RadarBali.com – Meski hanya menampung sampah, TPA Sente yang merupakan satu-satunya TPA di Klungkung daratan itu, telah menjadi sumber penghasilan bagi sebagian warga Desa Pikat, Kecamatan Dawan, Klungkung.
Dengan batas waktu penutupan TPA Sente yang semakin dekat, yakni akhir tahun 2017 ini, membuat warga setempat dirundung kebingungan untuk mendapatkan sumber pendapatan baru.
Ketus Suartini salah seorang warga Desa Pikat, Kecamatan Dawan, Klungkung yang sehari-harinya memulung sampah di TPA Sente saat ditemui ketika sedang memulung mengungkapkan, sudah 15 tahun dirinya memulung di TPA tersebut.
Dengan memulung sampah rongsokan dari TPA Sente, dirinya bisa mendapat sekitar Rp 30 ribu-Rp 50 ribu per harinya. “Saya mulai mulung itu sekitar pukul 07.00 – 11.00,” ungkapnya.
Adapun uang yang didapatnya digunakan untuk meringankan beban sang suami yang seorang tukang bangunan dengan penghasilan yang tidak menentu.
Meski tidak terlalu banyak penghasilan yang dia dapatkan dari memulung, setidaknya dari hasil memulung itu dia bisa menyekolahkan dan memberi uang saku untuk ketiga anak-anaknya.
“Dari hasil mulung di TPA ini saya bisa sekolahin anak-anak saya,” ujarnya. Tidak hanya bisa menyekolahkan anak-anaknya, dari hasil memulung dia juga bisa memelihara babi hingga enam ekor babi.
Hal itu karena sampah yang dibuang di TPA Sente tersebut tidak hanya sampah plastik yang bisa dijual kepada pengepul barang loakan, namun juga sampah organik yang masih bisa dimanfaatkan untuk memberi makan ternak-ternaknya.
“Setiap hari saya bisa dapat enam keresek merah besar sampah yang bisa untuk makanan ternak. Kalau sampai di tutup, saya tidak bisa kasih babi saya makan karena uang buat beli makanan babi saya tidak punya,” ungkapnya.
Dengan keberadaan tumpukan sampah yang bisa dimanfaatkan untuk menyambung hidup tersebut, tidak heran bila dia merasa sangat bingung jika melihat kenyataan bahwa TPA Sente akan ditutupnya akhir tahun 2017 mendatang.
“Kalau ditutup, tentunya saya tidak bekerja lagi. Ternak saya tidak bisa dapat makanan gratis lagi. Saya juga pasti bingung untuk biaya sekolah anak,” ungkapnya.
Tidak hanya Ketus Suartini, sedikitnya ada sekitar 30 orang pemulung yang akan kebingungan mencari sumber penghasilan baru jika TPA Sente di tutup.
Begitupun dengan Nyoman Parwati yang merupakan seorang pedagang yang berjualan di lokasi TPA Sente sejak tahun 1998.
“Yang belanja di tempat saya, ya pemulung-pemulung di sini. Kalau TPA ini ditutup, semoga TPA yang baru bisa segera dibuka. Jadi saya bisa jualan lagi,” tandasnya