GIANYAR – Jelang pergantian tahun baru dan di tengah pandemi Covid-19 yang meluluhlantakkan pariwisata dan perekonomian Bali, Komite SMAN 1 Gianyar menggelar rapat komite pada Senin (21/12).
Terungkap fakta, rapat meminta sumbangan kepada orang tua siswa. Menurut Ketua Komite SMAN 1 Gianyar, Pande Nyoman Yoharsana, sumbangan untuk membeli trali di pagar lantai II.
Yoharsana menyatakan, pungutan diberlakukan bagi siswa kelas X atau siswa baru. Saat rapat berlangsung, Yoharsana sempat mempersilahkan wartawan ikut duduk menyimak rapat komite.
“Ini semua orang tua siswa. Mereka sudah setuju semua,” ujar Yoharsana sambil menunjuk orang tua.
Di sela rapat, Yoharsana kepada Jawa Pos Radar Bali kembali menegaskan jika sumbangan itu sudah menjadi kesepakatan seluruh orang tua siswa.
“Sesuai aturan dibenarkan memungut, dan itu semua kesepakatan orang tua tidak ada pemaksaan ini kalau tidak punya uang tidak masalah,” ujarnya.
Sumbangan yang dia sebut sumbangan sukarela itu tidak wajib bagi siswa maupun orang tua siswa. Hal ini sifatnya sumbangan sukarela.
“Jadi tidak harus. Nilainya berapa juga tidak ditentukan, kerelaan saja,” jelasnya. Sumbangan sukarela ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di sekolah.
Salah satunya pengadaan railing di areal sekolah. Pengaman dari besi itu akan dipasang di atas pagar pembatas di lantai II. Supaya siswa aman saat beraktivitas.
“Jadi ini bukan pemaksaan. Ini kerelaan saja, kalau tidak punya uang tidak usah,” jelas Yoharsana.
Yoharsana juga mengaku sudah mempertimbangkan bila kembali membebani orang tua siswa dengan sumbangan sukarela saat pandemi Covid-19. “Ini kesepakatan juga. Karena covid berapa saja boleh,” jelasnya .
Tahun 2019 lalu, diakui sumbangan bagi siswa dipatok Rp 1,5 juta. “Kalau tahun lalu itu satu setengah (Rp 1,5 juta). Itu pun tidak wajib juga, kalau tidak punya tidak apa,” ungkapnya.
Selain dimintai sumbangan sukarela, saat ini siswa di SMA N 1 Gianyar menjalani proses pembelajaran secara daring.
Siswa juga wajib membayar uang SPP senilai Rp 150 ribu per bulan. “SPP Rp. 150 ribu per-bulan per siswa. Ada juga yang dapat potongan, sementara yang miskin tidak bayar SPP,” ungkapnya.
Pihaknya menegaskan, walaupun ada siswa yang tidak bayar sumbangan, tidak akan berpengaruh terhadap pelayanan administrasi. “Tidak ada sampai menyita ijazah gara-gara tidak bayar. Tidak ada itu,” pungkasnya.
Meski saat rapat tidak terjadi perdebatan sengit, namun di luar rapat, pendapat para orang tua siswa terbelah. “Ada siswa yang sudah bayar. Ada yang belum,” ujar salah satu orang tua siswa.
Sebagai orang tua siswa, pihaknya tidak mau ada masalah terhadap anaknya dikemudian hari. “Daripada ribut, lebih baik bayar saja,” pungkas orang tua siswa yang kembali mewanti-wanti namanya tidak dimediakan.