RadarBali.com – Pengungsian warga Karangasem juga sampai ke wilayah Bedugul, Desa Candikuning, Baturiti.
Sebanyak 259 orang dari beberapa desa di Karangasem menuju tempat aman seiring dengan meningkatnya aktivitas Gunung Agung.
Warga mulai mengungsi ke rumah-rumah sanak familinya di Desa Candikuning sejak Kamis (20/9) Pukul 02.00-03.00.
Mereka datang berangsur-angsur. Sampai Jumat (22/9), warga terus berbondong datang menumpang truk sewaan.
“Dari Kamis dini hari sudah mulai berdatangan,” jelas Perbekel Desa Candikuning, Made Mudita, kemarin.
Hingga Jumat sore, data pengungsi yang datang ke wilayah Candikuning mencapai 259 orang. Dari orang dewasa sampai bayi. Mereka datang dari empat desa dari tiga kecamatan.
Yakni Desa Bonyoh, Kecamatan Kubu; Desa Sebudi, Kecamatan Selat; Desa Kumala, Kecamatan Bebandem; dan Desa Amerta Buana, Kecamatan Selat.
“Mereka mencari rumah keluarganya yang kebetulan banyak ada di Candikuning,” terangnya. Di Candikuning, memang banyak warga eks pengungsian dari Karangasem saat Gunung Agung meletus tahun 1963.
Banyak yang menetap di Candikuning, dan hanya sebagian yang kembali ke desanya di Karangasem setelah letusan Gunung Agung mereda.
Karena begitu banyaknya pengungsi, Desa Candikuning bersama bendesa pakraman di wilayah Candikuning serta aparat kepolisian, TNI, dan lainnya mengumpulkan para pengungsi Jumat Pukul 10.00.
Mereka diberikan pengarahan. “Agar tertib, jangan berkeliaran di malam hari, turut menjaga wilayah agar tidak ditumpangi oknum-oknum yang tak bertanggungjawab,” jelas dia.
Sebanyak 259 pengungsi itu tersebar di tiga banjar di Candikuning. Rinciannya, 37 orang dari Banjar/Desa Bonyoh menumpang di Banjar Bukitcatu; 29 orang dari Banjar Telung Buwana, Desa Sebudi di Banjar Candikuning I; dan 193 orang dari Banjar Telung Buwana (155 orang), Banjar Badeg Dukuh Desa Sebudi (28), Banjar Linggasana, Desa Kumala (7), dan Banjar Suka Luwih, Desa Amerta Buwana (3) ditampung di Banjar Kembangmerta.
“Di Kembang Merta paling banyak,” terangnya. Karena tempat warga yang dijadikan tempat pengungsian cukup terbatas, desa dinas, desa adat, dan kepolisian, TNI, termasuk Pemkab Tabanan membuat posko pengungsian di Banjar Kembang Merta Jumat sore.
Posko ini mengambil dua bangunan terbuka, yang ditutup melingkar menggunakan karung untuk menghindari cuaca dingin di Bedugul.
“Kami buat posko peduli. Tapi, untuk warga lansia dan anak-anak kami arahkan tetap di rumah-rumah warga yang menjadi keluarganya. Posko ini untuk orang dewasa,” jelas Mudita.
Menurut Wayan Singgih, 35, salah satu pengungsi, dia bersama istri dan seorang anaknya ikut mengungsi karena sudah tidak nyaman dengan beberapa kali gempa.
Dikatakan, warga tidur berdesakan di rumah keluarganya. Seperti rumah Nengah Mudita di Banjar Kembangmerta yang sebelumnya hanya ditinggali Wayan Neca, 37, sang keponakan, bersama istri dan dua anaknya.
“Ada 90 yang mengungsi di sini. Tapi, karena terlalu banyak, tadi malam rumah ini ditinggali sekitar 50 orang saja. Sisanya menyebar di rumah kakak-kakak saya,” kata Nengah Mudita sambil menunjuk dua rumah berukuran 5×8 meter persegi, dengan 4×7 meter persegi.
Nengah Mudita yang juga sekretaris desa ini memang sudah tidak tinggal di rumah ini. Dia tinggal di rumahnya yang lain, masih di wilayah Kembangmerta.
Singgih mengatakan, para pengungsi membutuhkan beberapa fasilitas yang mendesak. Di antaranya adalah bahan makanan, alas tempat tidur, dan selimut. “Karena kalau malam dingin sekali,” jelasnya.
Perbekel Mudita pun mengakui kebutuhan mendesak para pengungsi. Dia pun berkoordinasi dengan camat, Pemkab Tabanan dan lainnya.
Tak cukup di sana, juga sedang diupayakan agar anak-anak yang masih sekolah tetap bisa belajar, salah satunya dimasukkan sementara di SD atau SMP terdekat. “Kami juga berkoordinasi dengan petugas kesehatan,” terangnya.