33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 14:16 PM WIB

Bekas Tambak Udang Direhabilitasi, Mulai Ditanami Mangrove

NEGARA – Bekas tambak udang yang masuk dalam kawasan hutan mangrove di Desa Budeng, Kecamatan Jembrana, mulai direhabilitasi.

Upaya rehabilitasi ini dilakukan karena tambak udang sudah mulai ditutup sehingga perlu dilakukan pemulihan untuk mengembalikan kawasan tersebut menjadi kawasan hutan mangrove.

Berdasar data Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bali Barat Dinas Kehutanan Provinsi Bali, luas kawasan hutan produksi registrasi tanah kehutanan (RTK) 30 di Desa Budeng seluas 66,9 hektare.

Dari luas tersebut, seluas 20 hektare saat ini masih dalam proses pemulihan. Kepala Seksi Perencanaan dan Pemanfaatan UPT KPH Bali Barat Agus Sugiyanto mengatakan, kawasan hutan RTK 30 merupakan kawasan yang merupakan pengganti dari Angkasa Pura.

Awalnya, kawasan hutan tersebut tanah milik, kemudian dibeli oleh Angkasa Pura untuk mengganti landasan pacu yang ada di Bandara Ngurah Rai.

Menurutnya, kondisi kawasan hutan tersebut dinilai masih bagus. Tidak ada lahan kritis atau alih fungsi lahan.

Khusus untuk yang masih dalam proses rehabilitasi dan restorasi dengan penanaman di lahan seluas 20 hektare, tepat di lokasi yang sebelumnya merupakan kawasan tambak.

“Sekarang dalam proses pemeliharaan,” jelasnya. Namun, upaya melestarikan kawasan hutan ini masih terkendala dengan kesadaran masyarakat yang awam terhadap mangrove.

Salah satunya dengan adanya penggunaan racun ikan di kawasan hutan mangrove. Selain itu, kawasan hutan mangrove dilirik investor diduga untuk pengembangan usaha.

Selain di Desa Budeng, kawasan hutan mangrove di Jembrana tersebar di beberapa desa. Seperti di Yehembang, Tuwed, dan Candikusuma.

Namun, untuk pengelolaan kawasan hutan tersebut, di luar kawasan hutan yang dikelola KPH Bali Barat. Seperti hutan mangrove di Desa Candikusuma dan Desa Tuwed sekitar 50 hektare, statusnya berada di tanah negara bebas.

“Pengelolaan pemerintah kabupaten dalam hal ini pemerintah desa,” ujarnya. Untuk hutan yang berada di luar kawasan hutan lindung, tetap dilakukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Bali dalam hal ini UPT KPH Bali Barat.

Artinya, kalau di tanah negara bebas UPT. KPH Bali barat sifatnya membantu. Ketika pengelola pemerintah desa memerlukan rehabilitasi minta tetap meminta program dari KPH.

“Karena personil diserahkan pada dinas kehutanan provinsi, sehingga untuk rehabilitasi dalam dan luar kawasan memang provinsi juga,” tandasnya. 

NEGARA – Bekas tambak udang yang masuk dalam kawasan hutan mangrove di Desa Budeng, Kecamatan Jembrana, mulai direhabilitasi.

Upaya rehabilitasi ini dilakukan karena tambak udang sudah mulai ditutup sehingga perlu dilakukan pemulihan untuk mengembalikan kawasan tersebut menjadi kawasan hutan mangrove.

Berdasar data Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bali Barat Dinas Kehutanan Provinsi Bali, luas kawasan hutan produksi registrasi tanah kehutanan (RTK) 30 di Desa Budeng seluas 66,9 hektare.

Dari luas tersebut, seluas 20 hektare saat ini masih dalam proses pemulihan. Kepala Seksi Perencanaan dan Pemanfaatan UPT KPH Bali Barat Agus Sugiyanto mengatakan, kawasan hutan RTK 30 merupakan kawasan yang merupakan pengganti dari Angkasa Pura.

Awalnya, kawasan hutan tersebut tanah milik, kemudian dibeli oleh Angkasa Pura untuk mengganti landasan pacu yang ada di Bandara Ngurah Rai.

Menurutnya, kondisi kawasan hutan tersebut dinilai masih bagus. Tidak ada lahan kritis atau alih fungsi lahan.

Khusus untuk yang masih dalam proses rehabilitasi dan restorasi dengan penanaman di lahan seluas 20 hektare, tepat di lokasi yang sebelumnya merupakan kawasan tambak.

“Sekarang dalam proses pemeliharaan,” jelasnya. Namun, upaya melestarikan kawasan hutan ini masih terkendala dengan kesadaran masyarakat yang awam terhadap mangrove.

Salah satunya dengan adanya penggunaan racun ikan di kawasan hutan mangrove. Selain itu, kawasan hutan mangrove dilirik investor diduga untuk pengembangan usaha.

Selain di Desa Budeng, kawasan hutan mangrove di Jembrana tersebar di beberapa desa. Seperti di Yehembang, Tuwed, dan Candikusuma.

Namun, untuk pengelolaan kawasan hutan tersebut, di luar kawasan hutan yang dikelola KPH Bali Barat. Seperti hutan mangrove di Desa Candikusuma dan Desa Tuwed sekitar 50 hektare, statusnya berada di tanah negara bebas.

“Pengelolaan pemerintah kabupaten dalam hal ini pemerintah desa,” ujarnya. Untuk hutan yang berada di luar kawasan hutan lindung, tetap dilakukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Bali dalam hal ini UPT KPH Bali Barat.

Artinya, kalau di tanah negara bebas UPT. KPH Bali barat sifatnya membantu. Ketika pengelola pemerintah desa memerlukan rehabilitasi minta tetap meminta program dari KPH.

“Karena personil diserahkan pada dinas kehutanan provinsi, sehingga untuk rehabilitasi dalam dan luar kawasan memang provinsi juga,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/