29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:03 AM WIB

Krisis Toleransi, Tokoh Muslim Bali Ajak Masyakat Kembali Bersatu

DENPASAR-Krisis toleransi dan aksi radikalisme yang terjadi di masyarakat belakangan, ini terus mendapat perhatian serius dari sejumlah kalangan.

 

 Tak terkecuali tokoh muslim di Bali.

 

Ditengah semakin masifnya sikap intoleran, ujaran kebencian, serta dengan mulai lahirnya kembali bibit dari sejumlah kelompok radikal,

Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Denpasar, KH Mustofa Al-Amin, Jumat (26/10) mengajak seluruh masyarakat khususnya warga di Bali untuk kembali kepada sifat sejati bangsa ini.

Yakni mengembangkan sikap saling menyayangi, saling menghormati, dan menghargai satu sama lain, dengan mengedepankan semangat hidup rukun, terus menjalin kebersamaan dan memupuk persatuan dan kesatuan serta lebih mementingkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi maupun golongan. 

 

 

Terlebih dengan hadirnya isu khilafah, Pengasuh Majelis Ta’lim  Al-Amini, ini menjelaskan bahwa 

 

sesuai arti bahasa, khilafah adalah kepemimpinan yang sifatnya menerima mandat atau mengganti, semakna dengan istilah lain seperti imamah dan imarah. 

 

Dalam literatur sejarah politik umat Islam, khilafah ini menjadi salah satu sistem pemerintahan dan kepemimpinan yang dikenal dan pernah eksis di masanya. 

 

 

“Model kepemimpinan khilafah ini adalah sistem pemerintahan yang wilayah kekuasaannya tidak terbatas pada satu negara,

melainkan banyak negara di dunia, yang berada di bawah satu kepemimpinan dengan dasar hukumnya adalah syariat Islam berikut aturan turunannya,”jelas Mustofa Amin. 

 

Pucuk pimpinan pemerintahan khilafah ini dijabat oleh seorang khalifah, seperti seorang presiden dalam pemerintahan republik. 

 

Namun begitu, sistem politik khilafah ini ideologinya tidak sejalan bahkan bertentangan dengan ideologi Pancasila berikut sistem yang dianutnya. 

 

“Dasarnya karena organisasi masyarakat atau kelompok politik yang mengadopsi ini dalam persepektif kita tertolak secara otomatis dan tidak layak berkembang di negeri Pancasila ini,

karena negeri ini adalah NKRI yakni negara yang dibangun atas dasar kesadaran dan kesepakatan bersama berbagai tokoh bangsa yang berlatar belakang kultur,

suku, agama, ras, etnis, serta golongan masyarakat yang beragam,”tukasnya.

 

 

Selain itu, lanjutnya, bagi kalangan elit muslim menyebut negara RI ini sebagai “Negara Kesepakatan atau Negara Konsensus” (Darul Al Mitsaq), bukan negara agama dan bukan negara sekuler. 

 

Mengingat dari sudut historis dan yuridis, kata Mustofa Amin, NKRI ini pada hakekatnya bersumber dari perjanjian luhur (Al-Mitsaq Al-Ghalizh),

serta kesepakatan bersama (Al-Mu’ahadah Al-Jama’iyah),

dimana seluruh warga bangsa termasuk umat muslim wajib taat terhadap perjanjian tersebut disertai rasa tanggung jawab menjaga secara konsisten eksistensi NKRI ini. 

 

“Bahkan secara moral juga wajib menjaganya dari rongrongan pihak lain termasuk dari separatisme, baik bersifat pribadi maupun kelompok.

Hal ini sejalan dengan keputusan fatwa MUI pada tahun 2006 dan diperkuat lagi pada hasil fatwa tahun 2018,”tandas Mustofa Amin.

 

Untuk itu, dengan kondisi tersebut, 

 

mantan ketua MUI Kota Denpasar, ini mengajak seluruh masyarakat menghindari sikap saling curiga, antipati, menebar berita bohong (hoax), serta sikap intoleran, dan ujaran kebencian kepada sesama.

 

“Inilah justru saatnya momentum bagi kita sebagai warga negara yang sejatinya bersaudara, yakni saudara sebangsa dan setanah air bersatu.

Jangan sampai kita terperangkap dan terjebak oleh pihak-pihak luar yang menginginkan kita terpecah belah,”tukas Mustofa Al-Amin.

DENPASAR-Krisis toleransi dan aksi radikalisme yang terjadi di masyarakat belakangan, ini terus mendapat perhatian serius dari sejumlah kalangan.

 

 Tak terkecuali tokoh muslim di Bali.

 

Ditengah semakin masifnya sikap intoleran, ujaran kebencian, serta dengan mulai lahirnya kembali bibit dari sejumlah kelompok radikal,

Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Denpasar, KH Mustofa Al-Amin, Jumat (26/10) mengajak seluruh masyarakat khususnya warga di Bali untuk kembali kepada sifat sejati bangsa ini.

Yakni mengembangkan sikap saling menyayangi, saling menghormati, dan menghargai satu sama lain, dengan mengedepankan semangat hidup rukun, terus menjalin kebersamaan dan memupuk persatuan dan kesatuan serta lebih mementingkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi maupun golongan. 

 

 

Terlebih dengan hadirnya isu khilafah, Pengasuh Majelis Ta’lim  Al-Amini, ini menjelaskan bahwa 

 

sesuai arti bahasa, khilafah adalah kepemimpinan yang sifatnya menerima mandat atau mengganti, semakna dengan istilah lain seperti imamah dan imarah. 

 

Dalam literatur sejarah politik umat Islam, khilafah ini menjadi salah satu sistem pemerintahan dan kepemimpinan yang dikenal dan pernah eksis di masanya. 

 

 

“Model kepemimpinan khilafah ini adalah sistem pemerintahan yang wilayah kekuasaannya tidak terbatas pada satu negara,

melainkan banyak negara di dunia, yang berada di bawah satu kepemimpinan dengan dasar hukumnya adalah syariat Islam berikut aturan turunannya,”jelas Mustofa Amin. 

 

Pucuk pimpinan pemerintahan khilafah ini dijabat oleh seorang khalifah, seperti seorang presiden dalam pemerintahan republik. 

 

Namun begitu, sistem politik khilafah ini ideologinya tidak sejalan bahkan bertentangan dengan ideologi Pancasila berikut sistem yang dianutnya. 

 

“Dasarnya karena organisasi masyarakat atau kelompok politik yang mengadopsi ini dalam persepektif kita tertolak secara otomatis dan tidak layak berkembang di negeri Pancasila ini,

karena negeri ini adalah NKRI yakni negara yang dibangun atas dasar kesadaran dan kesepakatan bersama berbagai tokoh bangsa yang berlatar belakang kultur,

suku, agama, ras, etnis, serta golongan masyarakat yang beragam,”tukasnya.

 

 

Selain itu, lanjutnya, bagi kalangan elit muslim menyebut negara RI ini sebagai “Negara Kesepakatan atau Negara Konsensus” (Darul Al Mitsaq), bukan negara agama dan bukan negara sekuler. 

 

Mengingat dari sudut historis dan yuridis, kata Mustofa Amin, NKRI ini pada hakekatnya bersumber dari perjanjian luhur (Al-Mitsaq Al-Ghalizh),

serta kesepakatan bersama (Al-Mu’ahadah Al-Jama’iyah),

dimana seluruh warga bangsa termasuk umat muslim wajib taat terhadap perjanjian tersebut disertai rasa tanggung jawab menjaga secara konsisten eksistensi NKRI ini. 

 

“Bahkan secara moral juga wajib menjaganya dari rongrongan pihak lain termasuk dari separatisme, baik bersifat pribadi maupun kelompok.

Hal ini sejalan dengan keputusan fatwa MUI pada tahun 2006 dan diperkuat lagi pada hasil fatwa tahun 2018,”tandas Mustofa Amin.

 

Untuk itu, dengan kondisi tersebut, 

 

mantan ketua MUI Kota Denpasar, ini mengajak seluruh masyarakat menghindari sikap saling curiga, antipati, menebar berita bohong (hoax), serta sikap intoleran, dan ujaran kebencian kepada sesama.

 

“Inilah justru saatnya momentum bagi kita sebagai warga negara yang sejatinya bersaudara, yakni saudara sebangsa dan setanah air bersatu.

Jangan sampai kita terperangkap dan terjebak oleh pihak-pihak luar yang menginginkan kita terpecah belah,”tukas Mustofa Al-Amin.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/