SEMARAPURA – Penyebaran wabah corona virus diseases 2019 (Covid-19) di Bali memicu stigma negatif di mata masyarakat Bali.
Yang paling jelas adalah sejumlah penolakan warga Bali terhadap para pekerja migran Indonesia (PMI) yang baru pulang kampung setelah bekerja di luar negeri.
Seperti di Samsam, Kerambitan, Tabanan, dan Sengkidu, Manggis, Karangasem. Mirisnya, hilangnya rasa empati dan rasa prikemanusian kembali terjadi di Klungkung.
Seorang anak asal Nusa Penida yang harus menjalani perawatan di RSUD Klungkung karena panas tinggi ditolak saat bersandar di Pelabuhan Padangbai, Karangasem.
Penolakan ini diunggah wayan yadnya di akun facebook dan mendapat respons netizen Bali. “Kami mengalami situasi yang sangat menyedihkan. Keponakan kami yang tinggal di
Pulau Nusa Penida siang ini mengalami panas badan yang tinggi dan harus offname di RS Gema Shanti Nusa Penida. Dari hasil test lab tidak mengalami gejala DB
serta hasil rapid test juga negative. Akan tetapi karena suhu tidak turun-turun maka keponakan kami harus di rujuk ke RSUD Klungkung,” katanya.
“Di tengah situasi pandemic ini protocol dan petugas kesehatan seperti biasa mengenakan APD lengkap. Selanjutnya proses memindahkan pasien dari Nusa Penida
harus melalui speedboat. Karena sudah sore dan pelabuhan di Kusamba tutup, maka speedboat diarahkan ke Padangbai,” imbuhnya.
Namun, sayangnya beberapa ratus meter sebelum boat bersandar, tampak kerumunan warga sekitar berkumpul. Mereka menolak speedboat bersandar.
Padahal, ambulance dari RSUD Klungkung beserta petugas kesehatan sudah siap dengan APD lengkap menunggu di dermaga.
Hampir satu jam lebih speed boat terombang ambing ditepian sambil menunggu negosiasi pihak RSUD Klungkung dengan warga.
“Namung sayang sekali keponakan kami tetap tidak diperbolehkan bersandar di Pelabuhan Padangbai,” katanya.
Karena sudah semakin sore, akhirnya pihak keluarga meminta bantuan Bupati Klungkung, Dandim, dan Kapolres Klungkung untuk bernegosiasi dengan warga di Pelabuhan Padangbai.
Tapi, negosiasi itu tetap tidak berhasil membujuk warga. Akhirnya alternative terakhir speedboat harus bersandar di Pelabuhan Kusamba meski dengan resiko cuaca dan gelombang besar.
“Berkat bantuan semua pihak akhirnya berhasil membujuk warga Banjar Bias untuk memperbolehkan speedboat bersandar.
Astungkare berkat kerja sama warga Banjar Bias ponakan kami dipersilakan dan dibantu proses evakuasinya,” tandasnya.
Satu catatan wayan yadnya di akun facebook, pandemic global Covid-19 memberikan pelajaran sekaligus tamparan kepada kita semua.
“Di saat sumber pendapatan atau ekonomi hilang, ada beberapa pihak atau masyarakat apakah mungkin karena keterbatasan informasi telah hilang rasa empati dan rasa perikemanusiaannya,” sentilnya.
Karena itu, secara khusus dia dan keluarganya mengucapkan terima kasih kepada para pihak terutama bupati, dandim, dan kapolres, dan warga Banjar Bias dan pihak boat Sekarjaya.
“Semoga selalu diberkati kesehatan dan semoga kita semua berhasil melalui krisis pandemic global ini bersama sama,” paparnya.
Unggahan wayan yadnya spontan mendapat tanggapan netizen. “Dumogi gelis kenak ank na…jadi sedih dg prilaku warga yg menolak …dah ilang prikemanusiaan na..,” kata akun @ agung sry.
Pernyataan serupa dilontarkan akun @ heny menik. “Kasian terombang ambing di laut hanya gara” manusia ga berotak..,”