NEGARA – Setelah disindir keras DPRD Jembrana, Komisi II DPRD Bali berencana memanggil direksi Perusahaan Daerah (perusda) Provinsi Bali untuk meminta penjelasan mengenai pesangon karyawan yang belum dibayar.
Pemanggilan tersebut, tidak hanya akan mempertanyakan masalah keuangan termasuk aset yang tidak dikelola dengan baik sehingga membuat perusahaan merugi, tapi juga pesangon karyawan.
Anggota Komisi II DPRD Bali Made Suardana asal Jembrana mengatakan, masalah Perusda Bali yang berada di Pekutatan sudah terjadi sejak setahun lalu, sehingga komisinya turun untuk meninjau langsung.
Tetapi untuk masalah pesangon mantan pegawai yang belum dibayar baru-baru, pihaknya belum mengetahui. “Terkait masalah perusda yang dulu pernah turun,” jelasnya.
Apabila Perusda Bali kembali tidak membayar pesangon karyawannya yang pensiun, lanjutnya, akan menindaklanjuti lagi dengan memanggil perusda Bali dan akan ke perkebunan yang dikelola perusda dengan pihak ketiga.
”Kalau memang ada masalah ini akan memanggil perusda, minta penjelasan kendalanya,” ungkapnya.
Anggota dewan asal Pekutatan ini menambahkan, komisi II yang membidangi Perusda sudah sering menyoroti.
Selain masalah gaji dan pesangon karyawan, juga masalah aset yang tidak dimanfaatkan dengan baik.
Usaha perusda berupa perkebunan karet yang dikelola dengan pihak ketiga, selama ini tidak pernah ada hasil justru merugi.
Dengan perombakan direksi Perusda Provinsi Bali, pihaknya akan menekankan solusi memanfaatkan aset lahan yang luas.
“Kita akan turun mendata aset yang belum dimanfaatkan. Kita coba maksimalkan aset daerah yang belum dimanfaatkan,” tandasnya.
Masalah pesangon pensiun mantan karyawan Perusda Provinsi Bali unit Perkebunan Pekutatan, disampaikan ke DPRD Jembrana beberapa waktu lalu.
Sebanyak 7 orang karyawan yang pensiun sejak Januari lalu belum dapat pesangon yang nilai totalnya Rp 300 juta lebih.
Saat Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja Jembrana, melakukan mediasi mantan
karyawan dengan perusda Provinsi Bali dan PT. Citra Indah Praya Lestari (CIPL), selaku pihak swasta yang bekerjasama mengelola perkebunan milik Perusda.
Setelah dua kali mediasi, tanggal 9 dan 23 April lalu, pihak perusda dan PT. CIPL, berjanji akan membayar 30 April. Namun hingga saat ini belum ada pembayaran dari perusahaan plat merah tersebut.