28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 4:14 AM WIB

Kurang Biaya, Jasad TKI Asal Ubud Tak Bisa Dipulangkan ke Bali

RadarBali.com – Jasad Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Ni Wayan Sriani, 38, warga Banjar Bentuyung, Kelurahan Ubud, yang meninggal Rabu lalu (6/9) terkatung-katung di Nigeria.

Pihak keluarga kesulitan memulangkan jasad Sriani yang meninggal akibat jatuh di kamar mandi. Pemerintah juga tidak berbuat banyak.

Suami Sriani, Gusti Nyoman Putra, 51, menyatakan keluarganya di Bali tidak bisa berbuat banyak mengenai nasib jasad istri ketiganya.

“Kami tidak punya uang untuk mengembalikan jasad istri saya,” ujar Putra yang seorang sopir di salah satu hotel di bilangan Ubud itu saat ditemui Jawa Pos Radar Bali, Selasa siang.

Menurut Putra, ada tiga opsi yang diberikan pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang berlokasi di Afrika Selatan.

Pertama, pemulangan jenazah diperlukan dana Rp 120 juta lengkap dengan peti dan dua orang kurir pengantar jasad.

Kedua, membayar USD 3000 atau setara Rp 33 juta untuk kremasi. “Dua pilihan tidak mampu saya penuhi,” ujarnya.

Akhirnya, pilihan ketiga, yakni penguburan di wilayah Afrika Selatan menjadi pilihan terakhir. “Akhirnya keluarga sudah sip (fix, red) dengan pilihan penguburan,” ujarnya.

Dari pihak keluarga, rencananya akan melangsungkan upacara Ngeplugin di perempatan agung (perempatan besar) di Ubud.

Dilanjutkan upacara mepegat, semacam pamitan kepada roh jenazah

RadarBali.com – Jasad Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Ni Wayan Sriani, 38, warga Banjar Bentuyung, Kelurahan Ubud, yang meninggal Rabu lalu (6/9) terkatung-katung di Nigeria.

Pihak keluarga kesulitan memulangkan jasad Sriani yang meninggal akibat jatuh di kamar mandi. Pemerintah juga tidak berbuat banyak.

Suami Sriani, Gusti Nyoman Putra, 51, menyatakan keluarganya di Bali tidak bisa berbuat banyak mengenai nasib jasad istri ketiganya.

“Kami tidak punya uang untuk mengembalikan jasad istri saya,” ujar Putra yang seorang sopir di salah satu hotel di bilangan Ubud itu saat ditemui Jawa Pos Radar Bali, Selasa siang.

Menurut Putra, ada tiga opsi yang diberikan pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang berlokasi di Afrika Selatan.

Pertama, pemulangan jenazah diperlukan dana Rp 120 juta lengkap dengan peti dan dua orang kurir pengantar jasad.

Kedua, membayar USD 3000 atau setara Rp 33 juta untuk kremasi. “Dua pilihan tidak mampu saya penuhi,” ujarnya.

Akhirnya, pilihan ketiga, yakni penguburan di wilayah Afrika Selatan menjadi pilihan terakhir. “Akhirnya keluarga sudah sip (fix, red) dengan pilihan penguburan,” ujarnya.

Dari pihak keluarga, rencananya akan melangsungkan upacara Ngeplugin di perempatan agung (perempatan besar) di Ubud.

Dilanjutkan upacara mepegat, semacam pamitan kepada roh jenazah

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/