26.3 C
Jakarta
9 Desember 2024, 20:03 PM WIB

Demam Berdarah di Karangasem Kembali Makan Korban, Waspada!

AMLAPURA – Tren angka kasus demam berdarah dengue (DBD) di Karangasem mengalami penurunan dibanding tahun 2020 lalu.

Berdasar data inas Kesehatan Karangasem, kasus DBD terhitung hingga Mei mencapai 103 kasus dengan angka kematian satu orang.

Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Dinkes Karangasem I Wayan Gede Sweca mengungkapkan, kasus DBD di Gumi Lahar dibanding tahun lalu terjadi penurunan.

Angka kasus DBD tahun 2020 terhitung sejak Januari hingga Mei mencapai 609 kasus. Sementara di tahun 2021 pada periode yang sama menjadi 103 kasus.

“Memang terjadi penurunan angka kasus DBD dibanding tahun lalu. Secara kumulatif dalam setahun, tahun 2020 mencapai 9.019 kasus,” ujar I Wayan Gede Sweca.

Untuk angka kematian akibat terjangkit DBD, tahun 2020 lalu sebanyak dua orang. Sedangkan untuk tahun ini baru satu orang yang dinyatakan meninggal akibat DBD.

Itu terjadi di bulan Mei lalu yang merupakan warga asal Kecamatan Kubu. Untuk kecamatan dengan tingkat kasus DBD tertinggi terjadi di Kecamatan Karangasem.

“Tahun ini baru satu orang yang meninggal,” kata Sweca. Disinggung penyebab penurunan ini, Kasi kelahiran Desa Budakeling ini mengungkapkan,

adanya peningkatan kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Mengingat kata dia lingkungan yang bagus dan bersih menjadi salah satu faktor penting untuk bisa terbebas dari kemunculan jentik nyamuk DBD ini.

“Kalau jentik tidak ada, kasus DBD juga akan turun. Kalau keberadaan nyamuk aedes aegypti banyak otomatis penderita juga akan tinggi,” paparnya.

Sweca menuturkan, ada beberapa hal yang mempengaruhi penurunan kasus DBD di Karangasem.

Seperti pandemi covid-19 membuat aktivitas masyarakat lebih banyak berada di rumah dengan lebih banyak diisi aktivitas bersih-bersih yang semakin.

“Sedang giat-giatnya. Sehingga kemungkian menimbulkan lingkungan bersih. Nyamuk tidak ada,” ungkap Sweca.

Disinggung mengenai capaian angka bebas jentik (ABJ), diakui untuk di Karangasem sendiri belum mencapai target yang diinginkan yakni 95 persen.

Saat ini tingkat ABJ baru 92 persen. Itu diketahui dari hasil pemeriksaan terhadap 100 rumah, ABJ hanya mencapai 92 persen.

“Masih kurang lagi sedikit. Dengan capaian itu sebenarnya sudah bagus karena di atas 90 persen. Tapi masih ada beberapa rumah yang maish ada jentiknya,” akunya.

Berbagai upaya telah dilakukan agar bisa menekan angka kasus DBD di Karangasem. Mulai dari pengendalian vektor seperti pengendalian fisik berupa gerakan

pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan menguras, menutup rapat tempat penampungan air dan memanfaatkan barang bekas (3M) serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

“Bisa melalui gotong royong. Secara kimia juga lakukan penyemprotan fogging, pemberian bubuk abate. Pengendalian biologis kita lakukan dengan memberikan makan jentik nyamuk kepada ikan peliharaan,” jelasnya.
Untuk fogging atau pengasapan sendiri imbuh dia tetap berjalan. Fogging baru bisa dilakukan ketika ada indikasi munculnya kasus DBD di suatu wilayah.

Petugas terlebih dahulu akan melakukan penyelidikan epidemiologi. “Kalau ada indikasi penularan baru kami lakukan fogging,” tandasnya.

AMLAPURA – Tren angka kasus demam berdarah dengue (DBD) di Karangasem mengalami penurunan dibanding tahun 2020 lalu.

Berdasar data inas Kesehatan Karangasem, kasus DBD terhitung hingga Mei mencapai 103 kasus dengan angka kematian satu orang.

Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Dinkes Karangasem I Wayan Gede Sweca mengungkapkan, kasus DBD di Gumi Lahar dibanding tahun lalu terjadi penurunan.

Angka kasus DBD tahun 2020 terhitung sejak Januari hingga Mei mencapai 609 kasus. Sementara di tahun 2021 pada periode yang sama menjadi 103 kasus.

“Memang terjadi penurunan angka kasus DBD dibanding tahun lalu. Secara kumulatif dalam setahun, tahun 2020 mencapai 9.019 kasus,” ujar I Wayan Gede Sweca.

Untuk angka kematian akibat terjangkit DBD, tahun 2020 lalu sebanyak dua orang. Sedangkan untuk tahun ini baru satu orang yang dinyatakan meninggal akibat DBD.

Itu terjadi di bulan Mei lalu yang merupakan warga asal Kecamatan Kubu. Untuk kecamatan dengan tingkat kasus DBD tertinggi terjadi di Kecamatan Karangasem.

“Tahun ini baru satu orang yang meninggal,” kata Sweca. Disinggung penyebab penurunan ini, Kasi kelahiran Desa Budakeling ini mengungkapkan,

adanya peningkatan kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Mengingat kata dia lingkungan yang bagus dan bersih menjadi salah satu faktor penting untuk bisa terbebas dari kemunculan jentik nyamuk DBD ini.

“Kalau jentik tidak ada, kasus DBD juga akan turun. Kalau keberadaan nyamuk aedes aegypti banyak otomatis penderita juga akan tinggi,” paparnya.

Sweca menuturkan, ada beberapa hal yang mempengaruhi penurunan kasus DBD di Karangasem.

Seperti pandemi covid-19 membuat aktivitas masyarakat lebih banyak berada di rumah dengan lebih banyak diisi aktivitas bersih-bersih yang semakin.

“Sedang giat-giatnya. Sehingga kemungkian menimbulkan lingkungan bersih. Nyamuk tidak ada,” ungkap Sweca.

Disinggung mengenai capaian angka bebas jentik (ABJ), diakui untuk di Karangasem sendiri belum mencapai target yang diinginkan yakni 95 persen.

Saat ini tingkat ABJ baru 92 persen. Itu diketahui dari hasil pemeriksaan terhadap 100 rumah, ABJ hanya mencapai 92 persen.

“Masih kurang lagi sedikit. Dengan capaian itu sebenarnya sudah bagus karena di atas 90 persen. Tapi masih ada beberapa rumah yang maish ada jentiknya,” akunya.

Berbagai upaya telah dilakukan agar bisa menekan angka kasus DBD di Karangasem. Mulai dari pengendalian vektor seperti pengendalian fisik berupa gerakan

pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan menguras, menutup rapat tempat penampungan air dan memanfaatkan barang bekas (3M) serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

“Bisa melalui gotong royong. Secara kimia juga lakukan penyemprotan fogging, pemberian bubuk abate. Pengendalian biologis kita lakukan dengan memberikan makan jentik nyamuk kepada ikan peliharaan,” jelasnya.
Untuk fogging atau pengasapan sendiri imbuh dia tetap berjalan. Fogging baru bisa dilakukan ketika ada indikasi munculnya kasus DBD di suatu wilayah.

Petugas terlebih dahulu akan melakukan penyelidikan epidemiologi. “Kalau ada indikasi penularan baru kami lakukan fogging,” tandasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/