33.8 C
Jakarta
27 April 2024, 14:52 PM WIB

Nyepi, Melasti ke Pantai di Klungkung Diperbolehkan, Ini Syaratnya

SEMARAPURA – Jelang perayaan Hari Raya Nyepi, biasanya umat Hindu tidak terkecuali di Kabupaten Klungkung akan menggelar ritual Melasti.

Pantai menjadi tempat yang banyak digunakan untuk menggelar ritual ini. Hanya saja karena hingga saat ini pandemi Covid-19 belum berakhir,

ritual Melasti jelang perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka 1943 di pantai diputuskan diperbolehkan untuk desa adat yang wilayahnya dekat pesisir pantai.

Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta mengungkapkan, jelang perayaan Nyepi, ada sejumlah ritual yang biasanya digelar umat Hindu di Klungkung dengan melibatkan banyak massa.

Seperti Melasti dan mengarak ogoh-ogoh. Dengan kondisi pandemi Covid-19 yang hingga saat ini belum berakhir, menurutnya, kegiatan itu tidak bisa dilakukan sebagai mana mestinya.

“Untuk pengarakan ogoh-ogoh, kembali ditiadakan tahun ini. Sementara untuk ritual Melasti, jumlah warga yang bisa dilibatkan kami batasi hanya 50 orang dan harus disiplin menerapkan protokol kesehatan,” terangnya.

Khusus ritual Melasti, lanjut Bupati Suwirta, tidak hanya jumlah peserta yang dibatasi namun pelaksanaannya juga.

Di mana ritual Melasti di pantai, beji atau sumber mata air, dan danau, diperbolehkan bagi desa adat yang wilayahnya berada dekat dengan pantai beji atau sumber mata air, dan danau.

“Sedangkan untuk desa adat yang jauh supaya melaksanakan Melasti dengan ritual Ngubeng,” ujarnya.

Saat perayaan hari raya Nyepi, pihaknya meminta agar tidak ada penutupan jalan dengan benda-benda tertentu.

Itu untuk mengantisipasi adanya keadaan darurat yang membutuhkan akses jalan lancar seperti membawa orang sakit dan juga penanganan kebakaran.

“Jika harus menutup jalan, Pecalang diwajibkan menjaga penutupan jalan tersebut. Dan saya minta kepada petugas Damkar dan ambulans untuk tidak membunyikan sirene jika terjadi keadaan darurat,” jelasnya.

Sementara itu terkait dengan potensi adanya warga yang sebelumnya tinggal di luar daerah memutuskan pulang kampung ke Kabupaten Klungkung untuk merayakan Nyepi, pihaknya meminta agar protokol kesehatan diterapkan dengan ketat.

Begitu juga untuk kegiatan kumpul-kumpul untuk bisa dihindari. “Harapan saya saat bertemu (kerabat) kan siapa tahu ada virusnya,

tolonglah jaga jarak sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Agar tidak ada orang menyebut nanti setelah Nyepi melonjak (kasus Covid-19) dan lain sebagainya.

Saya berharap Tim Satgas Covid-19 di desa supaya aktif mensosialisasikan disiplin penerapan prokes kepada warga,” tandasnya. 

SEMARAPURA – Jelang perayaan Hari Raya Nyepi, biasanya umat Hindu tidak terkecuali di Kabupaten Klungkung akan menggelar ritual Melasti.

Pantai menjadi tempat yang banyak digunakan untuk menggelar ritual ini. Hanya saja karena hingga saat ini pandemi Covid-19 belum berakhir,

ritual Melasti jelang perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka 1943 di pantai diputuskan diperbolehkan untuk desa adat yang wilayahnya dekat pesisir pantai.

Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta mengungkapkan, jelang perayaan Nyepi, ada sejumlah ritual yang biasanya digelar umat Hindu di Klungkung dengan melibatkan banyak massa.

Seperti Melasti dan mengarak ogoh-ogoh. Dengan kondisi pandemi Covid-19 yang hingga saat ini belum berakhir, menurutnya, kegiatan itu tidak bisa dilakukan sebagai mana mestinya.

“Untuk pengarakan ogoh-ogoh, kembali ditiadakan tahun ini. Sementara untuk ritual Melasti, jumlah warga yang bisa dilibatkan kami batasi hanya 50 orang dan harus disiplin menerapkan protokol kesehatan,” terangnya.

Khusus ritual Melasti, lanjut Bupati Suwirta, tidak hanya jumlah peserta yang dibatasi namun pelaksanaannya juga.

Di mana ritual Melasti di pantai, beji atau sumber mata air, dan danau, diperbolehkan bagi desa adat yang wilayahnya berada dekat dengan pantai beji atau sumber mata air, dan danau.

“Sedangkan untuk desa adat yang jauh supaya melaksanakan Melasti dengan ritual Ngubeng,” ujarnya.

Saat perayaan hari raya Nyepi, pihaknya meminta agar tidak ada penutupan jalan dengan benda-benda tertentu.

Itu untuk mengantisipasi adanya keadaan darurat yang membutuhkan akses jalan lancar seperti membawa orang sakit dan juga penanganan kebakaran.

“Jika harus menutup jalan, Pecalang diwajibkan menjaga penutupan jalan tersebut. Dan saya minta kepada petugas Damkar dan ambulans untuk tidak membunyikan sirene jika terjadi keadaan darurat,” jelasnya.

Sementara itu terkait dengan potensi adanya warga yang sebelumnya tinggal di luar daerah memutuskan pulang kampung ke Kabupaten Klungkung untuk merayakan Nyepi, pihaknya meminta agar protokol kesehatan diterapkan dengan ketat.

Begitu juga untuk kegiatan kumpul-kumpul untuk bisa dihindari. “Harapan saya saat bertemu (kerabat) kan siapa tahu ada virusnya,

tolonglah jaga jarak sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Agar tidak ada orang menyebut nanti setelah Nyepi melonjak (kasus Covid-19) dan lain sebagainya.

Saya berharap Tim Satgas Covid-19 di desa supaya aktif mensosialisasikan disiplin penerapan prokes kepada warga,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/