27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 6:32 AM WIB

Sejumlah Sekolah Lakukan MPLS “Offline”, Disdik Berdalih Sulit Sinyal

SINGARAJA – Proses Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di Kabupaten Buleleng, tak seluruhnya dilakukan secara online.

Beberapa sekolah pilih melakukan MPLS dengan proses offline. Materi-materi yang diberikan saat MPLS, dikirimkan dalam bentuk tertulis dan wajib dipelajari.

Saat ini sejumlah sekolah di Buleleng memang belum bisa mengakses jaringan internet secara memadai. Warga yang tinggal di kawasan pedesaan, juga kerap kesulitan mendapat sinyal internet.

Di Desa Pedawa misalnya, sinyal internet sulit dijumpai. Hanya di lokasi-lokasi tertentu saja terdapat sinyal internet.

Pun demikian di Desa Sepang Kelod, Kecamatan Busungbiu. Jaringan internet cukup sulit diakses di lokasi ini. Internet hanya tersedia di beberapa lokasi.

Plt. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng Made Astika mengatakan, MPLS offline bukan berarti MPLS dilakukan secara tatap muka.

MPLS tetap dilakukan offline dengan tetap memperhatikan prinsip social distancing. “Siswa yang tidak punya ponsel atau yang susah sinyal. Mereka dikumpulkan di sekolah.

Bukan berarti tatap muka. Jumlahnya sedikit. Dikelompokkan beberapa orang, tetap social distancing, diberikan materi untuk MPLS,” kata Astika.

Di SMPN 3 Busungbiu misalnya. Sekolah yang terletak di Desa Sepang ini, dikenal sebagai kawasan yang sulit sinyal. Satu-satunya sinyal internet yang mumpuni, berada di areal sekolah. Itu pun masih sangat terbatas.

“Akhirnya dikelompokkan. Ada 20 orang yang harus datang ke sekolah. Mereka memanfaatkan fasilitas yang ada di sekolah.

Di sana kan sinyal susah sekali, makanya dilakukan MPLS di luar jaringan. Di daerah sana kan hanya di sekolah saja sinyal internetnya bagus,” jelasnya lagi.

Permasalahan itu tak hanya terjadi di wilayah pedesaan. Namun juga di wilayah perkotaan. Di SMPN 6 Singaraja misalnya.

Ada 15 orang siswa yang tak bisa mengikuti MPLS online. Penyebabnya siswa-siswa itu orang tuanya tak memiliki fasilitas berupa android.

Solusinya sekolah membentuk kelompok. Setiap kelompok beranggotakan 5 orang siswa. Mereka kemudian didampingi guru untuk mengikuti MPLS online.

“Kita harus fleksibel. Karena kondisi wilayah dan kemampuan orang tua kan berbeda-beda. Kalau daerah gampang sinyal, orang tua ada fasilitas kan nggak masalah.

Nah yang tidak punya fasilitas dan di daerah susah sinyal, itu harus dicarikan jalan keluar. Makanya kami lakukan penyesuaian. Bagaimana caranya MPLS tetap jalan, protokol kesehatan juga terpenuhi,” demikian Astika. 

SINGARAJA – Proses Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di Kabupaten Buleleng, tak seluruhnya dilakukan secara online.

Beberapa sekolah pilih melakukan MPLS dengan proses offline. Materi-materi yang diberikan saat MPLS, dikirimkan dalam bentuk tertulis dan wajib dipelajari.

Saat ini sejumlah sekolah di Buleleng memang belum bisa mengakses jaringan internet secara memadai. Warga yang tinggal di kawasan pedesaan, juga kerap kesulitan mendapat sinyal internet.

Di Desa Pedawa misalnya, sinyal internet sulit dijumpai. Hanya di lokasi-lokasi tertentu saja terdapat sinyal internet.

Pun demikian di Desa Sepang Kelod, Kecamatan Busungbiu. Jaringan internet cukup sulit diakses di lokasi ini. Internet hanya tersedia di beberapa lokasi.

Plt. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng Made Astika mengatakan, MPLS offline bukan berarti MPLS dilakukan secara tatap muka.

MPLS tetap dilakukan offline dengan tetap memperhatikan prinsip social distancing. “Siswa yang tidak punya ponsel atau yang susah sinyal. Mereka dikumpulkan di sekolah.

Bukan berarti tatap muka. Jumlahnya sedikit. Dikelompokkan beberapa orang, tetap social distancing, diberikan materi untuk MPLS,” kata Astika.

Di SMPN 3 Busungbiu misalnya. Sekolah yang terletak di Desa Sepang ini, dikenal sebagai kawasan yang sulit sinyal. Satu-satunya sinyal internet yang mumpuni, berada di areal sekolah. Itu pun masih sangat terbatas.

“Akhirnya dikelompokkan. Ada 20 orang yang harus datang ke sekolah. Mereka memanfaatkan fasilitas yang ada di sekolah.

Di sana kan sinyal susah sekali, makanya dilakukan MPLS di luar jaringan. Di daerah sana kan hanya di sekolah saja sinyal internetnya bagus,” jelasnya lagi.

Permasalahan itu tak hanya terjadi di wilayah pedesaan. Namun juga di wilayah perkotaan. Di SMPN 6 Singaraja misalnya.

Ada 15 orang siswa yang tak bisa mengikuti MPLS online. Penyebabnya siswa-siswa itu orang tuanya tak memiliki fasilitas berupa android.

Solusinya sekolah membentuk kelompok. Setiap kelompok beranggotakan 5 orang siswa. Mereka kemudian didampingi guru untuk mengikuti MPLS online.

“Kita harus fleksibel. Karena kondisi wilayah dan kemampuan orang tua kan berbeda-beda. Kalau daerah gampang sinyal, orang tua ada fasilitas kan nggak masalah.

Nah yang tidak punya fasilitas dan di daerah susah sinyal, itu harus dicarikan jalan keluar. Makanya kami lakukan penyesuaian. Bagaimana caranya MPLS tetap jalan, protokol kesehatan juga terpenuhi,” demikian Astika. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/