AMLAPURA – Gubernur Bali Wayan Koster memang telah menerbitkan Pergub Nomor 1 tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali. Sejak itu, Koster mengklaim arak Bali kian meningkat. Apakah benar?
Perkembangan arak di Bali memang kian berkembang. Mulai banyak pedagang arak berani menunjukkan dirinya karena merasa sudah ada perlindungan secara hukum. Namun sejak pandemi ini, penjualan mereka ternyata menurun.
Pengakuan salah satu perajin arak, Angga Tonny Masitha dari Desa Tri Eka Buana, Sidemen, Karangasem mengaku sejak dua bulan terakhir ini penjualannya menurun drastis. Bukan karena peminat arak, tetapi persaingan yang begitu tinggi.
“Sekarang itu banyak pegawai hotel (bartener) yang dirumahkan. Mereka kini menjual arak inovasi. Seperti dijadikan mojito dan lainnya,” ujarnya saat diwawancara Jumat (23/10).
Hal ini lah yang membuat Angga mesti putar otak lagi. Niat mempertahankan rasa arak murni dengan proses tradisional yang ia lakukan bertahun-tahun pun kini harus dicarikan solusinya.
“Sekarang penurunan pembeli sampai 40 persen. Dulu sebelum pandemi, saya bisa menjual 120 liter dalam seminggu. Kini, paling hanya 60 sampai 90 liter dalam seminggu,” ujarnya
Tidak hanya penurunan produksi, Pergub 1 tahun 2020 juga belum mengangkat harga arak. Dia menyebutkan, harganya stagnan. Dicontohkan untuk arak dengan kandungan alkohol 35 persen Rp35 ribu per 600 mililiter, 20 persen seharga Rp20 ribu per 600 mililiter, dan yang alkoholnya 15 persen Rp15 ribu per 600 mililiter.
Meski mengaku sebagai produsen arak yang kecil di Bali, ia juga berkeyakinan produsen arak besar lainnya juga mengalami nasib yang sama. Ia pun berharap nantinya arak bisa berkembang sebagaimana harapan dan cita-cita dari Pergub yang dikeluarkan oleh Koster.
Sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster menyebut dirinya optimistis arak dapat bersaing dengan minuman khas tradisional dari negara lain semacam sake dan soju.
“Saya terus promosikan, sampai di Jakarta. Di kalangan wisatawan banyak yang memuji kualitas arak Bali. Karena itu, saya yakin (arak Bali) nantinya akan semakin berkembang menjadi sebuah industri, bersaing dengan sake, soju atau vodka,” ujar Koster di sela menerima audiensi Politeknik Negeri Bali di Rumah Jabatan Gubernur Bali, Jaya Sabha, Denpasar Rabu (21/10).
Koster menjelaskan, sejak dikeluarkannya Pergub Nomor 1 Tahun 2020, kebijakan ini membawa berkah bagi petani dan pembuat arak tradisional. Arak Bali sudah sangat terangkat dan makin diminati banyak orang,” katanya.
Kebijakan Pergub tersebut lanjut dia, ternyata pula berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama terhadap upaya mengangkat produk-produk lokal Bali.
“Baru pertama kali saya kira, ada produk lokal yang berkembang lewat kebijakan gubernur (Pergub, red). Bahkan belum satu tahun (diterbitkan, Red) sudah ada bukti riil di lapangan,” klaimnya.
Belum lagi, kata Gubernur asal Sembiran, Buleleng tersebut, arak Bali pada masa pandemi ini ternyata juga punya khasiat ‘usadha’ yang terbukti membantu mempercepat penyembuhan pasien Covid-19.
Oleh karena itu, untuk mempercepat arak Bali menuju arah industri, pihaknya mengajak kalangan perguruan tinggi ikut terlibat mengembangkan produk lokal berbasis kerakyatan tersebut.
“Makin terangkat namanya tentu akan semakin banyak permintaannya. Sekarang kan prosesnya masih tradisional. Jika nanti bisa didukung dengan alat-alat hasil penelitian kalangan universitas tentu harapannya produksinya meningkat, dan waktu produksinya juga bisa lebih singkat. Dan semuanya saya arahkan untuk menggunakan sumber daya di Bali, hidupkan ekonomi kerakyatan,” tandasnya.