26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 5:29 AM WIB

Amor Ring Acintya! Sakit Saat Amankan Pemilu, Polisi di Jembrana Wafat

SERIRIT – Seorang personil polisi Polres Jembrana, Ipda I Ketut Artawan, 47, mengalami sakit saat mengamankan pemilu di Desa Gumbrih, Kecamatan Pekutatan.

Sempat dirawat selama beberapa hari di RSUD Buleleng, Astawa kemudian menghembuskan nafas terakhirnya. Mendiang pun diupacarai di Setra Desa Pakraman Lokapaksa, kemarin (26/4).

Sebelum diperabukan, personil dari Polres Jembrana dan Polres Buleleng kemarin melakukan upacara pemakaman.

Jenazah mendiang diletakkan dalam sebuah peti yang diselimuti bendera merah putih. Selain itu dilakukan tembakan salvo sebagai bentuk penghormatan pada korban yang wafat saat bertugas.

Mendiang I Ketut Artawan disebut sempat ikut mengamankan jalannya Pemilu 2019 di Desa Gumbrih, Kecamatan Pekutatan.

Saat itu kesehatannya sudah mulai menurun. Mendiang sempat dirawat di Negara, sebelum dilarikan ke RSUD Buleleng.

Salah satu keluarga mendiang, Made Wijanarka mengatakan, mendiang yang kesehariannya bertugas sebagai Panit I Unit Lantas Polsek Pekutatan itu memang memiliki riwayat sakit hepatitis.

Sehari sebelum pencoblosan, mendiang sudah mengeluh tidak enak badan. Diduga saat itu penyakit hepatitisnya kumat.

Saat itu almarhum berencana mengajukan izin pada pimpinannya. Namun saat itu sudah menjelang hari pemilihan, maka permohonan izin itu pun ditangguhkan.

Almarhum pun sempat kolaps saat melakukan pengamanan di Desa Gumbrih. Lantaran kondisinya yang makin menurun, ia akhirnya memilih pulang ke rumahnya di Kelurahan Pendem, Jembrana.

Begitu sampai di rumah, ia meminta pada istrinya Anik Sustiani, agar diantar berobat ke dokter. “Waktu dibawa ke dokter, dicek tanda vitalnya memang normal. Tapi masih sering berontak. Malah sampai kejang-kejang,” kata Wijanarka.

Akhirnya atas saran keluarga, pada 18 April, mendiang dilarikan ke RSUD Buleleng. Saat dilakukan pengecekan laboratorium, ternyata kadar virus hepatitis dalam tubuhnya sudah cukup tinggi.

“Waktu itu langsung dirawat di ICU. Hatinya sudah tidak berfungsi lagi. Matanya sudah kuning. Urinenya juga seperti teh yang sangat hitam. Sudah susah kenal orang juga,” tutur Wijanarka.

Pihak keluarga saat itu sempat berencana merujuk mendiang ke RS Sanglah Denpasar. Namun karena butuh perawatan yang intensif, dokter belum mengizinkan pemindahan pasien.

Hingga pada Minggu (21/4) sekitar pukul 15.30, mendiang menghembuskan nafas terakhirnya.

“Saya terakhir ketemu adik saya itu tanggal 6 April. Saya sempat mandi sama dia di sungai, makan bersama-sama. Sampai saya diantar cari bus ke Gilimanuk.

Memang saat itu wajahnya sudah lesu. Mengeluh sakit perut, tidak doyan makan, dan mual-mual. Saat saya sampai di Jawa juga dia sempat telpon.

Katanya matanya sudah kuning. Saya sarankan biar dia minta rujukan ke dokter dan segera berobat ke Sanglah,” imbuh Wijanarka lagi.

 

SERIRIT – Seorang personil polisi Polres Jembrana, Ipda I Ketut Artawan, 47, mengalami sakit saat mengamankan pemilu di Desa Gumbrih, Kecamatan Pekutatan.

Sempat dirawat selama beberapa hari di RSUD Buleleng, Astawa kemudian menghembuskan nafas terakhirnya. Mendiang pun diupacarai di Setra Desa Pakraman Lokapaksa, kemarin (26/4).

Sebelum diperabukan, personil dari Polres Jembrana dan Polres Buleleng kemarin melakukan upacara pemakaman.

Jenazah mendiang diletakkan dalam sebuah peti yang diselimuti bendera merah putih. Selain itu dilakukan tembakan salvo sebagai bentuk penghormatan pada korban yang wafat saat bertugas.

Mendiang I Ketut Artawan disebut sempat ikut mengamankan jalannya Pemilu 2019 di Desa Gumbrih, Kecamatan Pekutatan.

Saat itu kesehatannya sudah mulai menurun. Mendiang sempat dirawat di Negara, sebelum dilarikan ke RSUD Buleleng.

Salah satu keluarga mendiang, Made Wijanarka mengatakan, mendiang yang kesehariannya bertugas sebagai Panit I Unit Lantas Polsek Pekutatan itu memang memiliki riwayat sakit hepatitis.

Sehari sebelum pencoblosan, mendiang sudah mengeluh tidak enak badan. Diduga saat itu penyakit hepatitisnya kumat.

Saat itu almarhum berencana mengajukan izin pada pimpinannya. Namun saat itu sudah menjelang hari pemilihan, maka permohonan izin itu pun ditangguhkan.

Almarhum pun sempat kolaps saat melakukan pengamanan di Desa Gumbrih. Lantaran kondisinya yang makin menurun, ia akhirnya memilih pulang ke rumahnya di Kelurahan Pendem, Jembrana.

Begitu sampai di rumah, ia meminta pada istrinya Anik Sustiani, agar diantar berobat ke dokter. “Waktu dibawa ke dokter, dicek tanda vitalnya memang normal. Tapi masih sering berontak. Malah sampai kejang-kejang,” kata Wijanarka.

Akhirnya atas saran keluarga, pada 18 April, mendiang dilarikan ke RSUD Buleleng. Saat dilakukan pengecekan laboratorium, ternyata kadar virus hepatitis dalam tubuhnya sudah cukup tinggi.

“Waktu itu langsung dirawat di ICU. Hatinya sudah tidak berfungsi lagi. Matanya sudah kuning. Urinenya juga seperti teh yang sangat hitam. Sudah susah kenal orang juga,” tutur Wijanarka.

Pihak keluarga saat itu sempat berencana merujuk mendiang ke RS Sanglah Denpasar. Namun karena butuh perawatan yang intensif, dokter belum mengizinkan pemindahan pasien.

Hingga pada Minggu (21/4) sekitar pukul 15.30, mendiang menghembuskan nafas terakhirnya.

“Saya terakhir ketemu adik saya itu tanggal 6 April. Saya sempat mandi sama dia di sungai, makan bersama-sama. Sampai saya diantar cari bus ke Gilimanuk.

Memang saat itu wajahnya sudah lesu. Mengeluh sakit perut, tidak doyan makan, dan mual-mual. Saat saya sampai di Jawa juga dia sempat telpon.

Katanya matanya sudah kuning. Saya sarankan biar dia minta rujukan ke dokter dan segera berobat ke Sanglah,” imbuh Wijanarka lagi.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/