SINGARAJA – Gugus tugas akan mengubah protokol uji sampel swab terhadap pasien yang berstatus suspect atau diduga positif covid-19.
Semula uji swab dilakukan terhadap seluruh pasien yang masuk dalam kategori suspect. Kini keputusan pelaksanaan uji swab terhadap kasus yang diduga covid-19, akan merujuk pada diagnosis klinis yang dilakukan dokter penanggung jawab pasien.
Hal itu terungkap dalam rapat tindak lanjut Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19) Revisi ke-5, yang diterbitkan Kementerian Kesehatan pada Senin (13/7) pekan lalu.
Rapat itu dilangsungkan di Ruang Rapat Unit IV, Rabu (22/7) pagi. Rapat dihadiri oleh anggota gugus tugas dan perwakilan tenaga medis.
Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Kabupaten Buleleng Gede Suyasa mengatakan, ada sejumlah pedoman baru pada revisi kelima.
Selain perubahan istilah kasus, juga ada perubahan perlakuan terhadap kasus terkonfirmasi. Nantinya kasus terkonfirmasi yang tak bergejala maupun bergejala ringan, tak lagi dirawat di rumah sakit. Melainkan cukup isolasi mandiri.
Isolasi mandiri sesuai dengan pedoman Kemenkes, dilakukan di rumah. Namun Pemprov Bali melalui Surat Edaran Nomor 443/747/P2P.Dinkes/2020
tertanggal 17 Juli 2020 menginstruksikan agar kasus terkonfirmasi tanpa gejala medis, menjalani isolasi pada fasilitas yang disiapkan Pemprov Bali.
“Kalau dia misalnya kasus terkonfirmasi sedang dan berat dia masuk rumah sakit di daerah,” jelas Gede Suyasa.
Selain itu ada pula pedoman bahwa pemeriksaan swab tak lagi dilakukan. “Tidak ada melakukan swab PCR. Ini baru. Yang dilakukan PCR hanya mereka yang terkonfirmasi positif dengan gejala berat.
Kalau tidak bergejala, gejala ringan maupun sedang, tidak di-PCR. Ini beberapa skema yang berubah,” katanya.
Alhasil uji swab pada kasus-kasus suspect, harus menanti keputusan diagnosis klinis dari dokter penanggung jawab pasien.
Kepastian kesembuhan pasien juga akan merujuk pada diagnosis dokter. Apabila diagnosis klinis dari dokter menyatakan pasien sembuh, maka pasien akan diizinkan pulang.
“Jadi diagnosis klinis dari dokter yang sangat menentukan. Tidak lagi gunakan rapid maupun swab. Semua sudah ada protokolnya,” imbuhnya.
Apakah protokol baru itu tak akan memicu ledakan kasus? Gede Suyasa meyakini protokol itu tak akan memicu lonjakan kasus secara signifikan. Mengingat protokol dan pedoman itu disusun oleh para ahli, serta ditetapkan oleh Kemenkes.
“Dengan protokol yang dibuat revisi kelima ini berarti sudah diperhitungkan oleh pusat. Kan nggak mungkin bikin revisi pedoman, malah bikin penularan.
Kita harus yakin revisi kelima ini juga membuat rileksasi, juga membuat pengetatan sehingga tidak terjadinya penularan yang lebih luas,” demikian Suyasa.