31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 11:00 AM WIB

Gagal Kejar Target Rp 167 Miliar, Dirut RS Buleleng Ungkap Fakta Baru

SINGARAJA – Target pendapatan RSUD Buleleng pada tahun ini dipastikan terjun bebas. Karena itu, RSUD Buleleng mengajukan revisi target pendapatan hingga 35 persen.

Pada tahun 2020 mendatang, diprediksi pendapatan RSUD pun tak akan jauh beda dibandingkan dengan tahun ini.

Semula RSUD Buleleng ditargetkan mengumpulkan pendapatan hingga Rp 167 miliar.

Pendapatan itu nantinya akan digunakan untuk operasional rumah sakit, peningkatan pelayanan kesehatan, peremajaan alat-alat kesehatan, hingga pengembangan sumber daya manusia kesehatan.

Namun hingga Oktober tahun ini, pendapatan yang terealisasi baru mencapai angka Rp 80 miliar.

Direksi RSUD Buleleng pun mengajukan revisi target pada Pemkab Buleleng dan DPRD Buleleng. Target yang tadinya Rp 167 miliar, kini dikepras menjadi Rp 107 miliar, atau turun 35 persen.

Untuk tahun depan, target yang dipasang pun tetap sama, yakni Rp 107 miliar. Dirut RSUD Buleleng dr. Gede Wiartana mengatakan,

kebijakan rujukan berjenjang yang diterapkan pada pasien pemegang kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sangat berpengaruh.

Untuk rawat jalan, kunjungan ke poliklinik RSUD Buleleng turun hingga separonya. Sementara untuk rawat inap, turun sebesar 5 persen.

“Ini terkait erat dengan kebijakan rujukan berjenjang itu. Jadi pemegang JKN harus ke puskesmas atau dokter pribadi dulu, setelah itu ke rumah sakit tipe D,

kemudian ke rumah sakit tipe C, baru bisa ke RSUD. Sebab rumah sakit kita ini kan sudah tipe B. Memang setengah lebih pasiennya berkurang, terutama di RSUD Buleleng,” katanya.

Sebenarnya, ungkap Wiartana, masyarakat lebih memilih langsung datang ke RSUD Buleleng melakukan rawat jalan.

Sebab ada jaminan ketersediaan tenaga medis maupun ketersediaan alat-alat. Namun, bila mereka langsung datang ke poliklinik, maka mereka tidak bisa menggunakan JKN.

Hanya kasus gawat darurat saja, yang dapat menggunakan JKN langsung di RSUD Buleleng.

Meski target pendapatan turun, Wiartana menjamin pelayanan pada pasien tak akan terganggu.

Sebab anggaran untuk belanja habis pakai medis, pembelian obat-obatan, dan pembelian bahan makanan untuk pasien juga turun.  

Hanya saja, untuk pengadaan alat-alat medis dengan harga fantastis, diakui akan sulit dilakukan. Untuk alat CT Scan misalnya.

Alat di RSUD Buleleng kini menjelang masa peremajaan. Sementara untuk pengadaan alat baru, membutuhkan anggaran paling tidak butuh anggaran Rp 3 miliar.

“Kalau alat kesehatan yang ringan-ringan masih bisa, dan tidak terganggu. Tapi kalau yang mahal, kami harus ajukan anggaran.

Entah itu lewat APBD kabupaten, BKK (Bantuan Keuangan Khusus) provinsi, atau DAK (Dana Alokasi Khusus) Kemenkes,” demikian Wiartana.

SINGARAJA – Target pendapatan RSUD Buleleng pada tahun ini dipastikan terjun bebas. Karena itu, RSUD Buleleng mengajukan revisi target pendapatan hingga 35 persen.

Pada tahun 2020 mendatang, diprediksi pendapatan RSUD pun tak akan jauh beda dibandingkan dengan tahun ini.

Semula RSUD Buleleng ditargetkan mengumpulkan pendapatan hingga Rp 167 miliar.

Pendapatan itu nantinya akan digunakan untuk operasional rumah sakit, peningkatan pelayanan kesehatan, peremajaan alat-alat kesehatan, hingga pengembangan sumber daya manusia kesehatan.

Namun hingga Oktober tahun ini, pendapatan yang terealisasi baru mencapai angka Rp 80 miliar.

Direksi RSUD Buleleng pun mengajukan revisi target pada Pemkab Buleleng dan DPRD Buleleng. Target yang tadinya Rp 167 miliar, kini dikepras menjadi Rp 107 miliar, atau turun 35 persen.

Untuk tahun depan, target yang dipasang pun tetap sama, yakni Rp 107 miliar. Dirut RSUD Buleleng dr. Gede Wiartana mengatakan,

kebijakan rujukan berjenjang yang diterapkan pada pasien pemegang kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sangat berpengaruh.

Untuk rawat jalan, kunjungan ke poliklinik RSUD Buleleng turun hingga separonya. Sementara untuk rawat inap, turun sebesar 5 persen.

“Ini terkait erat dengan kebijakan rujukan berjenjang itu. Jadi pemegang JKN harus ke puskesmas atau dokter pribadi dulu, setelah itu ke rumah sakit tipe D,

kemudian ke rumah sakit tipe C, baru bisa ke RSUD. Sebab rumah sakit kita ini kan sudah tipe B. Memang setengah lebih pasiennya berkurang, terutama di RSUD Buleleng,” katanya.

Sebenarnya, ungkap Wiartana, masyarakat lebih memilih langsung datang ke RSUD Buleleng melakukan rawat jalan.

Sebab ada jaminan ketersediaan tenaga medis maupun ketersediaan alat-alat. Namun, bila mereka langsung datang ke poliklinik, maka mereka tidak bisa menggunakan JKN.

Hanya kasus gawat darurat saja, yang dapat menggunakan JKN langsung di RSUD Buleleng.

Meski target pendapatan turun, Wiartana menjamin pelayanan pada pasien tak akan terganggu.

Sebab anggaran untuk belanja habis pakai medis, pembelian obat-obatan, dan pembelian bahan makanan untuk pasien juga turun.  

Hanya saja, untuk pengadaan alat-alat medis dengan harga fantastis, diakui akan sulit dilakukan. Untuk alat CT Scan misalnya.

Alat di RSUD Buleleng kini menjelang masa peremajaan. Sementara untuk pengadaan alat baru, membutuhkan anggaran paling tidak butuh anggaran Rp 3 miliar.

“Kalau alat kesehatan yang ringan-ringan masih bisa, dan tidak terganggu. Tapi kalau yang mahal, kami harus ajukan anggaran.

Entah itu lewat APBD kabupaten, BKK (Bantuan Keuangan Khusus) provinsi, atau DAK (Dana Alokasi Khusus) Kemenkes,” demikian Wiartana.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/