29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 10:05 AM WIB

UPDATE! Proyek Shortcut 7 – 10 di Pegayaman Terbentur Lahan Wakaf

SINGARAJA – Proses pengadaan lahan untuk jalur shortcut 7-10 kembali menemui kendala. Bila sebelumnya terbentur dengan maraknya

protes warga terkait nilai ganti rugi yang dinilai di bawah standar, kini proses pengadaan lahan terbentur masalah tanah wakaf.

Tercatat ada dua bidang tanah wakaf, yang tak diantisipasi proses ganti ruginya oleh pemerintah. Tanah wakaf itu terletak di Banjar Dinas Kubu, Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada.

Lahan yang terdampak tanah wakaf masing-masing seluas 15,45 are dan 0,15 are. Keduanya bidang tanah wakaf itu tercatat sebagai tanah wakaf Masjid Desa Pegayaman.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2018 tentang Wakaf, tanah wakaf tak dapat diperjual-belikan.

Apabila dibutuhkan untuk kepentingan umum, maka harus melalui proses tukar guling lahan dengan ukuran yang sama.

Masalah ini, rupanya luput diantisipasi oleh pemerintah. Pengadaan lahan yang ditargetkan tuntas pada akhir Desember 2019 lalu, terpaksa molor beberapa bulan.

Pembebasan tanah wakaf sendiri, baru dibahas siang kemarin (11/2) di Kantor Agama Kabupaten Buleleng.

Dalam pembahasan itu, dijelaskan secara rinci mengenai mekanisme dan prosedur pembebasan tanah wakaf yang rencananya digunakan untuk kepentingan publik.

Kabid Bimas Islam Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama Provinsi Bali, H. Nurkhamid mengatakan, proses pembebasan lahan itu akan dibahas di tingkat kabupaten lebih dulu.

Saat ini, Nadzir Wakaf (petugas wakaf) Desa Pegayaman dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Bali harus menyepakati lahan yang akan digunakan untuk tukar guling.

“Sekarang tergantung nadzir di Pegayaman dan PUPR. Kalau sudah ada kata sepakat, berkasnya dibawa ke Kanwil. Kami pelajari.

Begitu lengkap, dari kanwil akan keluarkan persetujuan tukar guling. Prosesnya tidak sampai dua minggu sudah selesai,” kata Nurkhamid.

Menurutnya, dalam proses tukar guling itu juga harus dilakukan appraisal yang melibatkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).

Appraisal itu dilakukan pada tanah wakaf yang terdampak, serta tanah wakaf pengganti. Luasnya juga harus dipastikan tidak boleh kurang dari luas awal.

“Kami ingatkan juga pada nadzir wakaf di Pegayaman, bahwa pemerintah itu punya pagu anggaran. Patokan itu juga harus dipahami. Luas lahannya minimal sama, dan fungsinya juga harus sama,” imbuhnya.

SINGARAJA – Proses pengadaan lahan untuk jalur shortcut 7-10 kembali menemui kendala. Bila sebelumnya terbentur dengan maraknya

protes warga terkait nilai ganti rugi yang dinilai di bawah standar, kini proses pengadaan lahan terbentur masalah tanah wakaf.

Tercatat ada dua bidang tanah wakaf, yang tak diantisipasi proses ganti ruginya oleh pemerintah. Tanah wakaf itu terletak di Banjar Dinas Kubu, Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada.

Lahan yang terdampak tanah wakaf masing-masing seluas 15,45 are dan 0,15 are. Keduanya bidang tanah wakaf itu tercatat sebagai tanah wakaf Masjid Desa Pegayaman.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2018 tentang Wakaf, tanah wakaf tak dapat diperjual-belikan.

Apabila dibutuhkan untuk kepentingan umum, maka harus melalui proses tukar guling lahan dengan ukuran yang sama.

Masalah ini, rupanya luput diantisipasi oleh pemerintah. Pengadaan lahan yang ditargetkan tuntas pada akhir Desember 2019 lalu, terpaksa molor beberapa bulan.

Pembebasan tanah wakaf sendiri, baru dibahas siang kemarin (11/2) di Kantor Agama Kabupaten Buleleng.

Dalam pembahasan itu, dijelaskan secara rinci mengenai mekanisme dan prosedur pembebasan tanah wakaf yang rencananya digunakan untuk kepentingan publik.

Kabid Bimas Islam Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama Provinsi Bali, H. Nurkhamid mengatakan, proses pembebasan lahan itu akan dibahas di tingkat kabupaten lebih dulu.

Saat ini, Nadzir Wakaf (petugas wakaf) Desa Pegayaman dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Bali harus menyepakati lahan yang akan digunakan untuk tukar guling.

“Sekarang tergantung nadzir di Pegayaman dan PUPR. Kalau sudah ada kata sepakat, berkasnya dibawa ke Kanwil. Kami pelajari.

Begitu lengkap, dari kanwil akan keluarkan persetujuan tukar guling. Prosesnya tidak sampai dua minggu sudah selesai,” kata Nurkhamid.

Menurutnya, dalam proses tukar guling itu juga harus dilakukan appraisal yang melibatkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).

Appraisal itu dilakukan pada tanah wakaf yang terdampak, serta tanah wakaf pengganti. Luasnya juga harus dipastikan tidak boleh kurang dari luas awal.

“Kami ingatkan juga pada nadzir wakaf di Pegayaman, bahwa pemerintah itu punya pagu anggaran. Patokan itu juga harus dipahami. Luas lahannya minimal sama, dan fungsinya juga harus sama,” imbuhnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/