29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 3:18 AM WIB

Dana Konsinyasi Belum Disetor, PUPR Bali Tunggu Laporan Tim Pengadaan

SINGARAJA – Dana konsinyasi untuk pembebasan lahan jalur shortcut titik 7-10, hingga kini belum disetor ke pengadilan.

Pemerintah menyatakan, dana itu akan disetor setelah menerima laporan akhir dari Tim Pengadaan Lahan yang kini berkantor di Kantor Pertanahan Buleleng.

Hingga Rabu (8/1) lalu tercatat ada 7 orang pemilik lahan yang mengajukan keberatan. Para pemilik itu memiliki 16 bidang lahan yang tersebar di Deas Gitgit dan Pegayaman.

Catatan Jawa Pos Radar Bali, sebanyak 10 bidang berada di wilayah Desa Gitgit, dan 6 bidang lainnya ada di Desa Pegayaman.

Selain itu ada lima orang lain yang akan menempuh jalur konsinyasi. Sebanyak tiga orang di antaranya sudah diundang dalam musyawarah ganti rugi, namun tidak hadir atau memberi kuasa.

Ketiga orang itu, memilih 7 bidang lahan. Sedangkan dua orang lainnya, kini sertifikatnya masih menjadi agunan di bank.

Total nilai ganti rugi yang rencananya dibayarkan lewat mekanisme konsinyasi mencapai Rp 9,18 miliar.

Namun, hingga kemarin, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Bali belum menyetorkan dana konsinyasi ke pengadilan.

Kepala Dinas PUPR Bali Nyoman Astawa Riadi mengatakan, dana konsinyasi itu akan disetor setelah menerima laporan akhir dari Tim Pengadaan Lahan.

Sesuai dengan ketentuan pengadaan lahan untuk kepentingan umum, warga yang keberatan dengan nilai atau bentuk ganti rugi, dimungkinkan mengajukan keberatan.

Keberatan itu harus disampaikan pada Pengadilan Negeri (PN) setempat, dalam hal ini PN Singaraja, paling lambat 14 hari kerja sejak musyawarah ganti rugi dilaksanakan.

Artinya, batas akhir penyampaian keberatan akan berakhir pada Jumat (17/1) pekan depan.

“Soal keberatan itu, belum disampaikan semua pada kami. Kami masih menunggi informasi dari tim pengadaan lahan.

Setelah ada laporan yang pasti, baru kami titip (ke pengadilan),” kata Astawa Riadi saat dihubungi dari Singaraja.

Sementara terkait proses ganti rugi bagi warga yang menyatakan menerima nilai ganti rugi, kini tengah diproses oleh Dinas PUPR Bali.

Hingga kini ada 198 bidang tanah – dari total 299 bidang tanah terdampak – yang telah tuntas proses validasinya.

Bidang tanah tersebut telah diproses ganti ruginya. Total dana ganti rugi yang telah divalidasi mencapai Rp 116,16 miliar.

“Begitu tim pengadaan lahan selesai proses validasi, kami proses dan kami lanjutkan ke keuangan. Supaya bisa segera dibayarkan,” tukas Astawa.

Sekadar diketahui, proses pembebasan lahan shortcut titik 7-10 menyisakan sejumlah persoalan. Sejumlah warga mengajukan keberatan terhadap nilai ganti rugi.

Ada yang menganggap harga yang ditawarkan tidak layak dan biaya ganti rugi imaterial tidak diperhitungkan.

Ada pula yang keberatan dengan nilai ganti rugi tempat ibadah berupa sanggah kemulan yang hanya dihargai Rp 19 juta.

Selain itu, nilai kerugian imaterial untuk prosesi upacara pemindahan tempat ibadah, tidak ikut diperhitungkan. 

SINGARAJA – Dana konsinyasi untuk pembebasan lahan jalur shortcut titik 7-10, hingga kini belum disetor ke pengadilan.

Pemerintah menyatakan, dana itu akan disetor setelah menerima laporan akhir dari Tim Pengadaan Lahan yang kini berkantor di Kantor Pertanahan Buleleng.

Hingga Rabu (8/1) lalu tercatat ada 7 orang pemilik lahan yang mengajukan keberatan. Para pemilik itu memiliki 16 bidang lahan yang tersebar di Deas Gitgit dan Pegayaman.

Catatan Jawa Pos Radar Bali, sebanyak 10 bidang berada di wilayah Desa Gitgit, dan 6 bidang lainnya ada di Desa Pegayaman.

Selain itu ada lima orang lain yang akan menempuh jalur konsinyasi. Sebanyak tiga orang di antaranya sudah diundang dalam musyawarah ganti rugi, namun tidak hadir atau memberi kuasa.

Ketiga orang itu, memilih 7 bidang lahan. Sedangkan dua orang lainnya, kini sertifikatnya masih menjadi agunan di bank.

Total nilai ganti rugi yang rencananya dibayarkan lewat mekanisme konsinyasi mencapai Rp 9,18 miliar.

Namun, hingga kemarin, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Bali belum menyetorkan dana konsinyasi ke pengadilan.

Kepala Dinas PUPR Bali Nyoman Astawa Riadi mengatakan, dana konsinyasi itu akan disetor setelah menerima laporan akhir dari Tim Pengadaan Lahan.

Sesuai dengan ketentuan pengadaan lahan untuk kepentingan umum, warga yang keberatan dengan nilai atau bentuk ganti rugi, dimungkinkan mengajukan keberatan.

Keberatan itu harus disampaikan pada Pengadilan Negeri (PN) setempat, dalam hal ini PN Singaraja, paling lambat 14 hari kerja sejak musyawarah ganti rugi dilaksanakan.

Artinya, batas akhir penyampaian keberatan akan berakhir pada Jumat (17/1) pekan depan.

“Soal keberatan itu, belum disampaikan semua pada kami. Kami masih menunggi informasi dari tim pengadaan lahan.

Setelah ada laporan yang pasti, baru kami titip (ke pengadilan),” kata Astawa Riadi saat dihubungi dari Singaraja.

Sementara terkait proses ganti rugi bagi warga yang menyatakan menerima nilai ganti rugi, kini tengah diproses oleh Dinas PUPR Bali.

Hingga kini ada 198 bidang tanah – dari total 299 bidang tanah terdampak – yang telah tuntas proses validasinya.

Bidang tanah tersebut telah diproses ganti ruginya. Total dana ganti rugi yang telah divalidasi mencapai Rp 116,16 miliar.

“Begitu tim pengadaan lahan selesai proses validasi, kami proses dan kami lanjutkan ke keuangan. Supaya bisa segera dibayarkan,” tukas Astawa.

Sekadar diketahui, proses pembebasan lahan shortcut titik 7-10 menyisakan sejumlah persoalan. Sejumlah warga mengajukan keberatan terhadap nilai ganti rugi.

Ada yang menganggap harga yang ditawarkan tidak layak dan biaya ganti rugi imaterial tidak diperhitungkan.

Ada pula yang keberatan dengan nilai ganti rugi tempat ibadah berupa sanggah kemulan yang hanya dihargai Rp 19 juta.

Selain itu, nilai kerugian imaterial untuk prosesi upacara pemindahan tempat ibadah, tidak ikut diperhitungkan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/