27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 1:35 AM WIB

Penguatan Desa Adat di Bali, Sri Mulyani; Kalau Saya Mendukung 1000 %

DENPASAR-Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menyatakan mendukung dan siap membahas lebih lanjut inisiatif untuk memberikan alokasi anggaran bagi desa adat di Bali.

“Kalau saya mendukung, bahkan mendukung 1000 % untuk itu. Saya memahami dan mengingat pentingnya keberadaan desa adat terutama Bali dalam menjaga kelestarian, saya bersama Pak Gubernur untuk yang satu itu.

Tinggal sekarang caranya bagaimana,” jelas Sri Mulyani di hadapan bendesa adat se-Bali dalam acara bertajuk ‘Tatap Muka Menteri Keuangan Bersama Bendesa Adat se-Bali’ di Hotel Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar Kamis (14/3) siang.

Selain itu,  dirinya juga mengaku berharap banyak pada Bali yang menjadi tujuan pariwisata global mampu mempertahankan eksistensi dan kelestarian adat dan budaya Bali.

“Dunia kini semakin makmur. RRT makin kaya, India makin kaya, punya penduduk lebih dari 1 milyar maka makin banyak pula kaum menengah keatas-nya yang akan berlibur dan Bali menjadi salah satu tujuannya. Ini tantangan bagi Bali, belum lagi jika menghitung turis Australia, Amerika dan Eropa serta wisatawan domestik.  Banyak sekali tekanan bagi Bali meskipun itu juga berarti rejeki bagi Bali,” papar Sri Mulyani.

Sri Mulyani menambahkan dalam Undang-Undang Desa disebutkan, yang disebut desa dan mendapatkan alokasi anggaran APBN adalah desa administratif yang diakui oleh Kementrian Dalam Negeri, yang secara historis berbeda dengan desa adat.

 “Namun kita juga tidak menampik fakta adanya entitas sosial atau komunitas bersama yang bentuknya seperti desa adat ini, yang fungsinya juga sangat penting diluar masalah administratif. Hanya saja mungkin wilayah administrasi-nya bisa overlap karena ada satu desa adat yang mengisi beberapa desa administrasi atau sebaliknya. Ini fakta yang harus kita sikapi,” tukas Mantan Direktur Bank Dunia ini.

Dalam peraturan perundangan dijelaskan Sri Mulyani, Menkeu akan membuat nota keuangan kepada presiden untuk selanjutnya dipaparkan ke dewan dan dibuatkan alokasinya. “Namun kita harus lihat pula implikasinya, seperti contohnya di Aceh dimana desa adat berubah menjadi desa administrasi sehingga keduanya jadi klop,” tambahnya.

Jika berbicara masalah kesejahteraan masyarakat, Menkeu menyebut program yang berorientasi pada hal tersebut, dirinya pasti ingin mendukung siapapun pimpinan daerahnya.

“Buat saya masyarakat yang paling penting. Presiden kita dipilih rakyat, presiden kita ingin mensejahterakan rakyat maka kita sebagai pembantunya harus melakukan upaya untuk melayani masyarakat. Jadi saran saya mari kita bawa isu ini dalam pembahasan,” tegasnya.  

Pertemuan yang dihadiri para bendesa dari 1.493 desa pakraman seluruh Bali itu diiniasi oleh Gubernur Bali Wayan Koster sebagai upaya membuka jalan untuk meyakinkan pemerintah pusat agar mengalokasikan dana bantuan bagi desa pakraman.

Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Bali Wayan Koster yang memaparkan bagaimana pentingnya peran Desa Adat sebagai warisan dari leluhur dalam menjaga adat istiadat, tradisi dan budaya di Bali selama berabad-abad.

“ Desa adat ini terbentuk dari proses sosiologis oleh masyarakat , jadi bukan dibentuk oleh negara tapi oleh masyarakat adat. Jadi sangat otonom dan terpelihara dengan baik. Bali tidak punya emas perak, batubara, tembaga atau gas tapi Bali punya adat istiadat dan budaya yang kaya dan unik. Kalau diberdayakan secara ekonomi tidak akan habis-habisnya dan desa adat punya peranan paling penting untuk menjaganya, “ jelas Koster dalam sambutannya.

Gubernur Koster juga menyampaikan agenda strategisnya dengan berbagai pergub guna mendukung terpeliharanya kearifan lokal di Bali.

“Jika tidak mempertahankan kearifan lokal saya kira kedepan kita akan rentan mengalami goncangan sosial di tengah kemajuan global,” kata Koster.

“Bali punya faktor lain yang membedakan dengan daerah lain yang disebut faktor Niskala, yang membawa aura yang kuat. Itulah yang dijaga oleh para bendesa adat ini. Sayangnya para bendesa ini banyak yang tidak mendapatkan apa-apa, murni pengabdian dibandingkan tugasnya yang luar biasa. Ini yang saya upayakan agar benar-benar berdaya di Bali,” tambahnya.   

Di tempat terpisah, Ketua Majelis Utama Desa Pekraman (MUDP) Jero Gede Suwena Putus Upadesha nmengaku sangat senang dengan pelaksanaan tatap muka antara Menkeu dan Bendesa adat se-Bali yang difasilitasi oleh Gubernur Koster.

“ Dengan acara ini Ibu Sri Mulyani bisa mengetahui keberadaan dan peranan desa adat di Bali sebagai desa sosial religious dengan tugas sekala dan niskala, dan yang lebih penting apa yang bisa diberikan negara kepada kita tidak hanya sekedar pengakuan dan penghormatan, tapi juga upaya untuk memberdayakan dan menguatkan desa pekraman yang ada di Bali,” tukasnya.

Jero Suwena juga menambahkan bahwa desa adat di Bali adalah suatu entitas sosial yang unik yang berbeda peranannya dengan desa dinas atau desa administratif.

“ Kita di Bali sistemnya dualitas, bukan dualisme dimana keduanya berjalan dengan perannya masing-masing dalam kehidupan adat, keagamaan serta kenegaraan.

Untuk itu kita harapkan jalan tengah  yang terbaik, sehingga tidak melanggar perundang-undangan yang ada namun desa adat tetap diakui oleh negara. Masih ada celah untuk itu dan kita semua berdoa agar perjuangan ini bisa sampai pada tujuannya,” tutup Jero Suwena.

DENPASAR-Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menyatakan mendukung dan siap membahas lebih lanjut inisiatif untuk memberikan alokasi anggaran bagi desa adat di Bali.

“Kalau saya mendukung, bahkan mendukung 1000 % untuk itu. Saya memahami dan mengingat pentingnya keberadaan desa adat terutama Bali dalam menjaga kelestarian, saya bersama Pak Gubernur untuk yang satu itu.

Tinggal sekarang caranya bagaimana,” jelas Sri Mulyani di hadapan bendesa adat se-Bali dalam acara bertajuk ‘Tatap Muka Menteri Keuangan Bersama Bendesa Adat se-Bali’ di Hotel Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar Kamis (14/3) siang.

Selain itu,  dirinya juga mengaku berharap banyak pada Bali yang menjadi tujuan pariwisata global mampu mempertahankan eksistensi dan kelestarian adat dan budaya Bali.

“Dunia kini semakin makmur. RRT makin kaya, India makin kaya, punya penduduk lebih dari 1 milyar maka makin banyak pula kaum menengah keatas-nya yang akan berlibur dan Bali menjadi salah satu tujuannya. Ini tantangan bagi Bali, belum lagi jika menghitung turis Australia, Amerika dan Eropa serta wisatawan domestik.  Banyak sekali tekanan bagi Bali meskipun itu juga berarti rejeki bagi Bali,” papar Sri Mulyani.

Sri Mulyani menambahkan dalam Undang-Undang Desa disebutkan, yang disebut desa dan mendapatkan alokasi anggaran APBN adalah desa administratif yang diakui oleh Kementrian Dalam Negeri, yang secara historis berbeda dengan desa adat.

 “Namun kita juga tidak menampik fakta adanya entitas sosial atau komunitas bersama yang bentuknya seperti desa adat ini, yang fungsinya juga sangat penting diluar masalah administratif. Hanya saja mungkin wilayah administrasi-nya bisa overlap karena ada satu desa adat yang mengisi beberapa desa administrasi atau sebaliknya. Ini fakta yang harus kita sikapi,” tukas Mantan Direktur Bank Dunia ini.

Dalam peraturan perundangan dijelaskan Sri Mulyani, Menkeu akan membuat nota keuangan kepada presiden untuk selanjutnya dipaparkan ke dewan dan dibuatkan alokasinya. “Namun kita harus lihat pula implikasinya, seperti contohnya di Aceh dimana desa adat berubah menjadi desa administrasi sehingga keduanya jadi klop,” tambahnya.

Jika berbicara masalah kesejahteraan masyarakat, Menkeu menyebut program yang berorientasi pada hal tersebut, dirinya pasti ingin mendukung siapapun pimpinan daerahnya.

“Buat saya masyarakat yang paling penting. Presiden kita dipilih rakyat, presiden kita ingin mensejahterakan rakyat maka kita sebagai pembantunya harus melakukan upaya untuk melayani masyarakat. Jadi saran saya mari kita bawa isu ini dalam pembahasan,” tegasnya.  

Pertemuan yang dihadiri para bendesa dari 1.493 desa pakraman seluruh Bali itu diiniasi oleh Gubernur Bali Wayan Koster sebagai upaya membuka jalan untuk meyakinkan pemerintah pusat agar mengalokasikan dana bantuan bagi desa pakraman.

Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Bali Wayan Koster yang memaparkan bagaimana pentingnya peran Desa Adat sebagai warisan dari leluhur dalam menjaga adat istiadat, tradisi dan budaya di Bali selama berabad-abad.

“ Desa adat ini terbentuk dari proses sosiologis oleh masyarakat , jadi bukan dibentuk oleh negara tapi oleh masyarakat adat. Jadi sangat otonom dan terpelihara dengan baik. Bali tidak punya emas perak, batubara, tembaga atau gas tapi Bali punya adat istiadat dan budaya yang kaya dan unik. Kalau diberdayakan secara ekonomi tidak akan habis-habisnya dan desa adat punya peranan paling penting untuk menjaganya, “ jelas Koster dalam sambutannya.

Gubernur Koster juga menyampaikan agenda strategisnya dengan berbagai pergub guna mendukung terpeliharanya kearifan lokal di Bali.

“Jika tidak mempertahankan kearifan lokal saya kira kedepan kita akan rentan mengalami goncangan sosial di tengah kemajuan global,” kata Koster.

“Bali punya faktor lain yang membedakan dengan daerah lain yang disebut faktor Niskala, yang membawa aura yang kuat. Itulah yang dijaga oleh para bendesa adat ini. Sayangnya para bendesa ini banyak yang tidak mendapatkan apa-apa, murni pengabdian dibandingkan tugasnya yang luar biasa. Ini yang saya upayakan agar benar-benar berdaya di Bali,” tambahnya.   

Di tempat terpisah, Ketua Majelis Utama Desa Pekraman (MUDP) Jero Gede Suwena Putus Upadesha nmengaku sangat senang dengan pelaksanaan tatap muka antara Menkeu dan Bendesa adat se-Bali yang difasilitasi oleh Gubernur Koster.

“ Dengan acara ini Ibu Sri Mulyani bisa mengetahui keberadaan dan peranan desa adat di Bali sebagai desa sosial religious dengan tugas sekala dan niskala, dan yang lebih penting apa yang bisa diberikan negara kepada kita tidak hanya sekedar pengakuan dan penghormatan, tapi juga upaya untuk memberdayakan dan menguatkan desa pekraman yang ada di Bali,” tukasnya.

Jero Suwena juga menambahkan bahwa desa adat di Bali adalah suatu entitas sosial yang unik yang berbeda peranannya dengan desa dinas atau desa administratif.

“ Kita di Bali sistemnya dualitas, bukan dualisme dimana keduanya berjalan dengan perannya masing-masing dalam kehidupan adat, keagamaan serta kenegaraan.

Untuk itu kita harapkan jalan tengah  yang terbaik, sehingga tidak melanggar perundang-undangan yang ada namun desa adat tetap diakui oleh negara. Masih ada celah untuk itu dan kita semua berdoa agar perjuangan ini bisa sampai pada tujuannya,” tutup Jero Suwena.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/