26.9 C
Jakarta
27 April 2024, 23:59 PM WIB

Greenpeace Ingatkan Dampak Negatif Proyek PLTU Celukan Bawang Tahap II

SINGARAJA – Energi listrik sudah menjadi kebutuhan vital dan menyatu kehidupan manusia. Tanpa energi listrik, roda kehidupan seolah terhenti.

Berbagai upaya pun dilakukan pemerintah menggandeng pihak swasta untuk memenuhi kebutuhan energi.

Pembangunan dan pengoperasian pembangkit listrik telah lama dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pokok tersebut.

Salah satunya pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batubara, PLTU Celukan Bawang, Gerokgak, Buleleng yang menghasilkan daya 350 MW.

Namun, di sisi lain penggunaan bahan baku batubara untuk PLTU terbukti berdampak negatif bagi kehidupan sosial dan lingkungan hidup.

Masalahnya, PLTU Celukan Bawang yang beroperasi sejak tahun 2015 dinyatakan tengah mengajukan penambahan kapasitas produksi menjadi 700 MW.

Fakta tersebut terungkap dalam film dokumenter Sexy Killer produksi Watchdoc yang telah ditonton sebanyak 22 juta kali sejak dirilis 13 April lalu di situs Youtube.

Berbagai pendapat dan pandangan bermunculan terkait dengan pengembangan PLTU Celukan Bawang karena menimbulkan dampak yang buruk terhadap lingkungan dan kehidupan manusia.

Jumat malam (10/5) lalu civitas akademika Unipas Singaraja menggelar diskusi membedah film Sexy Killer, yang diprakarsai BEM Unipas dan Greenpeace Indonesia.

Seluruh civitas akademisi dan dosen diajak untuk mencermati film dokumenter Sexy Killer, terutama mengajak untuk waspada terhadap dampak operasional PLTU.

Aam Wijaya, dari Greenpeace menyampaikan dalam setahun ini pihaknya bersama warga Celukan Bawang berupaya menyadarkan seluruh stakeholder agar pembangunan PLTU tahap kedua dibatalkan.

 “Banyak pilihan yang lebih bersih, yang lebih berkelanjutan untuk Bali sebenarnya. Itu juga saat ini kita sedang memulai untuk membuat riset soal potensi energi alternatif khususnya surya dan angin untuk di Bali,” beber Aam Wijaya.

Menurutnya, apabila pembangunan perluasan PLTU Celukang Bawang dilakukan ini akan mengancam Bali kedepan. Bukan hanya dari sisi dampak yang ditimbulkan

tetapi juga mengancam pariwisata Bali umum. Bali kotor dengan udara, maka wisatawan akan enggan datang ke Bali.

Saat ini dari perluasan PLTU Celukang Bawang masih ada sejumlah warga yang tetap bertahan dan tidak mau menyetujui perluasan PLTU Celukang Bawang.

“Mereka (warga) bersikukuh bukan tanpa sebab, karena peduli akan dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat PLTU tersebut,” jelasnya.       

Sementara itu Dekan Fisip Unipas Gede Sandiasa selaku pemateri mengungkapkan nonton bareng dan diskusi film dokumenter Sexy Killer yang sempat menuai kontroversi, tidak lebih dari upaya menggunggah masyarakat untuk lebih berpihak kepada alam.

Diskusi tentang film ini adalah salah satu media untuk membangkitkan diskusi terkait dengan pembelajaran terhadap lingkungan.

Jadi bagaimana juga film ini disampaikan sedemikian rupa, isinya sangat padat, kemudian persoalan-persoalan mendasar yang terkait dengan lingkungan dari sebuah pengelolaan sumber daya alam.

 “Pada intinya setiap komponen masyarakat bisa menghemat energi sehingga tidak perlu ekploitasi yang terlalu besar, itu pesan dari film ini.

Sehingga kami berpendapat bahwa, film ini memberikan pendidikan kepada masyarakat, supaya kita lebih arif dalam menggunakan sumber daya alam dan energi,” pungkasnya.

 

SINGARAJA – Energi listrik sudah menjadi kebutuhan vital dan menyatu kehidupan manusia. Tanpa energi listrik, roda kehidupan seolah terhenti.

Berbagai upaya pun dilakukan pemerintah menggandeng pihak swasta untuk memenuhi kebutuhan energi.

Pembangunan dan pengoperasian pembangkit listrik telah lama dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pokok tersebut.

Salah satunya pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batubara, PLTU Celukan Bawang, Gerokgak, Buleleng yang menghasilkan daya 350 MW.

Namun, di sisi lain penggunaan bahan baku batubara untuk PLTU terbukti berdampak negatif bagi kehidupan sosial dan lingkungan hidup.

Masalahnya, PLTU Celukan Bawang yang beroperasi sejak tahun 2015 dinyatakan tengah mengajukan penambahan kapasitas produksi menjadi 700 MW.

Fakta tersebut terungkap dalam film dokumenter Sexy Killer produksi Watchdoc yang telah ditonton sebanyak 22 juta kali sejak dirilis 13 April lalu di situs Youtube.

Berbagai pendapat dan pandangan bermunculan terkait dengan pengembangan PLTU Celukan Bawang karena menimbulkan dampak yang buruk terhadap lingkungan dan kehidupan manusia.

Jumat malam (10/5) lalu civitas akademika Unipas Singaraja menggelar diskusi membedah film Sexy Killer, yang diprakarsai BEM Unipas dan Greenpeace Indonesia.

Seluruh civitas akademisi dan dosen diajak untuk mencermati film dokumenter Sexy Killer, terutama mengajak untuk waspada terhadap dampak operasional PLTU.

Aam Wijaya, dari Greenpeace menyampaikan dalam setahun ini pihaknya bersama warga Celukan Bawang berupaya menyadarkan seluruh stakeholder agar pembangunan PLTU tahap kedua dibatalkan.

 “Banyak pilihan yang lebih bersih, yang lebih berkelanjutan untuk Bali sebenarnya. Itu juga saat ini kita sedang memulai untuk membuat riset soal potensi energi alternatif khususnya surya dan angin untuk di Bali,” beber Aam Wijaya.

Menurutnya, apabila pembangunan perluasan PLTU Celukang Bawang dilakukan ini akan mengancam Bali kedepan. Bukan hanya dari sisi dampak yang ditimbulkan

tetapi juga mengancam pariwisata Bali umum. Bali kotor dengan udara, maka wisatawan akan enggan datang ke Bali.

Saat ini dari perluasan PLTU Celukang Bawang masih ada sejumlah warga yang tetap bertahan dan tidak mau menyetujui perluasan PLTU Celukang Bawang.

“Mereka (warga) bersikukuh bukan tanpa sebab, karena peduli akan dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat PLTU tersebut,” jelasnya.       

Sementara itu Dekan Fisip Unipas Gede Sandiasa selaku pemateri mengungkapkan nonton bareng dan diskusi film dokumenter Sexy Killer yang sempat menuai kontroversi, tidak lebih dari upaya menggunggah masyarakat untuk lebih berpihak kepada alam.

Diskusi tentang film ini adalah salah satu media untuk membangkitkan diskusi terkait dengan pembelajaran terhadap lingkungan.

Jadi bagaimana juga film ini disampaikan sedemikian rupa, isinya sangat padat, kemudian persoalan-persoalan mendasar yang terkait dengan lingkungan dari sebuah pengelolaan sumber daya alam.

 “Pada intinya setiap komponen masyarakat bisa menghemat energi sehingga tidak perlu ekploitasi yang terlalu besar, itu pesan dari film ini.

Sehingga kami berpendapat bahwa, film ini memberikan pendidikan kepada masyarakat, supaya kita lebih arif dalam menggunakan sumber daya alam dan energi,” pungkasnya.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/