DENPASAR-Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar mengeluarkan warning alias peringatan.
Peringatan Balai Karantina Pertanian Denpasar ini menyusul dengan merebaknya penyebaran virus African swine fever (ASF) atau demam babi Afrika atau flu babi Afrika.
Sesuai data yang diterima akhir September 2019, selain sudah merebak di sejumlah negara tetangga, terdekat, wabah flu babi Afrika ini juga menjangkit sejumlah peternakan di Timor Leste.
Untuk itu, dengan cepatnya penyebaran virus ASF, posisi geografis Bali yang dekat dengan Negara Timor Leste dihimbau waspada.
Seperti disampaikan Kepala Karantina Pertanian Denpasar, I Putu Terunanegara dalam rapat koordinasi (Rakor) sebagai langkah dalam menyatukan persepsi terhadap upaya pencegahan dini masuknya ASF.
Dijelaskannya, bahwa pencegahan terhadap kemungkinan flu babi Afrika mewabah di Bali sangat perlu dilakukan sejak dini, di kantor Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar, Selasa (9/12).
Maka dari itu, perlu adanya koordinasi antara semua stakeholder terkait.
“Pencegahan perlu dilakukan dengan melibatkan stakeholder di bandara, pelabuhan laut, pemerintah daerah, dan pengelola sampah pesawat dan kapal laut di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dan juga para peternak babi di sekitar TPA khususnya.
Karena kunci keberhasilan pencegahan ASF ke Bali adalah koordinasi yang kuat,” terang Terunanegara.
Selain itu, masih dalam rapat koordinasi tersebut, pihak karantina juga membahas sejumlah hal terkait upaya dan strategi yang akan diambil terhadap kemungkinan yang menjadi potensi masuk dan menyebarnya penyakit yang disebabkan oleh virus dari family Asfaviridae ini.
Selain itu juga dibahas sumber penularan virus ASF yang bisa ditularkan melalui lalulintas penumpang yang terkontaminasi virus dari negara wabah, bahan makanan yang ada kandungan babinya, serta sampah sisa makanan atau catering yang berasal dari pesawat maupun kapal pesiar yang berasal dari negara wabah dan sumber-sumber penularan yang datang ke Bali.
Sementara itu, Ketua Persatuan Dokter Hewan (PDHI) Bali, Prof. I Ketut Puja mengatakan, bahwa yang paling efektif dilakukan adalah pencegahan masuknya atau penularan dan penyebaran penyakit. Mengingat ASF sampai saat ini belum ada obat dan vaksinnya.