RadarBali.com – Proyek pembangunan Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Buleleng tahap pertama, ternyata menyisakan masalah.
Proyek pembangunan fisik itu disebut menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Bali karena pihak RSUD Buleleng melakukan lebih pembayaran.
BPK juga disebut meminta RSUD Buleleng segera menarik dana lebih pembayaran itu dan mengembalikannya ke kas daerah.
Konon ada kelebihan bayar sekitar Rp 300 juta dari proyek senilai total Rp 43,3 miliar itu. Pihak rekanan juga disebut sudah mengembalikan kelebihan pembayaran itu melalui kas daerah, sesuai tenggang waktu yang diberikan oleh BPK.
Dirut RSUD Buleleng dr Gede Wiartana yang dikonfirmasi siang kemarin, tak menampik adanya temuan BPK itu.
Wiartana menyatakan temuan itu muncul karena adanya perbedaan persepsi penghitungan proyek, yang dilakukan oleh tim teknis RSUD dengan BPK.
Lantaran pekerjaan tidak sesuai dengan volume proyek, pemerintah harus lebih bayar proyek. Kelebihan bayar itu wajib ditarik kembali dan harus dikembalikan ke kas daerah.
Secara teknis konstruksi, Wiartana mengakui ada beberapa kesalahan metode penghitungan. “Misalnya menghitung volume konstruksi beton.
Kami kan menghitung volume keseluruhan, dan kami bayar segitu. Ternyata volume beton itu, harus dikurangi volume besi yang digunakan di dalamnya.
Kesalahan persepsi penghitungan seperti itu saja. Tidak ada sampai pengurangan volume, apalagi pengurangan jumlah ruangan,” katanya.
Wiartana mengaku sudah berkoordinasi dengan pihak rekanan terkait temuan tersebut. Pihak rekanan pun legowo dan menyetorkan kembali lebih bayar proyek itu kepada pemerintah.
“Sudah kami bicarakan dengan rekanan, dan penjelasan itu diterima. Kami sudah bayarkan sesuai dengan nominal temuan BPK itu ke kas daerah. Jadi sudah tuntas semuanya,” tegas Wiartana.
Sekadar diketahui, proyek pembangunan IGD RSUD Buleleng merupakan salah satu proyek prestisius di Kabupaten Buleleng. Pembangunan itu dilakukan selama dua tahap.
Tahap pertama dilakukan pada tahun 2015 lalu dengan total anggaran Rp 43,3 miliar. Sementara tahap dua dilakukan pada tahun 2016, dengan nilai Rp 32,5 miliar