29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:45 AM WIB

Perbekel Dencarik TSK, Kejaksaan Sebut Suteja Tilep Pendapatan Desa

RadarBali.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Singaraja akhirnya buka-bukaan terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Perbekel Dencarik I Made Suteja.

Dari hasil gelar perkara, penyidik kejaksaan menduga Suteja menilep dana Pendapatan Asli Desa (PADes) untuk kepentingannya pribadi.

Selain itu jaksa juga menemukan sejumlah pemanfaatan anggaran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dan diduga dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.

Dugaan korupsi itu ditemukan dalam hal pengelolaan PADes di Dencarik pada tahun 2015 dan 2016.

 Di Desa Dencarik sendiri, terdapat Peraturan Desa (Perdes) pendapatan desa yang berasal dari pajak vila sebesar Rp 1,5 juta per tahun.

Di luar itu, tamu yang menginap di villa juga dikutip pajak Rp 10 ribu per orang. Pada tahun 2015, sejak Perdes itu diterapkan, pungutan pendapatan mencapai Rp 119,6 juta.

Hanya saja, dalam APBDes pendapatan yang tercatat hanya Rp 39 juta. Saat penyusuhan APBDes perubahan juga sama, demikian pula pada pertanggungjawaban APBDes.

Padahal pendapatan desa riil pada buku kas pembantu yang dipegang bendahara, tercatat mencapai Rp 119,5 juta.

Hal itu berlanjut pada tahun 2016. Saat itu pendapatan desa secara riil mencapai Rp 60,2 juta. Namun pada pembukuan dan pertanggungjawaban, hanya tercatat Rp 33,5 juta.

“Pendapatan desa pada tahun 2015 dan 2016, tidak semuanya dilaporkan pada APBDes maupun laporan pertanggungjawaban,” jelas Kasi Pidsus Kejari Singaraja, Indra Harvianto Saleh saat ditemui di ruang kerjanya, kemarin.

Tak hanya itu, jaksa juga menemukan sejumlah penyelewengan dana dalam kegiatan pembangunan fisik. Modusnya, dana untuk pembangunan desa dicairkan seluruhnya.

Namun dana yang diterima oleh rekanan, tidak sesuai dengan nilai yang dibayarkan dalam surat perintah pembayaran.

Ada pula kegiatan pengelolaan kendaraan dinas sepeda motor pada tahun 2016. Jaksa menemukan bukti pengambilan dana senilai Rp 3,4 juta yang diterima Perbekel Suteja.

 Semestinya dana itu seluruhnya digunakan untuk memperbaiki kendaraan. Setelah ditelusuri, ternyata bengkel hanya menerima Rp 800 ribu saja. “Ada pertanggungjawaban fiktif yang juga kami temukan,” imbuh Indra.

Konon temuan-temuan itu didapat dari buku kas tambahan yang dipegang oleh bendahara. Saat jaksa melakukan pemeriksaan, disebut ada dua buku kas yang dipegang oleh bendahara.

Yakni buku kas resmi yang berpedoman pada penyusunan dan pertanggungjawaban APBDes. Serta buku kas tambahan yang mencatat arus kas di desa, baik yang tercantum dalam APBDes maupun tidak.

Dari sekian banyak temuan itu, kejaksaan lantas mengajukan permintaan audit pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Konon Perwakilan BPKP Bali menemukan kerugian negara sebesar Rp 149.530.551. Perhitungan itu tercantum dalam hasil audit yang diterima kejaksaan pada 24 Oktober lalu.

Lebih lanjut Indra mengatakan, dana-dana itu didudga digunakan oleh Suteja untuk kegiatan pribadi.

Seperti memberi bantuan ketika menjenguk orang yang sakit, serta pemberian santunan pada warga yang meninggal. Kegiatan itu disebut untuk kepentingan pribadi dan diistilahkan kegiatan out-budget.

Selain itu dana itu juga digunakan untuk membayar utang kegiatan pembangunan pasar desa pada tahun 2012.

Pembelian aset tanah seluas dua are di belakang kantor perbekel dengan nilai Rp 60 juta, serta uang perjalanan dalam kabupaten dan uang saku perjalanan luar negeri yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Khusus untuk pembelian tanah, Indra menyatakan hal itu sudah jelas-jelas menyalahi aturan. Pertama, pembelian tanah tidak pernah disetujui oleh pemerintah, karena desa disebut tidak boleh membeli aset.

Selain itu pembelian tanah senilai Rp 60 juta itu menggunakan dana PADes yang tidak pernah tercatat dalam APBDes.

Kejaksaan pun akan menjerat Suteja dengan pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 juncto pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi,

sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 64 ayat 1 KUHP. Ancaman hukumannya minimal lima tahun penjara dan denda minimal Rp 250 juta.

Seperti diberitakan sebelumnya, Perbekel Dencarik I Made Suteja ditahan jaksa penyidik Kejari Singaraja pada Selasa (7/11) lalu. Suteja diduga melakukan korupsi pengelolaan dana desa pada tahun 2015 dan 2016.

RadarBali.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Singaraja akhirnya buka-bukaan terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Perbekel Dencarik I Made Suteja.

Dari hasil gelar perkara, penyidik kejaksaan menduga Suteja menilep dana Pendapatan Asli Desa (PADes) untuk kepentingannya pribadi.

Selain itu jaksa juga menemukan sejumlah pemanfaatan anggaran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dan diduga dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.

Dugaan korupsi itu ditemukan dalam hal pengelolaan PADes di Dencarik pada tahun 2015 dan 2016.

 Di Desa Dencarik sendiri, terdapat Peraturan Desa (Perdes) pendapatan desa yang berasal dari pajak vila sebesar Rp 1,5 juta per tahun.

Di luar itu, tamu yang menginap di villa juga dikutip pajak Rp 10 ribu per orang. Pada tahun 2015, sejak Perdes itu diterapkan, pungutan pendapatan mencapai Rp 119,6 juta.

Hanya saja, dalam APBDes pendapatan yang tercatat hanya Rp 39 juta. Saat penyusuhan APBDes perubahan juga sama, demikian pula pada pertanggungjawaban APBDes.

Padahal pendapatan desa riil pada buku kas pembantu yang dipegang bendahara, tercatat mencapai Rp 119,5 juta.

Hal itu berlanjut pada tahun 2016. Saat itu pendapatan desa secara riil mencapai Rp 60,2 juta. Namun pada pembukuan dan pertanggungjawaban, hanya tercatat Rp 33,5 juta.

“Pendapatan desa pada tahun 2015 dan 2016, tidak semuanya dilaporkan pada APBDes maupun laporan pertanggungjawaban,” jelas Kasi Pidsus Kejari Singaraja, Indra Harvianto Saleh saat ditemui di ruang kerjanya, kemarin.

Tak hanya itu, jaksa juga menemukan sejumlah penyelewengan dana dalam kegiatan pembangunan fisik. Modusnya, dana untuk pembangunan desa dicairkan seluruhnya.

Namun dana yang diterima oleh rekanan, tidak sesuai dengan nilai yang dibayarkan dalam surat perintah pembayaran.

Ada pula kegiatan pengelolaan kendaraan dinas sepeda motor pada tahun 2016. Jaksa menemukan bukti pengambilan dana senilai Rp 3,4 juta yang diterima Perbekel Suteja.

 Semestinya dana itu seluruhnya digunakan untuk memperbaiki kendaraan. Setelah ditelusuri, ternyata bengkel hanya menerima Rp 800 ribu saja. “Ada pertanggungjawaban fiktif yang juga kami temukan,” imbuh Indra.

Konon temuan-temuan itu didapat dari buku kas tambahan yang dipegang oleh bendahara. Saat jaksa melakukan pemeriksaan, disebut ada dua buku kas yang dipegang oleh bendahara.

Yakni buku kas resmi yang berpedoman pada penyusunan dan pertanggungjawaban APBDes. Serta buku kas tambahan yang mencatat arus kas di desa, baik yang tercantum dalam APBDes maupun tidak.

Dari sekian banyak temuan itu, kejaksaan lantas mengajukan permintaan audit pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Konon Perwakilan BPKP Bali menemukan kerugian negara sebesar Rp 149.530.551. Perhitungan itu tercantum dalam hasil audit yang diterima kejaksaan pada 24 Oktober lalu.

Lebih lanjut Indra mengatakan, dana-dana itu didudga digunakan oleh Suteja untuk kegiatan pribadi.

Seperti memberi bantuan ketika menjenguk orang yang sakit, serta pemberian santunan pada warga yang meninggal. Kegiatan itu disebut untuk kepentingan pribadi dan diistilahkan kegiatan out-budget.

Selain itu dana itu juga digunakan untuk membayar utang kegiatan pembangunan pasar desa pada tahun 2012.

Pembelian aset tanah seluas dua are di belakang kantor perbekel dengan nilai Rp 60 juta, serta uang perjalanan dalam kabupaten dan uang saku perjalanan luar negeri yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Khusus untuk pembelian tanah, Indra menyatakan hal itu sudah jelas-jelas menyalahi aturan. Pertama, pembelian tanah tidak pernah disetujui oleh pemerintah, karena desa disebut tidak boleh membeli aset.

Selain itu pembelian tanah senilai Rp 60 juta itu menggunakan dana PADes yang tidak pernah tercatat dalam APBDes.

Kejaksaan pun akan menjerat Suteja dengan pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 juncto pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi,

sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 64 ayat 1 KUHP. Ancaman hukumannya minimal lima tahun penjara dan denda minimal Rp 250 juta.

Seperti diberitakan sebelumnya, Perbekel Dencarik I Made Suteja ditahan jaksa penyidik Kejari Singaraja pada Selasa (7/11) lalu. Suteja diduga melakukan korupsi pengelolaan dana desa pada tahun 2015 dan 2016.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/