah menyaksikan langsung betapa indahnya kunang-kunang di Desa Taro saat malam hari,” ungkapnya.
Saat ini, sebanyak 2.261 KK di Desa Taro sudah terbiasa memilah sampah dari rumah tangga. Di antaranya organik, anorganik dan residu. Sistem pengangkutan sampah juga diberikan jadwal sesuai jenis sampah tersebut. Tidak dicampur.
“Semisal Senin khusus pengangkutan sampah organik, maka warga berkewajiban menaruh sampah organik saja di depan rumah,” pungkasnya.