SINGARAJA – Wacana pembangunan bandara baru di Bali Utara makin hangat saja. Setelah muncul wacana pemindahan
bandara ke wilayah Bali Barat, para prajuru di Desa Adat Kubutambahan melangsungkan upacara madewa saksi.
Upacara itu dilangsungkan di Pura Desa Adat Kubutambahan pada Sabtu (17/10) lalu. Upacara itu dipimpin Pengulu Desa Adat Kubutambahan, Jro Pasek Ketut Warkadea.
Upacara juga dihadiri para prajuru adat, paguyuban pemangku di Desa Adat Kubutambahan, para kelian subak, para kelian banjar adat, serta pecalang di Desa Adat Kubutambahan.
Konon upacara itu dilangsungkan sebagai bentuk kebulatan tekad krama Desa Adat Kubutambahan untuk mendukung pembangunan bandara baru Bali Utara.
Baik secara skala maupun niskala. Hanya saja, pihak desa adat meminta agar tanah duwen pura (DP) desa, tetap dipertahankan statusnya sebagai aset milik pura desa.
Pengulu Desa Adat Kubutambahan Jro Pasek Ketut Warkadea secara tegas mengatakan, mereka yang hadir dalam upacara medewa saksi siap mendukung rencana pembangunan bandara. Baik secara skala maupun niskala.
“Semua mendukung rencana pembangunan bandara. Tapi, untuk status tanah, kami harap eksistensinya tetap utuh sebagai duwen pura.
Tidak dialihkan pada negara, apalagi pada investor. Ini sudah jadi komitmen kami yang diambil lewat upacara secara niskala,” kata Warkadea kemarin.
Ia menegaskan komitmen itu bukan hanya sebatas ucapan saja. Namun sudah disampaikan di hadapan Ida Bhatara yang disungsung oleh krama desa setempat.
Di antaranya Ida Ratu Ayu Manik Galih, Ida Ratu Ayu Batur, dan Ida Ratu Ayu Ngurah Tengahin Toya yang ber-stana di Pura Desa Adat Kubutambahan.
“Semuanya nyaksiang raga, medewa saksi, nyinahang raga, untuk ngajegang tanah duwen pura pada Ida Bhatara yang melinggih ring pura desa.
Kami semua mendukung, hanya saja tidak bisa dilakukan pelepasan hak jadi tanah negara,” tegasnya lagi.
Lebih lanjut Warkadea mengatakan, pihaknya tidak akan hadir pada rapat pertemuan pembahasan bandara baru di Bali Utara. Rencananya rapat itu akan dilangsungkan di Jaya Sabha Kantor Gubernur Bali, pada Senin (19/10) hari ini.
Undangan rapat itu dilayangkan lewat surat bernomor 005/6921/Dishub “Kami mohon izin (tidak hadir). Sebab hemat kami, manut dresta, segara keputusan (yang melibatkan) dengan desa linggih,
dan kelian banjar adat, sebaiknya dilakukan di hadapan Ida Bhatara. Artinya bertempat di pura desa,” tandas Warkadea.