30.2 C
Jakarta
29 April 2024, 21:45 PM WIB

Bahas Pungli, Dewan Bali Undang Tokoh, MUDP, dan Polda. Hasilnya..

DENPASAR – Polemik dugaan pungutan liar (pungli) di beberapa desa di Bali menjadi pembahasan utama dalam pertemuan yang gelar di Gedung DPRD Bali pada Selasa (13/11).

 

Sejumlah tokoh, organisasi hindu, pihak kepolisian dan anggota dewan pun saling bertukar pikiran untuk mencari sebuah solusi atas persoalan yang terjadi di masyarakat.

 

Hadir dari kepolisian mewakili Kapolda Bali yakni Direskrimum Polda Bali, Kombes Pol Andi Fairan Kapolda Bali

 

 

Pada kesempatan itu,  salah satu yang jadi pembahasan adalah dugaan Pungli yang terjadi di Pantai Matahari, Sanur, Denpasar.

 

Dalam pemaparannya, Andi memperlihatkan selembar surat keputusan yang menjadi dasar dari pemungutan yang terjadi di Pantai Matahari terbit tersebut.

 

“Menurut para tokoh adat ini, apakah selembar surat ini sah? Baik dalam awig-awig atau dalam perarem?,” tanyanya.

 

Terlebih, diungkapkan juga, dalam surat keputusan Nomor 44DPS/VII/2014 yang hanya ditandatangani bendesa Desa Pakraman Sanur tersebut terkesan asal-asalnya. Dimana dalam keputusan yang tertuang di angka 3 dan 4 memiliki pengertian yang sama.

 

“Setiap hari, pemungut wajib setor dua juta ke bendahara umum Sanur, setelah itu, tidak tahu lagi kemana dana itu,” singgungnya dalam pertemuan yang juga dihadiri sejumlah bendesa tersebut.

 

Namun pertemuan kemudian mengkerucut, ketika pihak Polda Bali meminta kepada Majelis Ulama Desa Pakraman (MUDP) untuk diminta rekomendasi sebagai saksi ahli dalam menjabarkan apakah surat keputusan Nomor 44DPS/VII/2014 tersebut sah atau tidak secara hukum adat dan juga terhadap kasus lainnya yang sejenis.

 

“Nanti MUDP akan diambil petugasnya untuk dimintai keterangan sebagai saksi ahli. Jadi kalau selama ini, diantara yang sudah kami laksanakan, tidak memalui, MUDP. Tapi sekarang ini kami sepakat, apabila minta keterangan ahli, kami minta melalui MUDP,” ujarnya.

 

Untuk perkembangan kasus di Sanur ini, Andi mengatakan masih menunggu keterangan ahli dari MUDP.

Menurutnya, jika surat keputusan Nomor 44DPS/VII/2014 nantinya dikatakan tidak benar, proses hukum yang terjadi di kasus Sanur akan tetap dilanjutkan.

 

Jika surat tersebut tidak benar, Andi mengatakan mungkin kasus tersebut akan dilimpahkan ke adat untuk memprosesnya.

 

DENPASAR – Polemik dugaan pungutan liar (pungli) di beberapa desa di Bali menjadi pembahasan utama dalam pertemuan yang gelar di Gedung DPRD Bali pada Selasa (13/11).

 

Sejumlah tokoh, organisasi hindu, pihak kepolisian dan anggota dewan pun saling bertukar pikiran untuk mencari sebuah solusi atas persoalan yang terjadi di masyarakat.

 

Hadir dari kepolisian mewakili Kapolda Bali yakni Direskrimum Polda Bali, Kombes Pol Andi Fairan Kapolda Bali

 

 

Pada kesempatan itu,  salah satu yang jadi pembahasan adalah dugaan Pungli yang terjadi di Pantai Matahari, Sanur, Denpasar.

 

Dalam pemaparannya, Andi memperlihatkan selembar surat keputusan yang menjadi dasar dari pemungutan yang terjadi di Pantai Matahari terbit tersebut.

 

“Menurut para tokoh adat ini, apakah selembar surat ini sah? Baik dalam awig-awig atau dalam perarem?,” tanyanya.

 

Terlebih, diungkapkan juga, dalam surat keputusan Nomor 44DPS/VII/2014 yang hanya ditandatangani bendesa Desa Pakraman Sanur tersebut terkesan asal-asalnya. Dimana dalam keputusan yang tertuang di angka 3 dan 4 memiliki pengertian yang sama.

 

“Setiap hari, pemungut wajib setor dua juta ke bendahara umum Sanur, setelah itu, tidak tahu lagi kemana dana itu,” singgungnya dalam pertemuan yang juga dihadiri sejumlah bendesa tersebut.

 

Namun pertemuan kemudian mengkerucut, ketika pihak Polda Bali meminta kepada Majelis Ulama Desa Pakraman (MUDP) untuk diminta rekomendasi sebagai saksi ahli dalam menjabarkan apakah surat keputusan Nomor 44DPS/VII/2014 tersebut sah atau tidak secara hukum adat dan juga terhadap kasus lainnya yang sejenis.

 

“Nanti MUDP akan diambil petugasnya untuk dimintai keterangan sebagai saksi ahli. Jadi kalau selama ini, diantara yang sudah kami laksanakan, tidak memalui, MUDP. Tapi sekarang ini kami sepakat, apabila minta keterangan ahli, kami minta melalui MUDP,” ujarnya.

 

Untuk perkembangan kasus di Sanur ini, Andi mengatakan masih menunggu keterangan ahli dari MUDP.

Menurutnya, jika surat keputusan Nomor 44DPS/VII/2014 nantinya dikatakan tidak benar, proses hukum yang terjadi di kasus Sanur akan tetap dilanjutkan.

 

Jika surat tersebut tidak benar, Andi mengatakan mungkin kasus tersebut akan dilimpahkan ke adat untuk memprosesnya.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/