SINGARAJA – Pansus Revisi Perda Bahasa Aksara dan Sastra Bali meminta masukan dari masing-masing daerah, terkait permasalahan yang dengan pelestarian Bahasa Bali.
Pansus DPRD Bali melangsungkan rapat dengar pendapat di Ruang Rapat Gabungan Komisi DPRD Buleleng.
Rapat dengar pendapat itu dihadiri Wakil Ketua Pansus Wayan Rawan Atmaja beserta dua orang anggota yakni Nyoman Budi Utama dan Kadek Setiawan.
Hadir pula Kepala Dinas Pendidikan Bali Tjokorda Istri Agung Kusuma Wardhani. Wakil Ketua Pansus Wayan Rawan Atmaja mengatakan, pansus berupaya menyerap aspirasi di semua daerah.
Alasannya, seluruh daerah memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri dalam hal sastra Bali. Sehingga pihaknya ingin menyerap dan memasukkannya dalam peraturan daerah.
Menurutnya ada beberapa masukan yang menonjol untuk penyempurnaan peraturan daerah yang sudah ada.
Salah satunya menerapkan kurikulum Bahasa Bali mulai dari tingkat TK hingga perguruan tinggi. Khusus untuk perguruan tinggi, Rawan Atmaja mengaku akan berupaya
mengkomunikasikan hal tersebut dengan Forum Rektor Provinsi Bali, sehingga Bahasa Bali bisa masuk dalam Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) dengan 2 SKS.
“Khusus untuk perguruan tinggi itu kan kembali ke masing-masing universitas. Kami sih berharap bisa masuk universitas.
Kami tidak punya kewenangan memaksa, kecuali perguruan tinggi legowo menerima saran kami memasukkannya dalam MKDU,” kata Rawan Atmaja.
Sementara itu Ketua Aliansi Penyuluh Bahasa Bali Nyoman Suka Ardiyasa mengatakan, tugas dalam melestarikan Bahasa Bali relatif berat.
Selain wajib meningkatkan jumlah penutur, juga wajib menyelamatkan naskah-naskah yang ada, hingga membangkitkan kembali gairah sastra Bali di masyarakat.
Menurut Suka, ada beberapa masalah yang dihadapi para penyuluh selama bertugas sejak setahun terakhir.
Masalah utama yang dihadapi ialah para penyuluh yang melakukan kegiatan non formal di masyarakat, tak diimbangi dengan keberadaan anggaran yang memadai.
Padahal anggaran itu sangat penting untuk mendukung program kerja yang ada. “Misalnya untuk melestarikan lontar, harus ada perawatan dan butuh dana. Minimal beli lengis sereh.
Kalau tidak ada itu, sama saja kita membuka lontar dan mengembalikan lagi. Ini kendala utama ketika bergerak dan perlu dana stimulan untuk itu,” kata Suka.
Selama ini langkah pelestarian aksara Bali dalam bentuk lontar, sudah dilakukan melalui langkah-langkah perawatan lontar.
Banyak masyarakat yang berinisiatif menyediakan lengis sereh untuk langkah konservasi. Namun ada pula yang tidak bisa menyediakan kebutuhan itu, sehingga penyuluh tak bisa berbuat banyak saat melakukan konservasi.