29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:20 AM WIB

Ruang Kelas Full, Siswa Pengungsi Terpaksa Belajar di Aula

RadarBali.com – Puluhan orang siswa yang kini bermukim di pengungsian, terpaksa belajar di aula SDN 1 Tembok.

Mereka terpaksa menerima fasilitas yang ada, karena tak ada lagi ruang kelas yang tersisa. Meski belajar di aula, para siswa tetap semangat mengenyam pelajaran.

Siswa-siswa itu berasal dari 19 sekolah dasar berbeda yang ada di Kecamatan Kubu. Sudah hampir sebulan terakhir mereka mengungsi ke Desa Tembok. Selama sebulan itu pula mereka menumpang belajar di SDN 1 Tembok.

Sebelumnya mereka selalu sekolah pada pagi hari. Sayangnya proses belajar mengajar tak bisa berjalan efektif.

Lantaran ruang kelas kelebihan siswa. Siswa bahkan terpaksa lesehan, karena kehabisan bangku. Selama ini siswa asli di SDN 1 Tembok, ada 112 orang siswa.

Sementara siswa dari pengungsi ada 197 orang. Dampaknya 309 orang siswa terpaksa berjejalan belajar pada pagi hari lantaran tidak ada guru yang mengajar pada sore hari.

Guru-guru dari pengungsian, sempat dilarang mengajar oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Karangasem, karena dianggap menyalahi regulasi.

Kemarin, sejumlah sekolah di Kecamatan Tejakula mulai menerapkan sistem double shift, untuk mengatasi kelebihan kapasitas.

Sekolah pagi diperuntukkan bagi siswa setempat, sementara sore harinya bagi siswa dari pengungsian. Khusus pada sore hari, mereka diajar guru yang ditugaskan oleh Disdikpora Karangasem.

Hanya saja, kebijakan sekolah double shift sendiri, terkesan masih setengah hati. Lantaran hanya ada dua sekolah yang menjalankan sistem ini.

Sekolah pertama adalah SDN 1 Tembok. Sekolah ini menampung 197 orang siswa pengungsi. Mereka kini diasuh tenaga pendidik dari SDN 2 Dukuh.

Sekolah lainnya adalah SDN 2 Tembok. Di sekolah ini tercatat ada 218 orang siswa pengungsi. Mereka diasuh guru-guru dari SDN 1 Sukadana.

Di SDN 1 Tembok misalnya, ada 12 orang guru dari SDN 2 Dukuh yang diminta mengajar di sana. Guru-guru itu tidak hanya mengajar siswa dari SDN 2 Dukuh saja, mereka juga mengajar siswa-siswa dari sekolah lain.

Tercatat ada siswa dari 19 SD di Kecamatan Kubu, yang numpang belajar di SDN 1 Tembok. Seluruh siswa pun harus sekolah pada shift sore.

Sebanyak 36 orang siswa yang duduk di kelas IV, terpaksa belajar di aula karena kehabisan ruang kelas.

Meski ada yang belajar di aula terbuka, hal itu dianggap lebih baik, ketimbang saat seluruh siswa harus sekolah pagi.

Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah sekolah di Kecamatan Tejakula mengalami overload, karena banyak siswa pengungsi yang ikut numpang belajar.

Tadinya kendala itu bisa diatasi dengan metode double shift. Pagi hari untuk siswa asli serta beberapa siswa pengungsi, dengan tenaga pengajar dari Buleleng.

Siang hari diisi siswa pengungsi dengan tenaga pengajar dari guru-guru di sekolah Karangasem, yang kebetulan mengungsi di sekitar sekolah terdekat

RadarBali.com – Puluhan orang siswa yang kini bermukim di pengungsian, terpaksa belajar di aula SDN 1 Tembok.

Mereka terpaksa menerima fasilitas yang ada, karena tak ada lagi ruang kelas yang tersisa. Meski belajar di aula, para siswa tetap semangat mengenyam pelajaran.

Siswa-siswa itu berasal dari 19 sekolah dasar berbeda yang ada di Kecamatan Kubu. Sudah hampir sebulan terakhir mereka mengungsi ke Desa Tembok. Selama sebulan itu pula mereka menumpang belajar di SDN 1 Tembok.

Sebelumnya mereka selalu sekolah pada pagi hari. Sayangnya proses belajar mengajar tak bisa berjalan efektif.

Lantaran ruang kelas kelebihan siswa. Siswa bahkan terpaksa lesehan, karena kehabisan bangku. Selama ini siswa asli di SDN 1 Tembok, ada 112 orang siswa.

Sementara siswa dari pengungsi ada 197 orang. Dampaknya 309 orang siswa terpaksa berjejalan belajar pada pagi hari lantaran tidak ada guru yang mengajar pada sore hari.

Guru-guru dari pengungsian, sempat dilarang mengajar oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Karangasem, karena dianggap menyalahi regulasi.

Kemarin, sejumlah sekolah di Kecamatan Tejakula mulai menerapkan sistem double shift, untuk mengatasi kelebihan kapasitas.

Sekolah pagi diperuntukkan bagi siswa setempat, sementara sore harinya bagi siswa dari pengungsian. Khusus pada sore hari, mereka diajar guru yang ditugaskan oleh Disdikpora Karangasem.

Hanya saja, kebijakan sekolah double shift sendiri, terkesan masih setengah hati. Lantaran hanya ada dua sekolah yang menjalankan sistem ini.

Sekolah pertama adalah SDN 1 Tembok. Sekolah ini menampung 197 orang siswa pengungsi. Mereka kini diasuh tenaga pendidik dari SDN 2 Dukuh.

Sekolah lainnya adalah SDN 2 Tembok. Di sekolah ini tercatat ada 218 orang siswa pengungsi. Mereka diasuh guru-guru dari SDN 1 Sukadana.

Di SDN 1 Tembok misalnya, ada 12 orang guru dari SDN 2 Dukuh yang diminta mengajar di sana. Guru-guru itu tidak hanya mengajar siswa dari SDN 2 Dukuh saja, mereka juga mengajar siswa-siswa dari sekolah lain.

Tercatat ada siswa dari 19 SD di Kecamatan Kubu, yang numpang belajar di SDN 1 Tembok. Seluruh siswa pun harus sekolah pada shift sore.

Sebanyak 36 orang siswa yang duduk di kelas IV, terpaksa belajar di aula karena kehabisan ruang kelas.

Meski ada yang belajar di aula terbuka, hal itu dianggap lebih baik, ketimbang saat seluruh siswa harus sekolah pagi.

Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah sekolah di Kecamatan Tejakula mengalami overload, karena banyak siswa pengungsi yang ikut numpang belajar.

Tadinya kendala itu bisa diatasi dengan metode double shift. Pagi hari untuk siswa asli serta beberapa siswa pengungsi, dengan tenaga pengajar dari Buleleng.

Siang hari diisi siswa pengungsi dengan tenaga pengajar dari guru-guru di sekolah Karangasem, yang kebetulan mengungsi di sekitar sekolah terdekat

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/