SINGARAJA – Pemerintah Kabupaten Buleleng menyatakan tak mau mencampuri masalah konflik internal di Desa Adat Kubutambahan.
Masalah yang telah bergulir di kepolisian, diserahkan sepenuhnya pada aparat penegak hukum. Namun pemerintah berharap agar desa adat bisa segera menyelesaikan konflik internal itu.
Hal itu diungkap Wakil Bupati Buleleng dr. Nyoman Sutjidra, saat ditemui di Lobi Atiti Wisma Kantor Bupati Buleleng kemarin.
Wabup Sutjidra menyatakan masalah status tanah duwen pura Desa Adat Kubutambahan menjadi masalah internal desa adat.
Wabup Sutjidra mengatakan pemerintah telah berupaya melakukan mediasi terkait masalah status tanah duwen pura Desa Adat Kubutambahan.
Mediasi itu dilakukan agar rencana pembangunan bandara internasional baru di Bali Utara, dapat segera dilakukan.
Tadinya upaya mediasi hendak dilakukan pada Selasa (6/10) pekan lalu di Pura Desa Adat Kubutambahan.
Namun, rencana itu urung dilaksanakan, karena Pengulu Desa Adat Kubutambahan Jro Pasek Ketut Warkadea tidak hadir dengan alasan sakit.
Wabup Sutjidra mengaku sudah menyampaikan beberapa opsi pada perwakilan krama desa adat. Dalam hal ini krama desa linggih.
Salah satu opsinya ialah menyerahkan hak tanah duwen pura pada pemerintah. Sehingga nantinya pemerintah dapat melakukan pengelolaan tanah untuk fasilitas umum,
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Bahkan beberapa menteri dalam Kabinet Indonesia Maju sudah menyampaikan beberapa opsi pada desa adat.
Para menteri itu diantaranya Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, serta Menteri Agraria Sofyan Djalil.
“Opsi-opsi itu sudah kami sampaikan pada krama desa linggih. Sekarang tinggal dari Desa Adat Kubutambahan berembuk. Seperti apa keputusannya.
Kami tidak mungkin mencampuri masalah itu. Yang jelas kami harap keputusan ini segera diambil, karena ada banyak tahapan untuk (pembangunan) bandara ini,” kata Sutjidra.
Wabup Sutjidra mengaku salah satu opsi yang mencuat ialah menyerahkan hak pengelolaan pada pemerintah. Opsi ini diharapkan bisa mengurangi resistensi sengketa aset dengan pihak ketiga.
Sebab ada beberapa bidang tanah yang masih berada di bawah hak pengelolaan PT. Pinang Propertindo.
Beberapa bidang tanah lainnya bahkan terancam dilego oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) karena dianggap tak memenuhi kewajiban utang piutang.
“Memang ada opsi sewa menyewa. Tapi, itu akan ada resistensi yang sangat besar dengan pihak ketiga. Makanya opsi itu yang mengemuka dalam forum.
Tapi, seperti apa keputusannya, kami tidak mungkin intervensi. Kami masih menunggu keputusan itu,” imbuhnya.