RadarBali.com – Kondisi Gunung Agung benar-benar dinamis. Setelah mengalami erupsi freatik Selasa sore, kemarin gunung tertinggi di Pulau Dewata itu beraktivitas seperti sebelumnya.
Berdasar pengamatan visual, dari kawah keluar asap solfatara warna putih tipis dan kelabu menggelayut setinggi 500 – 700 meter.
Meski begitu, gempa freatik yang diprediksi membuka jalannya magma keluar tetap mendapat perhatian khusus.
Apalagi satelit aster merilis citra satelit thermal sejak 15 November terpantau sebaran area panas akibat aktivitas vulkanik (magmatik) terus membesar.
Menurut Lesto Prabhancana, narasumber kebencanaan dan mitigasi bencana Kementerian Pekerjaan Umum, wajar jika terjadi letupan freatik karena di antara magma menuju kawah itu ada pelapis tanah.
Lapisan itu terus dipanasi magma dari bawah, sementara dari atas terus terkena hujan. Letupan freatik diprediksi bisa terjadi terus menerus.
Namun, letupan freatik ini jika terjadi terus menerus justru menimbulkan masalah baru. Sebab, letupan freatik yang terjadi terus menerus akan membuat rapuh dan lapuk daerah yang selama ini menjadi benteng.
Lesto mengibaratkan besi panas terkena air kemudian dipanasi lagi dan terkena air lagi, maka besi itu rapuh.
“Daerah benteng ini ada di timur laut dari arah puncak. Ini juga sesuai dengan deformasi citra satelit terjadinya penggelembungan timur laut,” terang Lesto kepada Jawa Pos Radar Bali, kemarin.