28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 4:28 AM WIB

Uang Habis untuk Operasi Anak, Terpaksa Ngutang, Dinkes Bilang…

SEMARAPURA – Wayan Aprilia Gina Setianingsih, balita 9 bulan yang ingin lahir dengan kondisi fisik yang normal dan sehat, masih butuh perawatan lanjutan.

Balita yang lahir dari pasangan suami istri, I Wayan Pejang, 46, dan Nengah Sureti, 36, asal Banjar Kebon, Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan yang tinggal di Banjar Tengah, Desa Gunaksa, ini butuh anus asli agar bisa membuang kotoran lewat pantat.

“Kata dokternya, nanti akan dioperasi lagi biar bisa buang air besar lewat pantat. Tapi, saya tidak tahu kapan akan dioperasi lagi,” kata Sureti kepada Jawa Pos Radar Bali.

Karena itu dia tidak bisa ngasih makan anaknya banyak-banyak. Makanan yang dimakan Aprilia juga harus lembut agar mudah dicerna usus.

Untuk susu, bukan ASI yang diberikan Sureti, melaikan susu formula. Yang jelas, dengan keberadaan anus buatan itu, dia mengaku harus

mengeluarkan biaya Rp 200 ribu per empat hari untuk membeli kantong kolostomi sehingga kotoran anaknya tersebut tidak berserakan kemana-mana.

Tidak hanya itu, ia juga harus mengeluarkan biaya Rp 250 ribu per bulan untuk menyewa mobil saat melakukan kontrol ke RS Sanglah.

“Kantong kolostomi itu tidak ditanggung BPJS sehingga harus dibeli sendiri. Saya tidak punya motor. Keluarga saya tidak punya apa-apa,” ujar wanita yang kini hanya sebagai ibu rumah tangga itu.

Termasuk keluarga tidak mampu dengan memiliki lima orang anak yang tiga diantaranya masih duduk di bangku sekolah, membuat ia terpaksa kerap mencari pinjaman untuk perawatan anak bungsunya tersebut.

Saat ini hutangnya tercatat sekitar Rp 10 juta yang seluruhnya untuk perawatan Aprilia selama ini. “Saya juga sempat jual sapi Rp 8 juta

untuk pengobatan anak saya ini. Suami saya bekerja sebagai buruh bangunan. Per hari itu upahnya Rp 115 ribu,” bebernya.

Ironisnya, meski telah berumur 9 bulan, menurut Sureti, tidak ada dari pihak pemerintah yang datang untuk melihat maupun memberikan bantuan berkaitan kondisi anaknya tersebut.

“Dari Puskesmas nggak ada yang mengecek. Kalau operasi anusnya sudah selesai baru nanti kelopak matanya yang dioperasi. Satu-satu kata dokternya,” tandasnya.

Namun hal berbeda diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung, Ni Made Adi Swapatni. Menurutnya, Dinas Kesehatan Klungkung melalui puskesmas telah melakukan penangan, pengawasan dan perawatan sejak awal anak itu lahir.

Hanya saja karena adanya miskomunikasi antara orang tua bayi dan pihak puskesmas sehingga baru mulai hari ini ambulance KRIS akan mengantar anak ini untuk melakukan pengecekan kesehatan di RS Sanglah.

“Besok jadwalnya kontrol ke RS Sanglah menggunakan ambulance KRIS sehingga tidak usah menyewa mobil karena cukup lumayan,” tandasnya. 

SEMARAPURA – Wayan Aprilia Gina Setianingsih, balita 9 bulan yang ingin lahir dengan kondisi fisik yang normal dan sehat, masih butuh perawatan lanjutan.

Balita yang lahir dari pasangan suami istri, I Wayan Pejang, 46, dan Nengah Sureti, 36, asal Banjar Kebon, Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan yang tinggal di Banjar Tengah, Desa Gunaksa, ini butuh anus asli agar bisa membuang kotoran lewat pantat.

“Kata dokternya, nanti akan dioperasi lagi biar bisa buang air besar lewat pantat. Tapi, saya tidak tahu kapan akan dioperasi lagi,” kata Sureti kepada Jawa Pos Radar Bali.

Karena itu dia tidak bisa ngasih makan anaknya banyak-banyak. Makanan yang dimakan Aprilia juga harus lembut agar mudah dicerna usus.

Untuk susu, bukan ASI yang diberikan Sureti, melaikan susu formula. Yang jelas, dengan keberadaan anus buatan itu, dia mengaku harus

mengeluarkan biaya Rp 200 ribu per empat hari untuk membeli kantong kolostomi sehingga kotoran anaknya tersebut tidak berserakan kemana-mana.

Tidak hanya itu, ia juga harus mengeluarkan biaya Rp 250 ribu per bulan untuk menyewa mobil saat melakukan kontrol ke RS Sanglah.

“Kantong kolostomi itu tidak ditanggung BPJS sehingga harus dibeli sendiri. Saya tidak punya motor. Keluarga saya tidak punya apa-apa,” ujar wanita yang kini hanya sebagai ibu rumah tangga itu.

Termasuk keluarga tidak mampu dengan memiliki lima orang anak yang tiga diantaranya masih duduk di bangku sekolah, membuat ia terpaksa kerap mencari pinjaman untuk perawatan anak bungsunya tersebut.

Saat ini hutangnya tercatat sekitar Rp 10 juta yang seluruhnya untuk perawatan Aprilia selama ini. “Saya juga sempat jual sapi Rp 8 juta

untuk pengobatan anak saya ini. Suami saya bekerja sebagai buruh bangunan. Per hari itu upahnya Rp 115 ribu,” bebernya.

Ironisnya, meski telah berumur 9 bulan, menurut Sureti, tidak ada dari pihak pemerintah yang datang untuk melihat maupun memberikan bantuan berkaitan kondisi anaknya tersebut.

“Dari Puskesmas nggak ada yang mengecek. Kalau operasi anusnya sudah selesai baru nanti kelopak matanya yang dioperasi. Satu-satu kata dokternya,” tandasnya.

Namun hal berbeda diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung, Ni Made Adi Swapatni. Menurutnya, Dinas Kesehatan Klungkung melalui puskesmas telah melakukan penangan, pengawasan dan perawatan sejak awal anak itu lahir.

Hanya saja karena adanya miskomunikasi antara orang tua bayi dan pihak puskesmas sehingga baru mulai hari ini ambulance KRIS akan mengantar anak ini untuk melakukan pengecekan kesehatan di RS Sanglah.

“Besok jadwalnya kontrol ke RS Sanglah menggunakan ambulance KRIS sehingga tidak usah menyewa mobil karena cukup lumayan,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/