NEGARA – Pembangunan anjungan cerdas konservasi (ACK) yang berada di Jalan Denpasar – Gilimanuk, wilayah Taman Nasional Bali Barat (TNBB) sejak selesai dibangun tahun 2019 belum dimanfaatkan.
Karena itu, ACK yang dibangun menggunakan APBD Jembrana miliaran rupiah tersebut mendapat julukan baru, yakni rumah bojog atau rumah monyet.
Julukan rumah bojog tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, ACK dibangun merupakan wilayah TNBB yang menjadi tempat habitat monyet, sehingga karena tidak ada yang memanfaatkan maka sering dijadikan tempat kawanan monyet.
Selain belum dimanfaatkan, pengelola ACK tersebut juga belum jelas. Hal tersebut disampaikan Wakil ketua DPRD Jembrana I Wayan Suardika.
Menurutnya, pembangunan ACK tersebut merupakan kerjasama antara pihak TNBB yang memiliki aset dengan pemerintah kabupaten Jembrana.
Tanggungjawab dari pemerintah kabupaten membangun menggunakan APBD Jembrana. “Sekarang bagaimana mau memanfaatkan, pengelolanya saja belum jelas siapa,” ujarnya.
Menurut politisi Partai Golkar ini, pembangunan ACK yang sudah menyedot anggaran miliaran rupiah dari APBD Jembrana tersebut harus segera ditentukan pengelolanya, sehingga bangunan bisa memanfaatkan.
“Dari segi lokasi sebenarnya sangat bagus. Kalau dimanfaatkan sebagai rest area dan destinasi wisata sangat berpotensi. Tetapi tentukan dulu siapa yang mengelola,” ujar Suardika.
Menurutnya, karena berpotensi sebagai tempat wisata sehingga yang tepat mengelola ACK tersebut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
“Sekarang tergantung dari pemerintah daerah siapa yang mengelola. Dari pada menjadi rumah Bojog, lebih baik segera ditetapkan pengelolanya agar bisa dimanfaatkan,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jembrana Nengah Alit mengatakan, pengelolaan ACK yang berada di kawasan TNBB Gilimanuk sampai saat ini belum ada perintah untuk dikelola dari dinasnya.
“Bukan kami yang mengelola. Kami hanya sifatnya supporting saja jika sudah dimanfaatkan, misalnya mengenalkan pariwisata Jembrana,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Wayan Sudiarta mengatakan, kawasan ACK tersebut pembangunan dilakukan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Perumahan Dan Kawasan Permukiman.
Namun, untuk pengelolaannya diserahkan pada Dinas Lingkungan Hidup. “Sekarang yang memelihara lingkungan hidup,” jelasnya.
Tapi, penyerahan pengelolaan pada Lingkungan Hidup tersebut masih belum ada surat keputusan dari bupati Jembrana.
Perintah pengelolaan sebatas lisan, tanpa ada tertulis. “Sementara baru lisan lingkungan hidup yang mengelola, karena ada konservasinya,” ujarnya.
Rencananya, pengelolaan kawasan ACK tersebut paling cepat bulan Januari 2021 mendatang. Kawasan ACK, akan digunakan untuk rest area, konservasi dan tempat kemah bagi siswa.
Sehingga, nantinya akan dilengkapi dengan audio visual untuk memberikan edukasi pada siswa dan pengunjung. “Rencana secepatnya dimanfaatkan, bulan Januari baru bisa mulai,” terangnya.