25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 6:24 AM WIB

Korban Gempa Lombok Takut Pengungsian, Terpaksa Pindah ke…

NEGARA – Meski sudah disediakan tempat penampungan yang relative aman, namun Chairul Umar, 25, memilih mengungsi ke tempat yang jauh.

Warga dari pulau Gili Trawangan, Lombok Utara, NTB, korban gempa itu mengajak istri dan kedua anaknya mengungsi ke rumah saudaranya di banjar Ketapang, Pengembengan, Negara.

Chairul Umar menuturkan, setelah gempa keras yang pertama mengguncang Lombok Utara, dirinya bersama anak dan istrinya meninggalkan usaha berjualan pakaian di obyek wisata Gili Trawangan untuk mengungsi.

Awalnya mereka mengungsi di posko pengungsian. Kemudian Umar mengajak istrinya Suyanti dan dua anaknya yang masih kecil Dewi Sekar Ayu, 10, dan Novian Chairul Saputra (9 bulan) pulang ke rumah ibunya di Ampenan, Kota Mataram.

Namun, karena pertimbangan keamanan serta mencari pekerjaan sementara, Umar bersama keluarganya lalu menuju rumah Yaniah, 40, di Banjar Ketapang, Pengambengan.

Mereka tiba di Jembrana sejak Jumat (17/8) lalu. “Saya memutuskan ke sini (Pengembengan, red) karena mencari tempat yang jauh lebih aman. Apalagi anak saya masih trauma akibat gempa,” ujar Umar.

Meski sudah berada di tempat yang jauh dan lebih aman, kata Umar namun dirinya bersama keluarganya jika mendengar suara keras masih sering kaget.

Trauma akibat suara dentuman dan gemuruh keras saat gempa pertama di Lombok itu masih membuatnya trauma.

“Bukan hanya kami, rata-rata orang di Lombok Utara mendengar dentuman keras sebelum gempa datang sehingga saya masih trauma dan meski saat tidur kalau mendengar suara keras saya sering kaget,” jelasnya.

NEGARA – Meski sudah disediakan tempat penampungan yang relative aman, namun Chairul Umar, 25, memilih mengungsi ke tempat yang jauh.

Warga dari pulau Gili Trawangan, Lombok Utara, NTB, korban gempa itu mengajak istri dan kedua anaknya mengungsi ke rumah saudaranya di banjar Ketapang, Pengembengan, Negara.

Chairul Umar menuturkan, setelah gempa keras yang pertama mengguncang Lombok Utara, dirinya bersama anak dan istrinya meninggalkan usaha berjualan pakaian di obyek wisata Gili Trawangan untuk mengungsi.

Awalnya mereka mengungsi di posko pengungsian. Kemudian Umar mengajak istrinya Suyanti dan dua anaknya yang masih kecil Dewi Sekar Ayu, 10, dan Novian Chairul Saputra (9 bulan) pulang ke rumah ibunya di Ampenan, Kota Mataram.

Namun, karena pertimbangan keamanan serta mencari pekerjaan sementara, Umar bersama keluarganya lalu menuju rumah Yaniah, 40, di Banjar Ketapang, Pengambengan.

Mereka tiba di Jembrana sejak Jumat (17/8) lalu. “Saya memutuskan ke sini (Pengembengan, red) karena mencari tempat yang jauh lebih aman. Apalagi anak saya masih trauma akibat gempa,” ujar Umar.

Meski sudah berada di tempat yang jauh dan lebih aman, kata Umar namun dirinya bersama keluarganya jika mendengar suara keras masih sering kaget.

Trauma akibat suara dentuman dan gemuruh keras saat gempa pertama di Lombok itu masih membuatnya trauma.

“Bukan hanya kami, rata-rata orang di Lombok Utara mendengar dentuman keras sebelum gempa datang sehingga saya masih trauma dan meski saat tidur kalau mendengar suara keras saya sering kaget,” jelasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/