31.6 C
Jakarta
20 November 2024, 11:25 AM WIB

Tolong! Tersebar di Rumah Warga, Ribuan Pengungsi Tak Dibantu

RadarBali.com – Ribuan pengungsi asal Karangasem banyak yang tersebar di rumah-rumah warga yang menjadi familinya.

Seperti di Tabanan, pengungsi banyak yang memilih tinggal di rumah penduduk. Alhasil, pengungsi yang memilih tinggal di rumah penduduk tidak mendapat bantuan.

Masalah pun muncul. Sampai kapan warga yang menampung member kebutuhan hidup mereka? Di Desa Abiantuwung, Kecamatan Kediri, Tabanan, misalnya, terdapat 21 jiwa pengungsi.

Mereka tersebar di lima rumah warga. Yakni di rumah Made Oka di Banjar Yang Api; Nyoman Sumarga, Nyoman Gunawan, dan Made Parwata, masing-masing di Banjar Pangkung Nyuling; dan di rumah I Wayan Buda Arsana di Banjar Pasekan.

Para pengungsi mengungsi ke rumah-rumah itu lantaran memiliki hubungan keluarga. Made Oka menampung tiga orang pengungsi sejak Sabtu (23/9) lalu.

Mereka adalah keluarga Ni Nyoman Landri, 60, adik perempuanya yang kawin (keluar) dengan pria asal Desa/Kecamatan Rendang, Karangasem.

Landri yang telah menjanda ditinggal mati suaminya, membawa Nengah Mariani, anaknya, dan Kadek Seli, cucunya.

”Saya lebih nyaman tinggal di rumah kakak daripada di pengungsian,” kata Landri ditemui di rumah Oka. Sejauh ini, Oka mengaku masih bisa menampung sang adik.

Walau demikian, Oka mengakui, jika keluarga yang mengungsi ke rumahnya bertambah, dan dalam waktu yang panjang, tentu akan menjadi masalah.

”Jelas, kalau lama nggak bisa. Dan kalau lebih banyak lagi, bagaimana? Mungkin bisa diarahkan ke banjar, agar menjadi perhatian bersama,” papar Oka.

Kondisi lebih berat juga dialami Sumarga. Dia menampung sembilan keluarga besannya dari Banjar Badeng, Desa Sebudi.

Untuk member makan sembilan mulut, tentu bukan “tugas” mudah bagi Sumarga yang seorang buruh bangunan.

”Tentu harus ada bantuan. Berat juga menampung Sembilan orang, apalagi dalam waktu lama,” ujar Klian Banjar Pangkung Nyuling, I Ketut Gede Sudarsana.

Sudarsana pun mengatakan, perlu ada bantuan dari warga atau pemerintah untuk menanggung kebutuhan hidup para pengungsi yang ada di rumah-rumah warganya ini.

”Setidaknya bisa meringankan warga yang menampung, meski itu keluarganya,” jelas dia.

Sekretaris Desa Abiantuwung, Wayan Sarjana mengatakan, sejauh ini memang belum ada rencana membuat posko untuk menampung pengungsi yang ada di rumah-rumah warganya.

Dia mengakui, warga yang menampung akan terbebani apabila pengungsian ini berlangsung lama.

 ”Mungkin perlu posko bersama, agar bantuan bisa diarahkan ke posko, walau untuk tidur bisa di rumah warga,” kata dia.

Yang menjadi masalah, dalam rapat yang digelar bupati Tabanan bersama organisasi perangkat daerah (OPD), camat dan jajarannya, para pengungsi yang jumlahnya lebih dari 100 di kecamatan diarahkan agar tinggal di posko utama.

Posko utama ini bisa menggunakan balai banjar atau wantilan. Sentralisasi ini dibutuhkan agar penyaluran bantuan dapat terorganisir dengan baik.

“Kalau pengungsi di rumah penduduk tidak bisa diberikan (bantuan),” jelas Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti dalam rapat yang digelar di kantornya.

Berdasar laporan dari semua kecamatan di Tabanan, Dinas Sosial Tabanan menyebutkan, jumlah pengungsi total sampai Senin sebanyak 2.763 orang.

Mereka tersebar di rumah-rumah warga di desa-desa dari 10 kecamatan di Tabanan. Sejauh ini, posko yang berdiri di Tabanan baru yang berada di Banjar Kembang Merta, Desa Candikuning, Baturiti, sedangkan di kecamatan lain belum ada

RadarBali.com – Ribuan pengungsi asal Karangasem banyak yang tersebar di rumah-rumah warga yang menjadi familinya.

Seperti di Tabanan, pengungsi banyak yang memilih tinggal di rumah penduduk. Alhasil, pengungsi yang memilih tinggal di rumah penduduk tidak mendapat bantuan.

Masalah pun muncul. Sampai kapan warga yang menampung member kebutuhan hidup mereka? Di Desa Abiantuwung, Kecamatan Kediri, Tabanan, misalnya, terdapat 21 jiwa pengungsi.

Mereka tersebar di lima rumah warga. Yakni di rumah Made Oka di Banjar Yang Api; Nyoman Sumarga, Nyoman Gunawan, dan Made Parwata, masing-masing di Banjar Pangkung Nyuling; dan di rumah I Wayan Buda Arsana di Banjar Pasekan.

Para pengungsi mengungsi ke rumah-rumah itu lantaran memiliki hubungan keluarga. Made Oka menampung tiga orang pengungsi sejak Sabtu (23/9) lalu.

Mereka adalah keluarga Ni Nyoman Landri, 60, adik perempuanya yang kawin (keluar) dengan pria asal Desa/Kecamatan Rendang, Karangasem.

Landri yang telah menjanda ditinggal mati suaminya, membawa Nengah Mariani, anaknya, dan Kadek Seli, cucunya.

”Saya lebih nyaman tinggal di rumah kakak daripada di pengungsian,” kata Landri ditemui di rumah Oka. Sejauh ini, Oka mengaku masih bisa menampung sang adik.

Walau demikian, Oka mengakui, jika keluarga yang mengungsi ke rumahnya bertambah, dan dalam waktu yang panjang, tentu akan menjadi masalah.

”Jelas, kalau lama nggak bisa. Dan kalau lebih banyak lagi, bagaimana? Mungkin bisa diarahkan ke banjar, agar menjadi perhatian bersama,” papar Oka.

Kondisi lebih berat juga dialami Sumarga. Dia menampung sembilan keluarga besannya dari Banjar Badeng, Desa Sebudi.

Untuk member makan sembilan mulut, tentu bukan “tugas” mudah bagi Sumarga yang seorang buruh bangunan.

”Tentu harus ada bantuan. Berat juga menampung Sembilan orang, apalagi dalam waktu lama,” ujar Klian Banjar Pangkung Nyuling, I Ketut Gede Sudarsana.

Sudarsana pun mengatakan, perlu ada bantuan dari warga atau pemerintah untuk menanggung kebutuhan hidup para pengungsi yang ada di rumah-rumah warganya ini.

”Setidaknya bisa meringankan warga yang menampung, meski itu keluarganya,” jelas dia.

Sekretaris Desa Abiantuwung, Wayan Sarjana mengatakan, sejauh ini memang belum ada rencana membuat posko untuk menampung pengungsi yang ada di rumah-rumah warganya.

Dia mengakui, warga yang menampung akan terbebani apabila pengungsian ini berlangsung lama.

 ”Mungkin perlu posko bersama, agar bantuan bisa diarahkan ke posko, walau untuk tidur bisa di rumah warga,” kata dia.

Yang menjadi masalah, dalam rapat yang digelar bupati Tabanan bersama organisasi perangkat daerah (OPD), camat dan jajarannya, para pengungsi yang jumlahnya lebih dari 100 di kecamatan diarahkan agar tinggal di posko utama.

Posko utama ini bisa menggunakan balai banjar atau wantilan. Sentralisasi ini dibutuhkan agar penyaluran bantuan dapat terorganisir dengan baik.

“Kalau pengungsi di rumah penduduk tidak bisa diberikan (bantuan),” jelas Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti dalam rapat yang digelar di kantornya.

Berdasar laporan dari semua kecamatan di Tabanan, Dinas Sosial Tabanan menyebutkan, jumlah pengungsi total sampai Senin sebanyak 2.763 orang.

Mereka tersebar di rumah-rumah warga di desa-desa dari 10 kecamatan di Tabanan. Sejauh ini, posko yang berdiri di Tabanan baru yang berada di Banjar Kembang Merta, Desa Candikuning, Baturiti, sedangkan di kecamatan lain belum ada

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/