28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 6:24 AM WIB

Terungkap Alasan Rodney Hibahkan Dua Tombak Saksi Perang Puputan

SEMARAPURA – Pendopo Puri Agung Klungkung tampak ramai, Kamis (10/10) kemarin. Terlihat dua mata tombak beserta sarungnya yang didudukan di atas sebuah bokor perak menjadi pusat perhatian.

Bukan hanya jadi perhatian Penglingsir Puri Agung Klungkung Ida Dalem Semaraputra beserta keluarga puri lainnya, tapi juga Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta dan masyarakat.

Dua mata tombak beserta sarungnya itu pasalnya berasal dari periode tahun 1900 Kerajaan Klungkung dan menjadi saksi bisu dari Perang Puputan Klungkung di tahun 1908.

Oleh President of Westerlaken Foundation, Rodney Westerlaken, dua mata tombak itu dihibahkan ke Puri Agung Klungkung yang selanjutnya akan menjadi koleksi Museum Semarajaya, Klungkung.

President of Westerlaken Foundation Rodney Westerlaken menjelaskan, dua mata tombak itu dibeli oleh yayasannya dari seorang kolektor barang antik senilai Rp 15 juta atau EUR 1.000.

Setelah dilakukan validasi dan pemeriksaan beberapa ahli konservasi cagar budaya di Belanda, dipastikan dua mata tombak tersebut berasal dari periode tahun 1900 Kerajaan Klungkung.

Kedua tombak itu juga menjadi saksi bisu Perang Puputan Klungkung di tahun 1908. “Jadi dilihat dari bentuk tombak dan ukiran sarung tombak kedua mata tombak tersebut

dengan sejumlah koleksi benda peninggalan Kerajaan Klungkung yang berada di sejumlah museum di Belanda, jadi dipastikan bahwa itu peninggalan Kerajaan Klungkung,” terangnya.

Hanya saja sampai saat ini pihaknya belum mengetahui kedua mata tombak tersebut apakah milik sang raja atau para prajurit.

Sebab saat pihaknya melakukan penelusuran, kolektor yang sebelumnya memiliki senjata tersebut telah meninggal sehingga pihaknya tidak berhasil mengungkap siapa pemilik dari senjata bersejarah itu.

“Namun itu sudah dipastikan merupakan mata tombak yang berasal dari Kerajaan Klungkung,” kata pria warga negara Belanda itu.

Dia memutuskan untuk menghibahkan dua mata tombak itu ke Puri Agung Klungkung lantaran merasa memiliki tanggung jawab untuk mengembalikan benda-benda

Kerajaan Klungkung yang dibawa oleh tentara Belanda ke Jakarta dan Belanda setelah bangunan Puri Klungkung dirubuhkan pasca perang puputan.

Benda-benda tersebut, menurutnya, yang seharusnya bercerita lebih lengkap bagaimana sejatinya kemegahan Kerajaan Klungkung.

Serta menceritakan bagaimana beraninya segenap lapisan Kerajaan Klungkung dalam peperangan puputan di tahun 1908.

“Saya percaya percaya bahwa seharusnya benda-benda ini dikembalikan kepada pemilik sebenarnya, yakni Kerajaan Klungkung.

Dan, dipamerkan di museum yang ada di Klungkung karena ini adalah bagian dari sejarah Bumi Serombotan.

Warisan adi luhur yang seharusnya bisa dilihat oleh segenap masyarakat Klungkung dengan mudah,” jelas mahasiswa Program Studi Doktor (S3) Kajian Budaya di Universitas Udayana itu.

SEMARAPURA – Pendopo Puri Agung Klungkung tampak ramai, Kamis (10/10) kemarin. Terlihat dua mata tombak beserta sarungnya yang didudukan di atas sebuah bokor perak menjadi pusat perhatian.

Bukan hanya jadi perhatian Penglingsir Puri Agung Klungkung Ida Dalem Semaraputra beserta keluarga puri lainnya, tapi juga Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta dan masyarakat.

Dua mata tombak beserta sarungnya itu pasalnya berasal dari periode tahun 1900 Kerajaan Klungkung dan menjadi saksi bisu dari Perang Puputan Klungkung di tahun 1908.

Oleh President of Westerlaken Foundation, Rodney Westerlaken, dua mata tombak itu dihibahkan ke Puri Agung Klungkung yang selanjutnya akan menjadi koleksi Museum Semarajaya, Klungkung.

President of Westerlaken Foundation Rodney Westerlaken menjelaskan, dua mata tombak itu dibeli oleh yayasannya dari seorang kolektor barang antik senilai Rp 15 juta atau EUR 1.000.

Setelah dilakukan validasi dan pemeriksaan beberapa ahli konservasi cagar budaya di Belanda, dipastikan dua mata tombak tersebut berasal dari periode tahun 1900 Kerajaan Klungkung.

Kedua tombak itu juga menjadi saksi bisu Perang Puputan Klungkung di tahun 1908. “Jadi dilihat dari bentuk tombak dan ukiran sarung tombak kedua mata tombak tersebut

dengan sejumlah koleksi benda peninggalan Kerajaan Klungkung yang berada di sejumlah museum di Belanda, jadi dipastikan bahwa itu peninggalan Kerajaan Klungkung,” terangnya.

Hanya saja sampai saat ini pihaknya belum mengetahui kedua mata tombak tersebut apakah milik sang raja atau para prajurit.

Sebab saat pihaknya melakukan penelusuran, kolektor yang sebelumnya memiliki senjata tersebut telah meninggal sehingga pihaknya tidak berhasil mengungkap siapa pemilik dari senjata bersejarah itu.

“Namun itu sudah dipastikan merupakan mata tombak yang berasal dari Kerajaan Klungkung,” kata pria warga negara Belanda itu.

Dia memutuskan untuk menghibahkan dua mata tombak itu ke Puri Agung Klungkung lantaran merasa memiliki tanggung jawab untuk mengembalikan benda-benda

Kerajaan Klungkung yang dibawa oleh tentara Belanda ke Jakarta dan Belanda setelah bangunan Puri Klungkung dirubuhkan pasca perang puputan.

Benda-benda tersebut, menurutnya, yang seharusnya bercerita lebih lengkap bagaimana sejatinya kemegahan Kerajaan Klungkung.

Serta menceritakan bagaimana beraninya segenap lapisan Kerajaan Klungkung dalam peperangan puputan di tahun 1908.

“Saya percaya percaya bahwa seharusnya benda-benda ini dikembalikan kepada pemilik sebenarnya, yakni Kerajaan Klungkung.

Dan, dipamerkan di museum yang ada di Klungkung karena ini adalah bagian dari sejarah Bumi Serombotan.

Warisan adi luhur yang seharusnya bisa dilihat oleh segenap masyarakat Klungkung dengan mudah,” jelas mahasiswa Program Studi Doktor (S3) Kajian Budaya di Universitas Udayana itu.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/