GEROKGAK – Duka menyelimuti keluarga besar Kapten Laut (P) I Gede Kartika, salah satu awak KRI Nanggala 402 yang tenggelam di perairan Bali Utara.
Mereka masih tidak percaya anggota keluarganya menjadi salah satu korban dalam musibah tersebut. Meski berat, mereka ikhlas karena menganggap semua adalah bagian dari takdir.
“Salah seorang diantara 53 orang kru kapal selam yang gugur itu, adalah keponakan kami. Karena telah dinyatakan gugur oleh Panglima TNI, maka sesuai kepercayaan kami di Hindu Bali,
maka kami melakukan ritual ini. Memohon kepada Bhatara Baruna memunculkan jenazah keponakan kami ke permukaan.
Syukur-syukur bila ada keajaiban kalau keponakan kami ini selamat,” kata Wayan Darmanta, paman Kapten Laut I Gede Kartika.
Menurut Darmanta, keluarga besar Kapten Kartika sebenarnya berasal dari Karangasem. Mereka sempat mengikuti program transmigrasi dan kini bermukim di Desa Marisa, Provinsi Gorontalo.
“Adik saya I Nengah Renes yang transmigrasi ke sana. Nah, Kapten Kartika ini anak dari adik saya,” ceritanya.
Menurutnya, sejak awal Kapten Kartika memang bercita-cita sebagai angkatan laut. Salah satu ambisinya adalah berlayar bersama kapal latih KRI Dewa Ruci.
Begitu dinyatakan lulus Akademi Angkatan Laut (AAL), Kapten Kartika berkesempatan berlayar bersama kapal latih itu.
Setelah lulus sebagai perwira, mendiang sempat ditugaskan di berbagai kapal perang. Hingga terakhir ditugaskan di KRI Nanggala-402.
Kini setelah dinyatakan gugur, pihak keluarga pun bersiap melangsungkan upacara perabuan. Pihak keluarga Kapten Kartika telah menyerahkan prosesi upacara perabuan pada keluarga besar di Karangasem.
“Setelah ada kejadian itu, adik saya ada di Surabaya. Kami sudah komunikasi, untuk upacara secara Hindu diserahkan pada keluarga di Karangasem.
Untuk proses awal, karena ini prajurit yang dinyatakan gugur, kami serahkan prosesnya pada pemerintah.
Setelah upacara militer, kami harap agar diserahkan pada keluarga, karena kami ada prosesi sesuai kepercayaan sendiri,” tutur Darmanta.